Tidak Sabaran

1161 Words
Putri Adora tidak pernah berhenti tersenyum, sejak sore hatinya sangat senang. Ia sudah tidak sabar untuk bertemu Asoka. “Tok..Tok…!!” Terdengar pintu diketuk, ia tersenyum. “Ah, itu pasti Kudra!” tebaknya dengan senang. Ia bergegas menuju pintu lalu membukanya. Kudra berdiri di depannya sambil tersenyum. jaraknya pun tidak lebih dekat Dario satu meter. “Tuan putri sudah siap?” Kudra bertanya. “Iya, aku masuk sebentar,” putri Adora kemudian masuk mengambil mantelnya dan kembali keluar. “Ayo, aku sudah siap!” ucapnya penuh semangat. Keduanya pun pergi meninggalkan tempat menuju hutan. Sementara itu, Asoka dan Asyaq tampak mengawasi jalannya latihan. Setiap prajurit terlihat fokus menyimak apa yang panglima mereka arahkan. Wajah- wajah serius dan penuh ketegangan pun tampak jelas tergambar di wajah mereka. Bagaimana tidak, latihan ini adalah bentuk pembuktian atas latihan keras mereka selama ini. Latihan ini pula yang akan menentukan siapa yang terhebat dan terkuat diantara mereka. Hal ini yang akan menjadikan mereka disegani oleh satu sama lain. Asyaq berpatroli di sekitar kawasan latihan, mengawasi keadaan jangan sampai ada mata-mata musuh yang mengintai kegiatan rahasia mereka. Bukan hanya ia saja, tapi beberapa serigala pun ikut mengawasi sekitar. Latihan pun dimulai. Sepuluh diantara mereka maju ke depan. “Ingatlah, saat mengeluarkan kekuatan kalian, lakukan dengan kuda-kuda yang kuat agar saat cahaya biru keluar, tubuh kalian tidak akan bergeser. Lakukan dengan benar sesuai latihan, jika serangan meleset, hutan ini yang akan menjadi sasaran api biru yang teramat panas itu. Mengerti?!” ucap sang panglima dengan penuh ketegasan. “Mengerti, panglima…!!” jawab kesepuluh prajurit itu dengan penuh semangat. “Baik, kalian mulai saja,” ucap panglima memberi aba-aba. Kesepuluh prajurit itu tampak bersiap, memasang kuda-kuda dan berusaha yang terbaik. Panglima memeriksa satu persatu prajuritnya sebelum mereka benar-benar memulai serangan. Ada sepuluh bongkahan batu titanium yang ada di hadapan mereka. Tugas mereka adalah menghancurkan bongkahan batu itu. Para prajurit itu mulai bersiap, secara bersamaan mereka memasang posisi kuda-kuda lalu mengarahkan kedua telapak tangan ke batu yang ada di hadapan mereka. Detik kemudian cahaya biru seketika keluar dari telapak tangan mereka. Sinar biru itu mengarah langsung ke bongkahan batu. “Duarr…!!!” dentuman besar terdengar seiring dengan hancurnya beberapa batu. Tapi anehnya ada dua buah batu yang tidak hancur. Semua orang menoleh ke arah kedua prajurit yang hanya berdiri sambil tertunduk dengan perasaan bersalah. Sang panglima memberi isyarat kepada para prajurit yang telah berhasil menghancurkan batu untuk meninggalkan tempat, ia lalu menghampiri kedua prajurit yang gagal menghancurkn batu. “Apa masalah kalian?” tanya sang panglima. Keduanya mangangkat kepala dan menatap panglima dengan tatapan menyesal. “Maafkan kali panglima, kami…” “Jawab bergantian…!” Keduanya saling pandang dan saling melempar isyarat untuk menjawab terlebih dahulu. ‘”Jawab…!” bentak sang panglima. Suasana menjadi tegang, semua orang terdiam menunggu jawaban dari kedua prajurit yang gagal itu. Sedang Asoka hanya menatap kejadian itu dengan seksama di atas pohon. “Sa…saya tidak bisa mengedalikan kekuatan cahaya biru itu panglima. Hawa panasnya seakan membakar d**a saya saat mencoba mengeluarkannya, saat latihan pun saya selalu gagal mengeluarkannya,” jawab salah satu prajurit itu. Mendengar jawaban prajuritnya, sang panglima pun berpaling ke arah prajurit yang lain. “Saya kehilangan tenaga saat berusaha mengeluarkan cahaya itu. Tadi waktu persiapan, darah persedaanku tertumpah sehingga saya tidak sempat minum darah saat persiapan tadi,” ucap prajurit itu. Keduanya pun tertunduk. Mereka pasrah mendapatkan hukuman dari kesalahan mereka. meskipun sang panglima terkenal bijaksana , tapi sepertinya untuk kesalahan yang berasal dari ketidaksiapan prajurit sendiri, mungkin akan lain ceritanya. Apalagi melihat wajah panglima sangat dingin. Setelah beberapa lama teerdiam, sang panglima menghembuskan nafas dalam. “Keteledoran dan ketidaksiapan kalian sangat tidak dibutukan di sini. Kali ini saya maafkan, dan buat diri kalian berguna setelah mendapatkan sekali lagi kesempatan. Lakukanlah dengan baik, pergilah dan tunggu giliran paling akhir kalian. Jika kalian gagal lagi, aku sendiri yang akan melenyapkan kalian, mengerti?!” ucap panglima. Dengan penuh ketegasan. “Baik, pangliam. Terima kasih” jawab mereka serentak lalu meninggalkan arena. Kemudian sepuluj prajurtit pun masuk dan mencoba kekuatan mereka. Kali ini semuanya berjalan lancar. Asoka kembali mengehla nafas lega. Sementara itu, putri Adora melompat ke satu pohon ke pohon lain dengan penuh semangat. Ia benar-benar sudah tidak sabar untuk melihat Asoka. Rasanya ia ingin memiliki kekuatan berpindah tempat dengan sangat cepat agar ia bisa tiba lebih cepat di lokasi hutan yang mereka tuju. “Tuan putri jangan terburu-buru. Kekuatan penghilang jejakmu akan cepat luntur jika kau menggunakan energimu secara berlebih,” ucap Kudra mengingatkan. “Iya aku tahu Kudra. Tapi aku sudah tidak sabar lagi ingin melihat tuan Asoka. Kau cepatlah. Aku saja bisa terbang kesecepat ini,masa kau tidak,” ledek putri Adora sambil tersenyum riang. Ia terlihat sangat bahagia. “Tuan putri jangan meremehkan kekuatan saja, itu karean saya sengaja tidak menggunakannya karena menjaga tuan putri,” bantah Kudra membela dirinya. “Iya..iya aku tidak meraguka itu, Kudra. Kau tidak akan mungkin diperintahkan oleh tuan Riftan untuk menjadi pengawalku kalau kekuatanmu tidak seberapa, makanya ayo cepat, aku ingin sekali melihat tuan Asoka!” seru putri Adora sambil terus melompat dengan cepat. Kudra menggeleng, ia pun terpaksa mempercepat gerakannya untuk mengejar putri Adora yang sudah melesat jauh. Dari jauh terdengar suara dentuman menggelegar, suaranya berkali-kali. Putri Adora menghentikan langkahnya dan berdiri di atas sebuah pohon menatap ke arah cahaya biru yang mengeluarkan hawa panas itu. “Itu cahaya apa , Kudra?!” tanya putri Adora. “Cahaya itu adalah keuatan super yang dipersiapkan untuk setiap prajurit. Prajurit yang memiliki kekuatan itu akan bersiap melawan musuh. Dan mereka di sana untuk menguji coba kekuatan apakah mereka sudah siap menggunakannya atau belum,” ucap Kudra menjelaskan. “Hawanya panas sekali?” putri Adora mengeluh. Ia tampak ragu untuk melangkah lebih dekat lagi. “Iya tuan putri, hawa panas itu memang sangat berbahaya. Kita seharusnya jangan mendekat lebih dari ini,” ucap Kudra mengingatkan. “Tapi bagiamana aku bisa melihat tuan Asoka kalau kita hanya berdiri saja di sini? apalagi kita sudah jauh-jauh datang ke mari,” ucap putri Adora kembali muram. “Kalau begitu, tuan putri tunggu di sini dulu. Aku akan mencari jalan yang aman untuk sampai ke sana agar tidak ketahuan,” ucap Kudra. “Baiklah, aku akan menunggu di sini. Tapi jangan lama-lama, ya?” Kudra mengangguk lalu melompat dan menghilang di balik gelapnya malam. Putri Adora berdiri dengan tidak tenang di tempatnya, sudah beberapa menit berlalu tapi Kudra belum datang juga. Ia semakin tidak sabar. “Ke mana Kudra, kenapa ia belum datang juga?” gumannya gelisah. Kudra terbang dengan sangat cepat ke arah tempat sebelumnya. Pasti putri Adora sudah menunggunya dengan tidak sabar. Ia memang sangat kesulitan mencari jalan pintas yang aman, karena semua tempat sudah diselimuti oleh gelombang panas dari cahaya biru itu. Batu setelah mencari beberapa lama, ia akhirnya menemukan satu jalan yang lumayan aman. Kudra melompat dan tiba di pohon tempat ia meninggalkan putri Adora. “Putri aku sudah mendapatkan tem… tuan putri?!” Kudra terkejut karena ia tidak melihat keberadan putri Adora di tempat tadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD