Menerima

1125 Words
“Tuan putri, hamba mohon makanlah…” berulang kali sang pelayan membujuk putri Adora untuk makan tapi sejak seminggu yang lalu ia menolak untuk makan apa-apa. Darah pun ia hanya cicipi sedikit saja. “Bawa pergi semua makanan itu Rieta, aku sama sekali tidak ingin makan,” tolak putri Adora sambil membalikkan tubuhnya, memunggungi pelayannya. “Kalau begitu minum darah ini saja, yang mulia. Sudah seminggu ini Yang Mulia hanya minum darah sedikit, nanti yang mulia bertambah sakit.” Sang pelayan tidak berhenti membujuk putri Adora. “Tidak, aku tidak akan makan apa-apa. Aku memang sudah sakit. Jadi biarkan saja aku seperti ini, kau tidak perlu repot-repot membujukku karealna sampai kapanpun aku tidak mau makan. Sebaiknya kau tinggalkan aku sendiri,” ucap putri Adora. Sang pelayan hanya bisa menghela nafas dalam, tiba-tiba pintu terbuka dan raja Addan masuk. “Yang Mulia…” sapa Rieta sambil menghaturkan sembah dengan membungkuk dalam di hadapan sang raja. Raja hanya mengangguk kecil dan melangkah menghampiri putri Adora yang masih berbaring. “Putriku, kau tidak mau bangun dan makan sesuatu?” ucap raja. Putri Adora tidak menjawab. Raja lalu menyentuh lengan purtinya dan mengelusnya dengan lembut. “Ayo bangunlah, kau jangan seperti ini. Makanlah sesuatu agar jika Riftan datang malam ini, kau akan punya kekuatan menyambutnya nanti. Mendengar ucapan sang ayah, putri Adora langsung bangkit dari rebahnya dan menatap ayahnya tanpa kedip. “Benarkah Riftan akan datang, Ayah?” mata Adora berbinar indah. Sang raja tersenyum dan mengangguk. “Iya, maka dari itu, persiapkan dirimu,” ucap raja sambil membelai rambut panjang putrinya. Putri Adora mengangguk dengan antusias. Sejak pesta malam itu dan kepergian Riftan tanpa memberinya keputusan, baru kali ini raja melihat senyum indah putrinya, dan hal itu membuatnya sangat senang sekaligus lega. Rieta senang melihat putri Adora akhirnya bisa makan, tuan putrinya itu terlihat makan dengan lahap. Setelah makanannya habis, putri cantik itupun masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. “Tuan putri tampak begitu cantik,” puji Rieta. Ia berdiri memandangi Adora tang sedang dirias oleh salah satu perias pribadinya. “Sudah, jangan memujiku terus. Nanti kecantikanku hilang dan Riftan tidak bisa melihat apa-apa, tegur putri Adora dengan wajah yang bersemu merah. “Tuan Riftan akan sangat beruntung mendapatkan yang mulia. Beliau juga sangat tampan, jadi tuan putri memang sangat cocok dan serasi dengannya,” ucap Rieta. Adora hanya tersipu mendengar ucapan pelayannya itu. Hatinya sedang berbunga-bunga membayangkan wajah tampan Riftan. Sejak pertama kali melihat pria itu, ia masih berumur 12 tahun. Adora adalah keturunan vampir yang paling muda jika di bandingkan dengan vampir lain yang sudah berumur ratusan bahkan ribuan tahun. Saat itu ia sudah jatuh cinta kepada Riftan dan memendam perasaanya sendiri tanpa diketahui oleh siapapun. Saat perayaan hari kegadisannya, ia melihatnya lagi seakan dirinya sudah ditakdirkan berjodoh. Riftan yang selama ini ia cintai, ternyata belum memiliki pasangan jiwa. Oleh karena itu, sebelum terlambat, ia pun tanpa bertanya langsung menunjuknya sebagai pasangan tanpa mempedulikan besarnya resiko yang ia harus tanggung jika seandainya Riftan menolaknya. “Tidak, Rieta. Aku yang akan sangat beruntung memiliki pasangan jiwa yang sangat aku cintai. Jika pun ia belum mencintaiku, aku bersumpah akan membuatnya jatuh cinta kepadaku,” ucap putri Adora dengan penuh keyakinan. “Hamba sangat yakin, tuan Riftan juga mencintai yang mulia, jadi jangan khawatir. Lagipula, siapa yang tidak akan jatuh cinta setelah melihat gadis tercantik seperti yang mulia? bahkan yang tercantik di seluruh penjuru dunia.” Rieta kembaIi menyanjung majikannya. Tok…tok… “Yang mulia, tuan Riftan sudah datang…” tiba-tiba suara dari luar mengejutkan mereka. “Hah..?! tuan Riftan sudah datang? Katanya masih ada beberapa jam lagi. Aduh, bagiamana ini. Aku masih belum siap..” panik Adora. “Tenanglah yang mulia, tidak pelu cemas begitu. Yang Mulia sudah sangat siap menemui tuan Riftan. Nah, ayo berdiri dulu, hamba ingin melihat penampilan yang Mulia.” Putri Adora pun dengan patuh melakukan apa yang di ucapkan sang pelayang. Ia berdiri dengan canggung di depan cermin, melihat bayangan perempuan super cantik di hadapannya. “Aku yakin, tidak ada yang lebih cantik dari yang Mulia di dunia ini. ayo, temuilah tuan Riftan, pasangan jiwa yang mulia,” ucap Rieta sambil tersenyum. Putri Adora mengangguk kecil dengan wajah yang memerah. Ia pun melangkah keluar dari chambernya dan berjalan menuju ruang utama. “Tuan Riftan…” Riftan yang sedang berbincang dengan raja langsung menoleh kearah suara lembut yang tiba-tiba terdengar. Ia tertegun saat melihat seorang gadis sangat cantik yang kecantikannya hampir disetarakan dengan bidadari kahyangan. Mata Riftan menatapnya tanpa berkedip, raja hanya tersenyum kecil melihat betapa aura kecantikan putrinya mampu menghipnotis Riftan. Baru setelah ia berdehem, Riftan tersadar dan bangkit untuk menyambut putri Adora. “Ah, tuan putri Adora…” ucap Riftan sedikit kikuk karena kedapatan memandangi wajah tuan putri. Asoka hanya melirik Riftan yang tampaknya tidak bisa mengalihkan pandangannya dari putri Adora. “Maaf, jika saya membuat tuan Riftan menunggu lama,” ucap putri Adora dengan mata yang berbinar terang menatap penuh damba kearah Riftan. “Tidak apa yang mulia, saya juga tengah berbincang dengan yang mulai Raja,” ucap Riftan. “Ah, baiklah kalau begitu bagiamana kalau kita memberi mereka waktu berbincang secara pribadi, tuan Asoka,” ucap raja sambil menatap penuh arti kearah Asoka. “Oh, iya, tentu saja yang mulia, lagipula saya juga kebetulan ingin bicara hal penting dengan yang mulia,” ucap Asoka. “Baiklah, kami akan tinggal sebentar. Kalian silakan lanjutkan berbincangnya,” ucap raja kepada Riftan dan putrinya. Keduanya pun mengangguk. Setelah raja dan Asoka pergi, keheningan kembali menyelimuti mereka. keduanya tampak tidak berani membuka suara, mereka terlihat canggung. Riftan menghela nafas panjang lalu menatap putri Adora. “Tuan putri, apakah saya bisa bertanya , kenapa anda bisa memilih saya sebagai pasangan jiwa Anda?” Riftan membuka suara. “Apakah saya harus menjawab alasan yang sudah jelas-jelas terlihat di tatapan mataku, tuan Riftan?” “Saya ingin mendengar alasan tuan putri.” “Aku memilihmu karena sudah sejak lama aku jatuh cinta kepadamu.” Keheningan kembali tercipta, Riftan tidak menyangka jawaban Adora seperti itu. Bagaimana bisa putri ini mencintainya. “Tapi aku tidak mencintaimu, tuan putri,” sanggah Riftan. Ia berharap dengan penolakan halusnya, putri cantik di hadapannya ini akan menyerah dan membatalkan pilihannya. “Aku tidak peduli, karena aku akan membuatmu jatuh cita padaku nanti,” jawab putri Adora dengan yakin. “Apa Anda yakin? Bagaimana kalau seandainya saya mencintai orang lain?” pancing Riftan. Mendengar itu, putri Adora menatap Riftan dengan tatapan dalam. Riftan sangat yakin hati putri ini mulai goyah. “Saya tetap akan membuatmu jatuh cinta kepadaku.” Tidak disangka, putri Adora ternyata seyakin itu dengan kekuatan cintanya hingga ia tidak peduli dengan ucapan Riftan. Riftan pun menghela nafasnya dalam. “Baiklah, saya menerima permintaan tuan putri sebagai pasangan jiwa Anda. Tapi dengan syarat.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD