Terbebas

1120 Words
The third VOP Pria itu melangkah ke arah Nayya sambil mengulurkan tangan. Nayya semakin ketakutan, ia hendak berbalik dan kabur tapi tiba-tiba tubuhnya tidak bisa bergerak, tubuhnya seperti membatu ditempatnya. Kaku dan membatu, kakinya seperti melekat kuat ke tanah. Ia berusaha menggerakkan kakinya tapi percuma. Pria itu tersenyum, ia terlihat menginjak sesuatu di bawah kakinya. Bayangan Nayya di bawah sinar rembulan terlhat seperti di belenggu oleh sesuatu dan Nayya belum menyadarinya. “Ke..kenapa aku tidak bisa menggerakkan tubuhku, apa yang telah kau lakukan? Lepas…lepaskan aku…!” pekik Nayya. Ia terus berusaha menggerakkan tubuhnya. “Percuma kau berusaha lari, kau lihat ini?” pria itu menatap ke bawah kakinya, Nayya pun mengikuti arah tatapan pria itu, ia terkejut melihat bayangan tubuhnya yang bergerak-gerak dengan tali yang terhubung dengan tubuh pria itu. “Kau lihat bayanganmu yang juga ingin lari tapi terikat, tubuhmu akan bergerak hanya jika kau melepaskan ikatan bayanganmu sendiri,” ucap pria itu. “Apa yang katakan itu? sekarang lepaskan aku sebelum kau menyesal. Aku sama sekali tidak ingin mengikutimu. Jadi lebih baik jika kau segera melepaskanku sekarang juga!” Nayya memberanikan dirinya, ia tidak boleh terlihat takut. Di saat seperti ini, tidak ada yang bisa ia andalkan lagi selain dirinya sendiri. “Hah..kau rupanya gadis berani! Aku semakin menyukaimu.” Pria itu semakin mendekat lalu menggerakkan tangannya untuk menyentuh tangan Nayya tapi di luar dugaan, pria itu terlihat seperti tersengat saat ia berhasil menyentuh tangan Nayya. “Ah, kau.. kenapa tubuhmu terasa panas sekali?” ucap Pria itu kebingungan. Senyumnya langsung menghilang. Nayya terkejut. “Ah?” Nayya langsung menyentuh tangannya tapi ia merasa biasa-biasa saja. Ia pun menyadari jika ada sesuatu yang ia genggam sejak tadi. Ia membuka kepalan tangannya, dan melihat kertas yang Asyaq berikan padanya mengeluarkan cahaya hijau. “Ini… pasti kertas ini yang menolongku,” gumannya lirih. Ia pun menatap pria yang ada di hadapannya. “Benda apa yang bercahaya itu? sebaiknya kau melepaskannya,” ucap pria itu. “Kenapa aku harus menurutimu, sekarang lepaskan aku. Percuma saja kau memaksaku untuk ikut denganmu, aku tidak akan mau.” Tolak Nayya dengan penuh percaya diri. Ia sudah sedikit lega karena ternyata ada yang ia bisa andalkan. Tapi pria itu tiba-tiba tersenyum. “Oh,ya? apakah kau tidak akan merasa kasihan dengan temanmu itu? bagaimana jadinya jika aku langsung membunuhnya saja.” Itu menggerakkan tangannya ke arah Asyaq yang masih melayang di atas udara. Nayya terkejut, apalagi ia melihat pria itu sudah lemas tak berdaya. “Asyaq…!!” teriaknya histeris. Ia ingin menghampiri Asyaq tapi tubuhnya masih tidak bisa bergerak. Ia melihat tubuhnya Asyaq berputar-putar di udara dan siap untuk di hempasan ke tanah. “Sebaiknya kau cepat mengambil keputusan, apakah kau ingin melepas yang kau pegang itu atau aku saja yang melepasnya ke tahan,” ucap pria pria itu. Nayya menelan ludahnya bingung. Ia menatap tubuh lemas Asyaq di udara, ia bisa membayangkan jika pria itu jatuh ke bawa sudah di pastikan tubuhnya akan remuk dan hancur. ia tidak bisa membiarkan itu terjadi. Asyaq sudah mengawal dan membantunya selama ini, ia juga sudah ia anggap seperti saudara sendiri. “Ba..baiklah, Aku akan membuang apa pun yang aku pegang, tapi kau harus turunkan tubuhnya dengan perlahan. Sekarang juga.” Nayya mengajukan syarat. “Gadis pintar, itu keputusan yang bijaksana. Baiklah, aku akan menurunkannya sekarang,” ucap pria itu. Nayya melihat tubuh Asyaq turun ke bawah dan tergeletak di atas tanah. “Sekarang giliranmu,” ucap pria itu. Nayya sangat berat ia membuka kepalan tangannya dan menjatuhkan kertas itu. Cahaya hijau yang berasal dari kertas itu seketika hilang. Pria itu menyeringai lebar dan melangkah menghampiri Nayya yang sama sekali tidak bisa bergerak. Ia hanya bisa pasrah, jika memang dirinya kan di mangsa oleh vampir ini, Riftan juga seakan tidak peduli, karena sampai sekarang, pria itu tidak muncul. Nayya memejamkan matanya, menunggu detik-detik pria itu membawanya pergi “Hei, buka matamu dan ikutkan denganku,” ucap pria itu sambil menggerakkan tangannya hendak menyentuh Nayya. “Kau jangan coba-coba menyentuh milikku sedikitpun, Gonzales…!” Nayya tersentak, saat mendengar suara yang ia sangat rindukan. Ia membuka mata dan melihat pria itu masih berdiri di hadapannya. Di saat yang bersamaan, Riftan dan Asoka muncul dengan tatapan tajamnya penuh permusuhan. Nayya secara refleks berlari ke arah Riftan dan memeluknya. Ia lagi-lagi terkejut saat tubuhnya sudah bisa berpindah. Riftan memeluk erat Nayya dan menyeringai ke arah pria itu. Taring Riftan keluar dengan mata yang berubah berwarna merah. Ia lalu menusukkan taringnya ke leher Nayya dan menghisap darahnya degan sangat nikmat. Pria itu mengeram menahan amarah. Ia tidak menyangka akan bertemu Riftan dalam kondisi seperti ini. Apalagi ternyata gadis yang memiliki darah murni itu sudah menjadi milik musuh sekaligus saudaranya itu. ia sudah terlambat, Riftan pasti sudah jauh lebih kuat darinya. Jika ia tinggal lebih lama lagi, itu sama seja dengan membakar dirinya sendiri. Setelah puas, Riftan melepas gigitannya dan menjilati bekas darah yang ada dileher Nayya lalu kembali memeluk gadisnya dengan sangat erat. Memperlihatkan kepada pria itu jika dirinya adalah pemilik gadis yang ada dalam pelukannya itu, sekaligus membuatnya nyali musuhnya itu ciut. “Bagaimana kau masih ingin tinggal untuk mengetes seberapa tinggi ilmuku sekarang, saudaraku? Atau kau akan langsung menyerahkan tubuhmu untuk di bakar,” ucap Riftan menantang. Gonzales mengepalkan tangannya, ia tidak punya pilihan lain, saat ini ia sama sekali tidak bisa melawan Riftan. Ia harus merencanakan sesuatu untuk merebut gadis itu. Ia harus meminum darah gadis itu untuk menandingi kemampuan Riftan, karena hanya itu saja cara untuk bisa melawan dan membunuh Riftan. “Aku akan membunuhmu untuk yang kedua kalinya, Riftan. Camkan itu…!” ucapnya lalu menghilang. Riftan menoleh ke arah Asyaq yang masih tergeletak tak sadarkan diri. Asoka sudah berusaha membuatnya tersadar. Cahaya hijau yang keluar dari telapak tanag Asoka membuat tubuh Asyaq bersinar dan sesaat setelah itu, Asyaq pun berangsur sadar. Saat membuka mata ia tersentak. “Nona Nayya..!!” ia berteriak dan bangkit dari rebahnya. Untungnya Asoka menahan tubuhnya agar tetap berbaring. “Kau tenanglah, gadis itu baik-baik saja,” ucap Asoka. Asyaq baru tersadar, ia menatap Asoka dan melihat sekeliling. “Asoka, di mana Nona Nayya?” aku tidak basi melindunginya,” ucapnya penuh penyesalan. “Dia tidak apa-apa, gadis itu bersama Riftan,” jawab Asoka. “Asyaq apa kau baik-baik saja?” tiba-tiba Riftan sudah berada di dekatnya. “Tuan, maafkan saya. Saya tidak bisa melindungi Nona…” “Tidak apa, Gonzales memang bukan tandinganmu,” ucap Riftan. Asyaq kemudian menatap ke arah Nayya yang sama sekali tidak berani berbicara. Hanya matanya saja yang penuh dengan penyesalan melihat Asyaq yang terbaring lemah. “Kita barus pergi dari sini sebelum Gonzales kembali membawa bantuan, lagipula, aku harus segera menjatuhkan hukuman untuk seseorang,” ucap Riftan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD