Menggigit

1065 Words
Reno terlihat keberatan. “Kenapa turun, bukankah Nayya harus segera pulang?” tanyanya bingung. “Maaf ya Ren, aku mau mengajak Nayya ke suatu tempat dulu. Dan ini penting. Yuk, Nay,” ucap Sonia sambil meraih tangan Nayya dan meninggalkan Reno yang kebingungan. Nayya hanya mengikuti langkah Sonia, ia juga tidak bertanya ke mana sahabatnya itu akan membawanya pergi. Sonia juga tidak berbicara apa-apa, Nayya merasa Sonia bertingkah aneh. Biasanya Sonia akan berceloteh tanpa henti sepanjang perjalanan, tapi kali ini Sonia sama sekali bukan seperti dirinya. “Sonia…” panggil Nayya. Sonia tidak menjawab, ia hanya terus berjalan. Nayya menghentikan langkahnya sehingga Sonia yang memegang tangannya juga ikut berhenti. Sonia menoleh ke arahnya. “Kenapa berhenti? Ayo, sebentar lagi kita kan sampai,” ucap Sonia. Nayya semakin merasa sikap Sonia aneh. Sonia kemudian menarik tangan Nayya tapi Nayya tidak beranjak dari tempatnya. “Aku tidak akan pergi ke mana-mana, katakan padaku, kenapa kita berjalan ke arah tempat terpencil ini? apa yang sudah dosen itu bicarakan padamu?” tanya Nayya mulai curiga. Ia khawatir, dosen itu menggunakan pesonanya kepada Sonia untuk mempengaruhi sahabatnya ini. “Nayya, kenapa kau bicara padaku seperti itu? kau mencurigaiku bekerja sama dengan pak Riftan untuk menjebakmu, begitu? apa aku terlihat seperti sahabat yang akan berkhianat demi pengaruh seseorang?” sanggah Sonia. Nayya terdiam mendengar ucapan Sonia, perkataan sahabatnya itu ada benarnya, mana mungkin Sonia akan mengkhianatinya. Persahabatan mereka tidak sedangkal itu untuk saling mencurigai. Tapi kenapa ia merasa ada yang tidak beres dengan sikap Sonia. “Kalau begitu katakan padaku, kemana kau akan membawaku?” tanya Nayya kemudian. “Dia tidak tahu apa-apa, aku yang memintanya membawamu ke tempat ini.” Tiba-tiba terdengar suara pria, Nayya menoleh dan melihat Riftan sedang berdiri bersandar di batang pohon sambil melipat tangan di d**a. Sedangkan Sonia hanya terdiam di tempatnya tanpa bereaksi. Nayya sontak mundur beberapa langkah, ia kembali merasa gelisah dan ketakutan. Tapi ia juga geram, pria ini ternyata sudah melakukan sesuatu kepada Sonia sehingga sahabatnya itu tampak seperi orang kebingungan. “Kau?! Apa yang kau sudah kau lakukan terhadap temanku? Kenapa kau membawaku ke tempat ini, apa maumu…?!” cecar Nayya penuh emosi. Riftan tersenyum, ia beranjak dan melangkah menghampiri Nayya. Meskipun dirinya mulai gentar, Nayya berusaha bersikap biasa. Ia tetap berdiri di tempatnya seakan menantang Riftan. “Ah, kau membuatku gila, Nayya…” Riftan tiba-tiba mendesah lirih. Ia menghentikan langkahnya saat berada tepat di hadapan Nayya. Mereka bahkan hanya berjarak beberapa jengkal saja. Riftan terlihat memejamkan matanya, mulutnya terkatup rapat dan rahangnya mengeras. Nayya menelan ludah keringnya. Ia mulai kehilangan keberanian, tapi ia berusaha untuk tetap kuat. Ia melirik ke arah Sonia yang masih berdiri mematung. Sahabatnya itu kini seperti patung boneka tak berjiwa. Tiba-tiba bulu kuduknya meremang. Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Nayya mulai takut. Ia mundur beberapa langkah, rasanya ingin sekali ia melarikan diri tapi melihat sahabatnya yang sama sekali tidak bergerak, ia mengurungkan niatnya. “Siapa, kau siapa sebenarnya?” Nayya mulai gentar dan ketakutan. Pria misterius ini bukan orang biasa. “Apa kau benar-benar sudah melupankanku, Adelia?” Riftan melangkah mendekati Nayya yang sudah mulai menggeleng ketakutan. “Si..siapa Adelia? Kau jangan mengada-ngada! Aku bukan orang yang kau maksud. Kau pasti sudah salah mengenali orang dan se..sekarang kau mau menculik kami karena kau pikir aku adalah orang yang maksud itu. Tapi aku bersumpah, aku sama sekali tidak mengenalmu. Jadi aku mohon, tolong lepaskan kami.” Nayya masih berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk meminta kebaikan hati pria itu. Meskipun ia tidak yakin kalau ia akan berhasil. “Dan kau sekarang benar-benar telah membuatku kecewa, Adelia.” Riftan terus melangkah menghampiri Nayya yang sudah semakin tersudut. “Ja..jangan mendekat, aku mohon. Kalau tidak…” Pinta Nayya, air matanya mulai berjatuhan. “Kalau tidak?” “Aku akan melaporkan semua kejadian ini kepada Mama. Bukankah kau adalah pria yang sama yang telah berbuat baik kepada kami dengan memberikan lahan yang kami tempati sekarang? Jadi apakah kau akan membuat mama tidak percaya lagi kepadamu? Kalau aku melaporkan ini, mama pasti akan menganggapmu orang jahat,” ucap Nayya mencoba mengancam. Ia hanya mengarang sekenanya. Tapi bukannya ketakutan, Riftan malah tersenyum. “Kau itu lucu sekali, aku malah semakin ingin menghi…. Ah apa aku lakukan itu sekarang saja?” Riftan terlihat mulai gelisah. Nayya mulai panik. “Apa..apa yang kau mau lakukan. Jangan kurang ajar padaku..!” Riftan mengangkat tangannya dan menyentuh puncak kepala Nayya, seketika rasa hangat menjalan ke seluruh tubuh Nayya, ia merasa tenang. Ketakutan dan rasa gelisah yang ia rasakan perlahan hilang. “Kau tidak akan mengingat apa pun yang akan aku lakukan padamu saat ini.” Nayya mendengar ucapan itu dengan jelas di telinganya. Tapi ia merasa tenang, tidak ada perlawanan yang ia tunjukkan. Ia hanya menatap Riftan tanpa kedip. Melihat mata tajam Riftan, menyaksikan kornea hitam itu berubah menjadi warna merah semerah darah. Nayya juga dengan sangat jelas melihat taring panjang yang keluar perlahan dari mulut Riftan. Taring itu bertambah panjang , namun lagi-lagi tidak ada rasa takut, hanya rasa tenang yang ia rasakan. Seolah apa yang ia lihat itu adalah hal yang normal. Perlahan Riftan mendekatkan wajahnya ke leher putih Nayya, gadis itu menahan nafasnya. Dan sedetik kemudian ia merasakan darahnya mengucur keluar dari tubuhnya. Suara hisapan demi hisapan darah tersedot dari tubuhnya. Namun, tidak ada rasa sakit yang ia rasakan. Ia hanya mengantuk dan ingin tertidur. Sungguh matanya sangat berat, benar-benar sangat nyaman. Riftan terus menghisap darah manis yang ia sedang nikmati itu. Tubuhnya terasa sangat ringan, ia bisa merasakan energi bintang perlahan namun pasti mulai kembali terisi dengan kekuatan. Sakit yang selama ia rasakan berangsur menghilang. Ia terus menghisap darah itu lagi dan lagi. “Ah, aku mengantuk…” Riftan yeng sedang menikmati minumannya itu tersentak, ia menghentikan hisapannya dan melepas taringnya dari leher Nayya. Darah segar masih keluar dari leher Nayya. Riftan kembali mendekatkan mulutnya dan menjilat bekas gigitannya. Perlahan bekas luka itu memudar. Keningnya berkerut, ia menatap Nayya yang sepertinya masih tersadar. Ia pikir Nayya sudah kehilangan kesadaran setelah menghipnotisnya. Tapi sepertinya gadis ini masih sadar. Nayya membuka matanya dan menatap Riftan yang menatapnya bingung. “Kau telah mengisap darahku seperti mahluk mitologi itu. Apakah kau seorang Vampir? Kenapa aku seakan pernah melihatmu melakukan ini padaku sebelumnya?” ucap Nayya dengan suara lemah. “Apa?! kau tidak terpengaruh hipnotisku? Ap..apakah kau menyadari yang baru saja aku lakukan kepadamu?” tanya Riftan mulai khawatir. “Tentu saja, kau menggigit leherku di sini dan menghisap darahku…!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD