Terbongkar

1182 Words
Cahaya biru itu membuat seluruh tubuh Riftan menjadi biru. Kedua taring panjang Riftan keluar, mata hitamnya berubah merah. “Ghrrrr….!!” Riftan mengeluarkan suara aneh. Riftan berjalan perlahan ke arah sebuah lemari dan membukanya. Tubuhnya masih mengeluarkan cahaya biru terang. Ia mengeluarkan sebuah botol kecil dari dalam lemari dan meneguknya. Perlahan cahaya biru itu meredup dan menghilang. Ruangan kembali menjadi gelap gulita. Riftan mengenakan kembali pakaiannya, gorden yang tadinya tertutup kembali terbuka dan cahaya pun masuk ke dalam ruangan. Peluh di wajah Riftan masih terlihat, nafasnya masih memburu. Ia sudah kembali ke bentuk normal, hanya saja taringnya masih belum sepenuhnya kembali. “Aku harus bisa menguasai kekuatan ini secepatnya.” Gumannya sambil memejamkan mata. Sejurus kemudian ia pun menghilang dari ruangan itu. Sementara itu di dalam mobil, Nayya banyak terdiam. Ia masih memikirkan kejadian yang baru saja ia alami. Kejadian tidak masuk akal yang sungguh terjadi. Apakah benar ada makhluk sejenis Vampir yang bisa menghisap darah manusia? Meskipun ia tidak ingin mempercayai hal itu, kenyataan yang menimpanya memaksanya untuk meyakini kalau memang ada hal seperti itu di dunia ini. Tapi kenapa, saat Vampir itu menghisap darahnya, ia sama sekali tidak merasakan sakit? ia juga tidak merasa takut sedikitpun. Ia bahkan menyukainya. Hah! apa ia sudah gila? Menyukai jika Vampir menghisap darahnya. Nayya menggeleng mengusir pikiran anehnya. “Apa semuanya baik-baik saja, Nayya?” tanya Reno yang sejak tadi memperhatikan Nayya. “Kau jangan banyak tanya, Reno. Nayya kan baru saja sembuh dari sakit, jadi wajar kalau dia terlihat banyak diam.” Ucap Sonia. Reno tidak menjawab, ia merasa diamnya Nayya itu bukan karena sakit, tapi dia memikirkan sesuatu. “Eh, ngomong-ngomong kenapa kalian lama sekali ke kamar kecilnya. Tadinya ku kira kalian gak jadi pulang,” tanya Reno. Mendengar itu Nayya menoleh ke arah Reno dan menatapnya. “Apa kami tadi bilangnya ke kamar kecil?” tanya Nayya. “Iya, Sonia bilang kau mau ke toilet dulu sebelum berangkat,” ucap Reno. Nayya terdiam, ternyata Reno juga terpengaruh hipnotis. Sebenarnya siapa pria itu? kenapa ia menghipnotis semua orang? Dan kenapa dia menghisap darah? “Tapi kata Nayya aku tadi mengajaknya ke tempat sunyi karena pak Riftan yang minta, tapi aku sama sekali tidak mengingatnya, apa kau tahu sesuatu tentang itu, Reno?” tanya Sonia tiba-tiba. Nayya kembali menatap Reno, menunggu jawabannya. Tapi yang di tatap hanya tersenyum menahan tawa. “Kenapa tidak menjawab? Malah senyam-senyum begitu?” ucap Nayya mulai kesal. “Maaf, kau lucu dengan muka serius begitu. “Huh… dasar…!” Nayya mencubit lengan Reno membuat pemuda itu meringis. “Soalnya kau terlihat ingin sekali mengetahui soal itu,” Reno masih berseloroh. “Udah jawab aja, aku kan yang tadi nanya. Kenapa Nayya yang penasaran.”Sonia menyahut, dia juga juga sama penasarannya seperti Nayya. Kalau memang benar Riftan mengajaknya bicara berdua, itu akan menjadi berita paling heboh di seluruh kampus. “Ya, enggaklah. Mana mungkin seorang Dosen sekelas pak Riftan mau repot-repot datang ke mari hanya untuk memintamu berbicara berdua. Kamu pikir saja pakai logika.” Meskipun jawaban reno terdengar monohok di telinga Sonia, tapi memang benar. Mana mungkin pak Riftan akan mengajaknya berbincang. “Bugh…! “Aww… ! sakit…” Reno kembali meringis setelah mendapat pukulan keras di kepalanya. “Siapa suruh bicara begitu,” ucap Sonia. “Lha, aku kan Cuma menjawab pertanyaanmu. Aku bicara apa adanya.” Reno membela diri. “Tapi kau tidak perlu sampai begitu juga,” “Begitu bagiamana sih, aku bicara jujur.” Reno kembali menimpali. “Sudah dong, jangan berantem! Aku tambah pusing nih,” tegur Nayya sambil memijit keningnya yang terasa sedikit pusing. Keduanya pun terdiam, hingga mobil memasuki halaman panti asuhan mulik keluarga Nayya. Ketiganya pun keluar dari mobil dan melangkah masuk. Ketika pintu terbuka, seorang anak kecil menyapa mereka. “Kak Nayya saudah pulang?” sapanya. “Iya, sayang. Mama mana?” tanya Nayya sambil mencium gadis kecil tadi. Gadis kecil itu senang mendapatkan ciuman dari nayya, tapi saat melihat kedua teman nayya muncul di balik pintu, anak kecil itu langsung berlari ke dalam rumah sambil memanggil mamanya. “Yuk, masuk,” ajak Nayya sambil berjalan masuk ke dalam rumah. Keduanya pun mengikutinya masuk. Reno dan Sonia langsung duduk di ruang tamu. Reno melihat-lihat sekeliling sambil tersenyum. Sedangkan Sonia bersikap santai. Ini sudah kunjungan ke sekian kali untuknya, sedangkan Reno, ia baru menginjakkan kakinya di tempat ini lagi. “Tempat ini sudah banyak berubah, ya?” ucap Reno. “Iya, Mama merawatnya sepenuh hati. Kami hanya membantu seadanya dengan berusaha tidak membuat mama kerepotan. Keduanya mengangguk. “Ibu Nura memang sorang yang sangat baik dan tulus.” Ucap Reno. Tiba-tiba seorang wanita keluar membawa minuman dan cemilan. ‘Wah, ada nak Reno dan Sonia.” sapanya sambil tersenyum. “Keduanya bangkit dari duduk, lalu mencium tangan Nura sebagai tanda hormat. “Nak Reno tidak berubah, masih imut seperti dulu ya.” celetuk Nura. Reno hanya tersipu di puji seperti itu. “Bibi bisa saja,bagaimana kabar Bibi?” tanya Reno. “Baik, Nak. kalau kabar orang tuamu bagaimana?” tanya Nura. “Mereka juga sehat, Bi. Ini, ada ada titipan dari Mama buat Bibi. Mama katanya belum semat main ke sini, karena pekerjaan.” Ucap Reno sambil menyerahkan bungkusan berwarna kuning kepada Nura. “Wah, terima kasih, ya. Mamamu dari dulu selalu saja suka memberikan sesuatu pada Bibi.” Nura menerima hadiah itu dengan senang hati. ‘Iya, sama-sama, Bi.” “Ayo, di makan kuenya, Nak. Bibi hanya bisa menyajikan ini,” ucap Nura sambil menyajikan minuman kepada Sonia dan Reno. ‘Iya, Bi terima kasih,” keduanya pun mulai mencicipi makanan yang tersedia, “Oh iya Bi, apakah Nayya punya riwayat penyakit jantung atau semacamnya?” Sonia tiba-tiba bersuara. “Tidak, Nayya dari kecil tidak pernah mengalami sakit serius seperti itu. kalau sakit paling, demam atau flu, memangnya kenapa, Sonia?” Nura penasaran. “Oh, tidak apa-apa, Bi. Tadi itu ada sedikit insiden kecil yang…” Sonia menggantung kalimatnya karana melihat sorot mata tajam Nayya yang memberinya kode untuk tidak menceritakan soal itu kepada ibunya. “Insiden kecil apa maksudmu Sonia?” Nura kemabli bertanya melihat Sonia tidak melanjutkan ucapannya. “Oh, maksud saya tadi ada insiden di kampus. Gara-gara salah satu teman di kampus ada yang tiba-tiba pingsan dan kejang-kejang sampai mulutnya berbusa, pihak kampus mewajibkan semua mahasiswa untuk memeriksakan konsisi kesehatan di rumah sakit dan memberikan laporan segera. Iya, begitu, Bi. Makanya aku dan Nayya berencana besok akan ke rumah sakit untuk cek kesehatan.” Sonia berhasil mengarang cerita panjang lebar. “Oh begitu,” ucap Nura sambil mengangguk. Sedangkan Reno hanya mengerutkan keningnya bingung mendengar cerita Sonia. kebohongan apa lagi yang Sonia buat kali ini? Reno yang berniat membantah ucapan Sonia jadi mengurungkan niatnya melihat Nayya menggeleng kepala ke arahnya. Tapi sepertinya Reno tidak ingin Sonia membohongi Nura, sehingga ia membalas gelengan kepala Nayya dengan gelengan kepalanya. Sonia dan Nayya saling pandang, mereka panik karena sepertinya kebohongan mereka sebentar lagi akan terbongkar. “Begini Bibi, sebenarnya Nayya telah…” “Bibi, tahu tidak kalau Reno naksir Nayya?!” Reno dan Nayya terkejut, Nayya melotot ke arah Sonia dan Reno hanya bisa membeku di tempatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD