Bagian 20 - Kerberos Berhasil Membujuk

1141 Words
Pertandingan antara Epifron dan Hedone masih berlangsung. Hedone tampak lebih unggul karena gerakannya yang cepat. Ia lebih banyak menyerang Epifron dan memusatkan perhatiannya pada wajahnya. Epifron sudah mulai terbiasa. Ia sudah mulai mengetahui cara bertarung Hedone. Ia sudah bisa menebak arah gerakannya dan bisa menangkisnya dengan mudah dan menghemat energinya.   “Wow, ternyata dia sangat tenang saat bertarung!” Kata gurunya yang sedang mengomentari Epifron.   “Muridku juga sangat cepat!” Kata Hekate yang tak mau kalah.   “Tenanglah! Tidak usah bersaing. Mereka memang berbakat dari lahir dan bukan karena kalian!” Kata Keuthonimos yang membuat mereka berdua emosi.   “Bisakah kau pergi?” Kata Kerberos.   “Ya, disini bukanlah tempatmu!” Kata Hekate menyipitkan matanya.   “Mengapa kalian kompak saat berbuat kasar!” Ucap Keuthonimos lalu pergi meninggalkan tempat itu.   “Kita terlalu keras padanya!” Kata Hekate.   “Biarkan saja!” Ucap Kerberos sambil memperhatikan ke tempat arena lagi.   Hedone tetap menyerang meski serangannya dapat dibaca oleh Epifron. Tiba-tiba s*****a Gata-nya bersinar di bagian runcing di gigi Megalodonnya. Ia berbalik memutar badan untuk menambah kekuatan tusukannya dan mengarahkan ke d**a Epifron. Ia menangkis serangan itu dengan bagian punggung pisaunya, dan ia tercampak seketika, berguling-guling hingga enam meter dari Hedone. Semua yang melihat tercengang.   “Itukah kekuatan senjatanya?” Kata Hedone yang kagum dengan s*****a kecil tersebut.   “Wow, dia bisa membangkitkannya! Aku baru tahu s*****a itu ternyata kuat!” Ucap Kerberos.   “Itu s*****a yang berbahaya karena kita tidak tahu serangan spesial tersebut kapan keluarnya!” Kata Hekate.    Epifron bangun dengan menyentuh dadanya. Meski senjatanya menghalangi serangan itu, tapi dadanya terasa sakit. “Kuat sekali s*****a ini!” Kata Epifron yang merasa sangat lelah. Ia berpikir apa yang bisa dilakukan oleh senjatanya. Ia mencoba berkonsentrasi dan memusatkan pikirannya pada senjatanya. Ia bergerak maju dan memulai serangan balasan. Sambil berteriak, ia berlari mengangkat s*****a Nifo’oti nya.    Hedone tahu ia tidak akan sanggup menahan serangan tersebut. Ia langsung menyingkir dengan cepat dari pandangannya. Epifron berhenti. Kumpulan kekuatannya yang ia satukan saat berlari menjadi sia-sia. Ia tidak tahu dimana Hedone berada. Sambil mencarinya, ternyata Hedone berada di belakangnya yang bersiap-siap untuk memukulnya dari belakang. Epifron melihat kebelakang, dan dengan refleks menahan serangan tersebut dengan s*****a nya. Ia sempat melindungi dirinya. Tapi, senjatanya sudah retak karena gigi megalodon milik Hedone.    Epifron memikirkan cara untuk mengeluarkan spesial dari s*****a tersebut. Ia akan mencoba untuk menggunakan bela dirinya. Ia membuat kuda-kuda, lalu menyerang Hedone. Ia memukul, menendang, menargetkan tubuhnya dan juga menghantam s*****a nya. Nifo’oti miliknya bertambah ringan. Kini warna dari Nifo’oti tidak seperti warna kayu kecoklatan, melainkan benar-benar berwarna merah darah. Ketika di pegang, Epifron bisa merasakan senjatanya menjadi lebih keras tetapi sangat ringan.    Ia bergerak menyerang Hedone karena ternyata kekuatan senjatanya adalah pukulan keras. Ia membalik senjatanya menjadi gigi-gigi yang berbentuk ombak dan jarang-jarang. Ia tidak memakai mata pisau yang seperti gigi hiu itu. Menurutnya, gigi yang jarang itu bisa menambah kekuatan dari pukulannya.    Tak butuh waktu lama, ia mengejar Hedone. Tapi, tidak bisa menghindar lagi, Hedone harus melawannya. Ia memukul Hedone dengan mata pisaunya yang jarang-jarang. Saat dipukul, tubuh Hedone seperti sebuah simbal yang dipukul. Seluruh tubuhnya bergetar dari ujung kepala sampai ujung kaki. Hedone tak bisa bergerak dengan bebas karena pukulan Epifron yang sangat kuat. Ia melanjutkan lagi pukulan keduanya di tempat yang sama. Hedone mencoba menahan, dan tubuhnya masih bergetar karena kerasnya pukulan tersebut.   “Serangan itu sangat kuat!” Ucap Hedone dengan wajah memerah dan leher yang berurat.   Saat Epifron ingin menyelesaikan pertandingan dengan pukulan ketiganya, Hedone bergerak cepat agar terhindar dari pukulan itu. Jika ia terkena pukulan yang ketiga, sudah pasti, senjatanya akan rusak.    Hedone mengingat bahwa s*****a Epifron ada yang retak. Ia bisa memfokuskan pukulannya pada bagian yang retak itu. Dengan begitu, s*****a Epifron akan patah, dan ia bisa memenangkan pertandingan.    Epifron menyerang Hedone saat ia sedang berpikir. Ia menyerangnya dengan sekuat tenaga, tetapi Hedone tidak menangkis nya dengan s*****a nya. Ia sedang memperhatikan letak dari titik s*****a tersebut. Ia melihat titik yang retak berada pada bagian gigi hiu di mata yang sedang tidak dipakainya. Bagian itu berada di atas s*****a. Hedone menjadi bingung, bagaimana caranya memukul bagian atas s*****a tersebut.   Ia mencoba memukul ke bawah s*****a Epifron lalu setelah dekat dengannya ia akan memukul bagian dari yang retak tersebut. Epifron semakin menjadi-jadi. Hedone tidak bisa melawan kekuatan silatnya yang dikombinasikan dengan s*****a Nifo’oti. Gerakannya memang tidak cepat, tapi serangannya sangat kuat. Hedone berada di sudut arena. Ia tidak tahu harus kemana lagi. Epifron menyerang senjatanya dengan kekuatan penuh. Hedone tidak bisa pergi kemana-mana. Ia terpaksa harus menangkis serangan tersebut dengan senjatanya.    Tak berapa lama, senjatanya pun retak. Gigi Megalodonnya terjatuh ke tanah, terpisah dari gagangnya. Hedone kalah.   Murid-murid Kerberos bersorak kegirangan. Mereka memenangkan pertandingan melawan murid Hekate. Mereka semakin menjadi-jadi mengejek murid-murid Hekate karena kekalahan itu. Hedone sangat sedih saat keluar dari arena. Ia menyeret kakinya saat berjalan dan tangannya seperti tidak memiliki tulang.    Epifron memanggilnya. Ia merasa Hedone tak perlu merasa sedih.   “Hei, ini hanya pertandingan s*****a. Saat senjatamu tidak kuat, maka akan kalah! Ini bukan karena dirimu yang lemah!” Hibur Epifron sambal merangkulnya.    Tapi Hedone tetap merasa sedih. Saat ia berjalan menuju gurunya - Hekate, teman-teman Epifron mengejeknya. Epifron langsung membela Hedone. “Apa yang kalian lakukan? Aku bertarung bukan ingin membuktikan bahwa kita lebih kuat dari mereka! Pertandingan bukan untuk persaingan! Kalian tahu itu?” Teriak Epifron sehingga semua yang ada di situ diam. Ia lalu melanjutkan, “Kalian terlalu banyak bicara. Ada dari antara kalian yang bisa melawannya? Ia murid yang kuat!” Katanya lagi dan mereka semakin diam. Salah satu dari mereka meminta maaf atas perbuatan mereka.    Hekate merasa terharu. Ia tidak menyangka Epifron berpikir seperti itu. Ia melihat ke arah Kerberos. Ia tersenyum padanya karena murid-murid mereka sudah tidak lagi bertengkar.    “Baiklah! Pertandingan sudah selesai! Kalian bisa bubar!” Kata Kerberos kepada kumpulan murid itu.    Mereka semua pun pergi, dan tinggal mereka berdua saja, Kerberos dan Hekate. Mereka duduk menghadap arena.   “Melelahkan bukan mengajar murid-murid yang masih berjiwa muda dan penuh dengan ambisi!” Kata Kerberos.   “Pertarungan tadi sudah menunjukkan bahwa kita telah melatih mereka dengan baik!” Kata Hekate.   “Sebenarnya, Hedone bisa menang. Ia terlalu banyak berpikir dalam menyerang. Beberapa kali ia berhenti saat Menyusun rencana! Berbeda dengan Epifron yang tidak banyak berpikir, lebih banyak bertindak. Ketika dapat celah, ia bisa masuk dan memperlebar jalan kemenangan!” Kata Kerberos.   “Mungkin aku mengajarkan hal yang salah?”   “Tidak.. bukan begitu! Itulah tugasmu untuk membuatnya semakin berkembang!” Kata Kerberos.   “Aku akan berusaha sebaik-baiknya!”   “Jadi, maukah kau mengajarkan sedikit kekuatan mu sehingga aku bisa menambah kecepatan dalam bela diriku?” Tanya Kerberos yang mencoba lagi membujuk Hekate.   “Aku rasa tidak ada salahnya untuk mencoba. Aku akan mengatur beberapa waktu lagi, untuk melatih mu! Aku harap kau akan sabar menerima Latihan dariku!”   “Tentu!” Jawab Kerberos dengan senang.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD