Bagian 62 - Kontrak di Lantai

1100 Words
“Masukkan jari telunjuk mu!” Kata Akhlis. Setelah Kokytos memasukkan jari telunjuknya, tak ada terjadi apa-apa. Ia ingin mengangkatnya tapi Akhlis langsung marah. Ia belum diberikan aba-aba tapi sudah melakukan hal yang tidak diminta. Kokytos meminta maaf. “Ini agak lama. Tunggulah sebentar lagi!” Kata Akhlis kepada Kokytos. Ia lalu menggeletakkan tubuhnya di lantai. Ia tidur.  Mereka bingung mengapa ia tidur.  Kokytos menatap Bia. “Aku lebih ingin mencaci maki dibandingkan bertanya!” Kata Kokytos dengan tangan yang masih berada di dalam gelas.  Seseorang berlari dari jauh memanggil nama Akhlis dengan kuat. Entah apa yang dibilangnya. Ia berlari tanpa rem hingga masuk ke dalam teras pos jaga. Ia melewati Kokytos dan hampir menabrak gelas minuman itu. Hampir saja isinya terjatuh. Ia dengan cepat membamgunkan Akhlis dengan menabrakkan dirinya. Akhlis bangun dalam keadaan marah. Ia berdiri di hadapan pria tersebut lalu menendangnya hingga ia terpelanting jauh dan mereka tidak bisa melihatnya lagi. Mereka mengingat dengan apa yang dikatakan penjaga itu, bahwa Akhlis sangat kuat. Mereka bertiga langsung terdiam dan tidak berani macam-macam padanya lagi. Mereka melihat pundak Akhlis yang naik turun karena kesalnya lalu ia duduk menatap Kokytos yang tangannya masih di dalam gelas. Akhlis menatap Kokytos. Saat mata mereka beradu, Kokytos langsung cepat-cepat berpaling. Ia tidak ingin mencari masalah karena mengeluh dengan sikap Akhlis. Lalu Akhlis tidur kembali. Penjaga kota selanjutnya datang. Ia melihat mereka berada di pos kota.  “Apa yang kalian lakukan?” Tanyanya.  Sttt… ucap mereka dengan kompak. “Kau akan membangungkannya!” Kata Bia. “Baiklah, kalian lanjutkan saja main masak-masaknya!” Kata penjaga itu. Mereka bertiga langsung bingung dan saling melihat. Dalam hati mereka, mereka berpikir bahwa penjaga kota itu sangat aneh.  Kokytos mulai bosan karena tangannya harus masuk ke dalam cangkir itu. Ia bertanya-tanya berapa lama lagi Akhlis akan tidur. Saat ia berfokus pada wajahnya, tiba-tiba Akhlis membolangkan mata. Ia langsung kaget hingga tubuhnya mundur ke belakang. Hampir saja tangannya terangkat dari cangkir. Akhlis duduk melipat kaki dan melihat ke arah cangkir. Tiba-tiba anggur yang ada di cangkir berubah menjadi semerah darah. Lalu, keluar asap dari cangkir tersebut hingga memenuhi ruangan. Kokytos ingin mencabut jarinya dari gelas itu tapi belum ada aba-aba dari Akhlis. Ia takut, tapi mencoba untuk menahannya. Ia tidak ingin menghancurkan semuanya. Kerutan di wajahnya mulai tampak karena takutnya. “Lepaskan!” Kata Akhlis akhirnya.  Kokytos langsung melepaskan tangannya dengan cepat. Ia juga takut lama-lama meletakkan tangannya di dalam cangkir tersebut karena melihat anggur tersebut berubah menjadi darah. Ia pikir darah itu dari tangannya. Tapi memang, tak ada apa-apa yang terjadi dengan tangannya. Semua baik-baik saja. Akhlis mengambil cangkir tersebut, lalu menghirup asap yang keluar lalu meletakkan cangkir itu di depannya. Expresi wajahnya sangat aneh, dan dia juga berbicara menggunakan bahasa yang tidak mereka mengerti. “Siapa namanya?” Tanya Akhlis kepada mereka.  “Nama apa?” “Yang akan dipanggil!” “Despion!” Akhlis berteriak memanggil-manggil nama itu dengan kuat hingga cangkir tersebut bergetar. Asap menghilang dan Akhlis tidak lagi berbicara. Ia diam menatap mereka. Ia mengambil darah yang ada di dalam cangkir, lalu menuliskan sebuah kontrak di lantai. Kokytos, Bia, dan Hebe harus menyingkir agar ia bisa menulis kontrak tersebut. Mereka berdiri menyandarkan diri mereka di dinding.  Selesai ia menulis dengan darah tersebut, sebuah simbol ada di tengah-tengah kontrak tersebut. Ia menyuruh Kokytos untuk meletakkan jarinya di tengah-tengah simbol dan membiarkan kontrak itu mengambil sebagian dari darahnya. Ia melakukannya, lalu berteriak saat tangannya terasa ditusuk dan mengeluarkan darah.  Bia dan Hebe menutup mata karena tidak sanggup melihatnya. Saat sudah selesai mengambil darah, Kokytos menarik tangannya dan kontrak yang tertulis di lantai masuk melalui luka di jari telunjuk Kokytos.  “Sudah selesai!” Kata Akhlis tersenyum. Mereka memastikan keadaan Kokytos. Hanya saja sedikit syok dengan apa yang terjadi barusan. Ia melihat jari telunjuknya, dan lukanya tertutup sendiri. Ia mencoba mencari apakah ia merasa ada yang sakit. Ternyata tidak ada. Ia merasa baik-baik saja. “Aku baik-baik saja!” Kata Kokytos kepada mereka berdua. Akhlis tertawa melihat mereka. “Tentu kau baik-baik saja. Ini hanya sebuah perjanjian. Ketika perjanjian dilanggar maka akan ada akibatnnya. Itu yang mungkin sulit untuk ditanggung!” Kata Akhlis. “Apa akibatnya? Kau tidak ada mengatakan tentang akibat!” Kata Kokytos. “Akibatnya, nyawamu akan hilang, meledak dan menjadi udara surga. Kau tidak akan masuk ke sumur kebinasaan, karena itu masih bisa membawa mu kembali ke Surga. Kau akan jadi udara yang tidak akan bisa hidup.” Kata Akhlis. Mereka tidak tahu itu yang termasuk dalam perjanjian membawa Despion kembali ke surga. “Apa yang bisa membuatnya melanggar perjanjian ini?” Tanya Bia. “Jika ia berubah pikiran saja. Aku rasa kau tidak akan berubah pikiran!” Kata Akhlis sambil membersihkan kotoran-kotoran di bajunya. “Sekarang, kita akan pergi mencari buah darah. Setelah itu kita bisa pergi ke sumur kebinasaan. Sedikit lagi. Ayo!” Kata Akhlis bersemangat. Mereka pun pergi keluar. Mereka tidak tahu kemana Akhlis akan membawa mereka. Mereka berjalan dan keluar dari wilayah surga bagian ke lima. Mereka menuju wilayah surga bagian ke tiga. Karena hanya disini daerah yang memiliki buah.  “Kita sudah mutar-mutar di seluruh wilayah ini!” Kata Bia kepada mereka. Ia merasa sudah bolak-balik dari kemarin.  Akhlis pergi ke daerah terpencil. Sebelumnya Bia tidak pernah kesana. Daerah itu berada di belakang pasar buah. Mereka melewati g**g-g**g kecil hingga terdapat sebuah rumah kecil yang berada di pojok g**g. Rumah itu dikelilingi oleh pohon-pohon tinggi dan lebat. Ada akar gantung yang muncul dari ranting-rantingnya menjuntai ke bawah tapi tak sampai tanah.  “Ini pohon yang unik!” Kata Hebe sambil memegang akar tersebut. Tiba-tiba akar tersebut bergerak dan Hebe berteriak. Mereka melihat apa yang terjadi dengannya. “Akar itu bergerak!” Jelas Hebe. Akhlis menjelaskan kepada mereka. “Itu namanya pohon kehidupan. Itu pohon yang bisa bergerak, tapi ia tidak akan mencelakaimu. Kemarin keluarga Dewa Y mencoba menggunakan musiknya, dan akar-akar ini menari-nari layaknya tangan penghuni surga. Sangat seru saat akar-akar itu dihiasi oleh lampu-lampu cantik!”  “Tidak adakah buahnya?” Tanya Bia. “Aku belum tahu! Kita akan coba tanya pemiliknya nanti!” Kata Akhlis. Ia menunjuk rumah yang dikelilingi oleh pohon kehidupan itu. “Aku rasa dia tahu, tapi dia tidak mau mengatakannya!” Kata Bia. Ia sudah curiga dari awal kenapa nama itu disebut pohon kehidupan.  Semakin lama, semakin sulit untuk berjalan menuju rumah yang dikelilingi oleh pohon-pohon itu. Anehnya, mereka bisa melihat dari jauh rumah yang ada di tengah-tengah pohon. Tapi, lama kelamaan, ketika masuk mendekati rumah itu, pohon-pohon tersebut semakin merapat dan ada banyak akar-akar gantung yang menghalangi jalan mereka. Hebe kadang harus berlari dan menjerit, lalu bersembunyi di belakang pundak Bia karena takutnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD