Rencana Terselubung

1106 Words
“Syarat?” putri Adora menatap bingung. “Iya, syarat,” tegas Riftan. “Apa syaratnya?” “Selama kita menjadi pasangan, saya tidak akan pernah menyentuh Anda jika saya belum mencintai Anda, jadi Tuan putri hanya akan mendapatkan pengakuan saya saja. Syarat selanjutnya adalah, bahwa saya tidak akan tinggal di istana. Jadi jika Anda ingin ikut atau tetap di sini itu terserah Anda,” ucap Riftan. Putri Adora terdiam sejenak lalu menatap Riftan. “Jika dengan mengikuti syarat itu, saya bisa menjadi pasanganmu, saya rela bahkan melakukan apa saja,” ucap putri Adora dengan mata yang bercahaya. Perasaan Riftan menjadi gusar, ternyata putri mahkota ini sangat menginginkan dirinya. Hatinya menjadi gundah, terlebih saat bayangan wajah Nayya terlintas di pikirannya. Hanya untuk sementara ini, Riftan. kau tidak punya pilihan lain. Ia kembali meyakinkan dirinya. “Baiklah…” ucapnya terlihat pasrah. Putri Adora tersenyum bahagia, gigi putihnya yang tersusun rapi tampak indah berkilau di balik mulutnya yang kecil menggemaskan. Tapi semua itu sama sekali tidak berpengaruh kepada Riftan. Hatinya menjadi kacau, ia benar-benar sangat berat menerima semua ini. “Berarti, mulai malam ini kita menjadi pasangan. Terima kasih karena kau telah menerimaku, untuk sementara ini, hanya itu yang aku butuhkan. Aku sudah membayangkan hidupku akan hancur jika ternyata kau menolakku karena telah memiliki pasangan. Tapi kau menerimaku meski tidak mencintaiku, aku benar-benar sangat bahagia,” ungkap putri Adora. Riftan hanya terdiam, ia tidak bisa berucap satu kata pun. Ia merasa sangat bersalah kepada Nayya. Sementara itu di waktu yang sama, Nayya yang sedang mengetik di laptopnya seketika merasakan sakit dan panas di dadanya. “Akh… kenapa dadaku sakit begini? padahal selama ini aku tidak pernah merasakan apa-apa? apa jantungku bermasalah ya?” gumannya sambil meringis. Ia beranjak dari didiknya dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Setelah beberapa saat ia merasa lebih baik, ia kembali melanjutkan tulisannya. “Sebaiknya aku periksa ke dokter nanti. Aneh, padahal aku tidak pernah merasakan apa-apa sebelumnya. Kenapa tiba-tiba sakit, ya?” gumannya bingung. *** Riftan dan putri Asoka kembali saling terdiam, Riftan merasa tidak perlu menjawab apapun lagi karena tugasnya sudah selesai, sedangkan putri Adora hanya tersenyum senang. “Oh sepertinya kalian sudah menyelesaikan percakapan kalian,” tiba-tiba suara sang raja memecah kesunyian. Keduanya mengangkat kepala dan menatap raja yang sudah duduk di hadapan mereka. “Iya, ayah dan mulai sekarang kami sudah menjadi pasangan,” ucap putri Adora dengan antusias. “Wah, benarkah sayang? kalau begitu selamat untuk kalian berdua. Tuan Riftan, terima kasih telah menerima putriku,” ucap raja dengan senyum mengembang. “Sama-sama Yang Mulia,” balas Riftan sambil melirik ke arah Asoka yang mengangguk ke arahnya. “Kalau begitu, besok malam akan ada perayaan peresmian hubungan kalian. Kita akan mengundang semua kalangan untuk datang,” ucap raja dengan penuh antusias. Riftan tentu saja terkejut. “Tapi apakah harus seresmi itu , Yang Mulia? Kami rasa mengetahui satu sama lain kalau kami adalah pasangan itu sudah cukup.” Riftan mencoba membantah. “Oh, tidak bisa. Kalian adalah pasangan yang harus menjadi contoh untuk semua kalangan vampir. Hubungan kalian harus dipertegas agar semua orang tahu kalau kalian adalah pasangan jiwa yang abadi. Di pesta nanti tabib akan mengunci jiwa kalian agar tidak akan terpisah satu sama lain meski apapun yang terjadi. Aku baru akan merasa lega jika semua itu sudah dilakukan.” Mendengar ucapan raja, wajah Riftan berubah tegang. Penguncian jiwa akan menyatukan kedua pasangan jiwa secara permanen, tidak akan bisa terlepas selamanya. Bagiamana ia bisa melakukan itu sedangkan ia memiliki wanita yang sangat ia cintai dan merupakan pasangan jiwa alaminya. Riftan pun menoleh ke arah Asoka yang sama tegangnya. “Ah, apa sebaiknya tidak perlu seperti itu, Yang Mulia. Karena kami harus melalu masa perdekatan terlebih dahulu. Jika tiba-tiba jiwa kami terkunci pasti tubuh kami akan merasakan sakit.” Riftan mencoba menjelaskan. “Benar, Ayah. Tubuh Riftan akan merasakan sakit,” imbuh putri Adora. Mendengar hal itu, raja bisa mengetahui jika Riftan belum menyukai putrinya, tapi justru hal itulah yang raja khawatirkan sehingga ia punya pikiran utuk mengadakan ritual penguncian untuk jiwa mereka agar Riftan tidak akan bisa berpaling lagi. Wajah raja berubah serius, ia menatap Riftan dan Adora bergantian. “Ini sudah keputusanku sebagai raja dan penguasa. Karena kalian sudah memutuskan untuk menjadi pasangan, maka aku akan mengamankan semuanya.” Raja menjeda kalimatnya lalu menatap ke arah Riftan. “Tuan Riftan, kau sebaiknya menerima hal ini karena apa yang akan aku lakukan adalah untuk kebaikan kalian berdua. Baiklah, karena sudah diputuskan, aku akan masuk dulu. Oh iya, besok malam ada utusan istana akan menjemputmu atau kau bisa tinggal saja di istana ini sampai acara selesai,” tegas raja. Mendengar hal itu tentu saja Riftan tidak terima, wajahnya berubah menggelap dan tatapannya berkilat. Asoka yang sangat peka dengan perubahan suasana hati Riftan langsung menyentuh pundak sahabatnya itu. Saat Riftan menoleh ke arahnya, Asoka memberinya isyarat untuk tetap tenang. “Ah, Yang Mulia, Sebaiknya kami pulang saja untuk mempersiapkan segala sesuatunya.” Asoka dengan cepat mengambil alih pembicaraan, karena ia yakin jika Riftan yang berbicara akan ada huru hara setelahnya. “Baiklah kalau begitu, tuan Asoka.” Raja langsung menyetujui ucapan Asoka. “Terima kasih Yang Mulia, kalau begitu kami mohon undur diri,” pamit Asoka. Mereka berdua meninggalkan ruangan itu dan menghilang dalam kegelapan malam. Raja hanya menatap kepergian keduanya dengan menghela nafas. Ia lalu menatap ke arah putri Adora yang hanya terdiam. Raja memiliki kecurigaan jika Riftan tidak tulus pada putrinya, maka dari itu ia akan mengunci jiwa mereka dan menyatukan paksa keduanya, itulah jalan satu-satunya agar hidup putrinya bisa terjamin. Ia kembali teringat oleh mendiang permaisurinya yang mati beberapa waktu lalu. Ia tidak nasib putrinya sama dengan ibunya yang meninggal katena ditinggal oleh pasangan jiwa yang ia pilih. Meskipun raja akhirnya datang sebagai penyelamat, ia sudah terlambat karena jiwa permaisurinya sudah terpaut dalam dengan jiwa pasangannya terdahulu, sehingga pada saat pasangannya itu memutuskan untuk meninggalkannya, jiwa permaisurinya patah dan hancur. Sampai ia meninggal. Raja tidak ingin putri Adora di sia-siakan oleh Riftan. Kalau sampai Riftan ternyata menerimanya hanya agar hidup putrinya tidak hancur, maka ia akan cepat-cepat menjaga jiwa Riftan agar tidak akan bisa lepas lagi dengan jiwa putrinya. “Putriku, masuklah dan beristirahatlah. Besok malam akan menjadi hari kebahagiaanmu,” ucap sang Raja kepada putrinya. Putri Adora mengangguk dan melangkah pergi. Sementara itu, dia kastil, terlihat Asoka berlari cepat menjauhi kejaran Riftan. Tapi pada saat ia hendak memasuki kamarnya, Riftan dengan cepat menerjangnya dengan sebuah tendangan sehingga Asoka terhuyung. Tidak sampai di situ, tangan Riftan sudah berada dia leher Asoka dan mencekik leher sahabatnya itu. Tatapannya Riftan berkilat, ia terlihat murka dan geram. Dengan penuh emosi ia mencekik leher Asoka tanpa sedikitpun merasa ragu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD