Menuntut

1202 Words
Nafas Nayya masih memburu, bahkan keringat di dahinya masih bercucuran. Apa yang baru saja terjadi? Apa ia bermimpi aneh lagi. Tiba-tiba bus berhenti, Nayya kembali tegang. Seorang pria naik ke atas bus dan berjalan menghampiri Nayya. Ia terkejut, rupanya itu pria yang tadi. “Nona, sepertinya Nona sudah menerima pesan Tuan Riftan. Jadi, apakah Nona mau meninggalkan bus ini dan ikut denganku?” ucap pria itu sambil tersenyum. Nayya tidak bersuara, ia hanya menatap pria itu dan menoleh ke arah orang-orang yang sedang menatapnya. Ia kembali teringat dengan mimpi anehnya tadi, kalau ia masih keras kepala mungkin saja kejadian itu akan kembali terulang dan orang-orang tidak berdosa ini yang akan menjadi korban. Nayya mengangguk, pria itu tersenyum puas. Nayya beranjak dari duduknya dan mengikuti langkah pria itu turun dari bus. Setelsh bus pergi, Nayya berdiri mematung di tempatnya. Pria itu sudah berdiri sejak tadi membuka pintu mobil untuk Nayya. “Apa Nona tidak akan terlambat ke kampus?” tanya pria itu. Nayya menatap tajam pria itu. “Aku ingin bertemu dengan tuanmu itu, dia tidak bisa memaksakan kehendaknya seperti ini,” ucapnya geram. “Saya hanya bertugas mengantar Nona ke kampus. Untuk masalah itu, biar tuan Riftan sendiri yang memutuskan. Mari silakan masuk ke mobil, Nona.” Nayya mendengus kesal, dengan berat hati ia masuk ke mobil. Tak lama, mobil pun melaju menuju arah kampus. Tiba di kampus, Nayya turun dari mobil dan langsung masuk menuju kelasnya. “Nayya…!” Sonia berseru. Nayya tersenyum. ‘Hei, kau tidak apa-apa kan?” tanya Nayya khawatir. “Kau ini bicara apa sih? Justru aku yang harus bertanya seperti itu. Apa kau pulang ke rumah dengan selamat? Seingatku aku terpaksa meninggalkanmu di tengah jalan saat perjalanan pulang, aku baru sadar saat tiba di rumah. Aku juga tidak tahu kenapa akhir-akhir ini aku seakan-akan banyak melamun dan melupakan sesuatu. Kau baik-baik saja kan?” ucap Sonia khawatir dan merasa bersalah. Hati Nayya semakin geram terhadap Riftan. Ia sangat sedih melihat Sonia yang biasanya cerewet dan ceria kini tampak kebingungan. Sebenarnya apa yang pria penghisap darah itu inginkan darinya. Kenapa ia selalu mengganggu dan melibatkan orang-orang terdekatnya. Ia justru dengan tega menghipnotis sahabatnya sehingga Sonia mengalami perubahan mental yang kelihatannya sederhana tapi hal ini cukup membuatnya seakan menjadi sosok lain. Ini membuatnya khawatir, hari-hari damai dan cerainya bersama sahabatnya sudah terusik. ini tidak boleh di biarkan. Ia harus segera bicara dengan pria itu dan menyelesaikan semuanya. “Kok diam aja sih, kau tidak apa-apa kan? Aku sampai kepikiran terus tadi malam. Mana ponselmu gak bisa dihubungi,” gerutu Sonia. “Aku gak apa-apa, kok. Yuk, kita masuk,” ucap Nayya sambil memegang tangan sahabatnya. Mereka pun berjalan menuju kelas. Setelah menunggu beberapa lama, Riftan masuk dengan senyum ramah seperti biasa. Mahasiswa menyambutnya dengan penuh semangat. pandangan Riftan menyapu seluruh ruangan, Ketika tatapan mereka bertemu, Nayya buru-buru mengalihkan pandangannya. Riftan tersenyum miring, sebelum kembali fokus ke seluruh kelas. “Pembahasan kita hari ini menyangkut salah satu makhluk mitologi yang melegenda, yaitu Vampir. Menurut kepercayaan yang sudah diyakini selama berabad-abad lamanya, vampir merupakan makhluk yang hidup dengan memakan inti sari kehidupan dalam hal ini darah dari makhluk hidup lain. Kepercayaan terhadap Vampir telah ada sejak dulu kala. Kalian perlu tahu kalau istilah Vampir sendiri baru popular pada awal abad ke 18 setelah masuknya legenda Vampir ke Eropa Barat dan Eropa Timur. Legenda kemudian menyebar keberbagai Negara, menceritakan bagaimana bentuk dan wujud makhluk itu, bagaimana cara mereka bertahan hidup dengan menghisap darah, bahkan sampai cara melenyapkan makhluk itu sendiri, semua telah di jelaskan dalam berbagai versi. Namun demikian tidak sedikit juga yang tidak mempercayai tentang kebenaran legenda itu, mereka hanya menganggapnya mitos tanpa dasar. Tapi kalian juga perlu tahu, Jika legenda yang menyebar bahkan sampai ke tempat ini, adalah bentuk dari kuatnya sumber yang menyediakan informasi itu. Yang awalnya orang-orang berpikiran itu hanyalah mitos, tapi dengan mengingat banyaknya sumber yang memunculkan bahkan mengait-ngaitkan dengan kejadian diluar nalar yang biasanya terjadi, sehingga mengubah mitos itu menjadi keyakinan yang membuat kita percaya bahwa makhluk seperti itu memang ada dan bisa jadi mereka hidup di antara kita tanpa kita sadari. Tapi intinya, semua yang ada di sekitar kita adalah teman, selama kita tidak mengusik mereka. Misalnya saja, jika kalian melihat ular yang sedang melintas di hadapan kalian, ular itu mungkin akan menatap kalian sejenak dan kemudian berlalu, tapi kapan kalian mengusiknya dengan melakukan gerakan tiba-tiba misalnya, atau dengan sengaja mengganggunya, maka percayalah kalian pasti akan mendapatkan celaka….” Riftan terlihat serius memberikan penjelasan terkait pembahasan materi kuliah, semua yanga ada di kelas menyimak dengan antusias, Sonia bahkan tidak berkedip seakan melihat seorang dewa yang ada di hadapannya. Lain halnya dengan Nayya, alih-alih memperhatikan, ia malah beberapa kali menguap dan sama sekali tidak tertarik dengan apa yang Riftan ucapkan. Ia hanya sibuk menggambar sesuatu di kertas. Ia terlihat sangat tidak menikmati kelas saat ini. Sampai akhirnya Riftan mengakhiri perkuliahan dan meninggalkan kelas. “Sonia, kau tunggu di sini dulu. Aku ada urusan penting, aku akan kembali,” ucap Nayya lalu berjalan keluar dari kelas. Sonia hanya bisa mengangguk bingung tanpa sempat menanyakan kemana Nayya akan pergi. “Mau kemana sih anak itu?” gumannya sambil merapikan buku catatannya. “Hei, Nayya mana?” Sonia mengangkat kepalnya dan melihat Reno sudah berdiri di hadapannya. “Tadi katanya mau pergi, tapi gak tahu pergi kemana. Dia nyuruh aku nunggu dia di sini,” jawab Sonia. “Ah kau bagaimana sih, kenapa gak ditanya pergi kemana?” Reno duduk di hadapan Sonia. Mendengar Reno menyalahkannya, Sonia menjadi kesal. “Aku gak sempat nanya, soalnya dia buru-buru, ya udah tunggu di sini aja dulu, gak sabaran banget sih. Kau pikir dia akan mencari pria lain apa, dasar posesif,” gerutunya. “Lha, aku kan cuma bilang kenapa gak tanya mau kemana? Kenapa malah marah-marah sih, aku bukannya posesif, hanya khawatir saja, takutnya terjadi apa-apa. Dia kan sama kau terus selama ini, kenapa tumben-tumbennya dia pergi sendiri ke suatu tempat. Apa kau gak curiga?” ucap Reno menjelaskan. Sonia terdiam, ia menatap Reno. “Kau benar juga, kemana anak itu pergi ya?” ucapnya. “Aku akan mencarinya,” Reno berdiri dari duduknya dan berjalan keluar kelas. “Hei tunggu aku…!” seru Sonia sambil mengejar Reno dari belakang. Sementara itu, Nayya yang sedang mengendap-endap mengikuti Riftan masih berjalan tanpa sepengetahuan pria itu. Riftan yang dalam perjalanan menuju ruangannya sesekali menyapa dosen lain yang kebetulan berpapasan dengannya, atau berbincang sebelum melanjutkan langkahnya terlihat tidak menyadari keberadaan Nayya di sekitarnya. Pada saat hendak membuka pintu, Nayya berseru. “Pak Dosen, tunggu,” ucapnya dengan nada dingin. “Iya, ada perlu apa?” tanya Riftan terlihat bersikap professional selayaknya dosen dengan mahasiswanya. “Tidak perlu bersikap begitu, aku tahu kau yang sudah mengacaukan semuanya dan membuatku pikiranku tidak tenang. Mulai dari memaksaku untu ikut ke….” “Eh maaf tapi jika kamu mau mengatakan sesuatu, sebaiknya kita bicarakan di ruangan saya. Tidak baik seorang mahasiswa berteriak dengan tidak sopan pada dosen. Itu melanggar etika. Silakan masuk, kita bicara di dalam,” ucap Riftan sambil membuka pintu. Nayya mendengus kesal lalu melangkah ke dalam. Sesampainya di dalam, Nayya melihat Riftan tersenyum seringai ke arahnya. “Aku memang sudah menunggumu untuk masuk ke sini, Nayya,” ucapnya sambil mendekatkan wajahnya ke leher Nayya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD