Mimpi Aneh

1311 Words
“Apa?!” Nura syok bukan main mendengar ucapan Riftan, ia bahkan menjatuhkan benda yang di pegangannya. Riftan hanya menghela nafas panjang melihat ekspresi yang di tunjukkan Nura. “Tapi saya pikir perjanjian hanya sebatas sampai Tuan berhasil mendapatkan darah murninya, setelah itu putriku bisa bebas. Saya tidak menyangka Tuan akan menggunakan darahnya seumur hidup dan menjadikannya sebagai sumber kehidupan. Ini tidak adil untuknya, Tuan.” Air mata Nura meleleh, ia tidak sanggup membayangkan putri yang sangat ia sayangi akan menjadi tumbal seorang Vampir seumur hidupnya. Memang, pada awalnya, ia menerima tawaran Riftan untuk memberikan darah murni anak gadisnya saat Nayya sudah dewasa, tapi ia sama sekali tidak menyangka kalau kesepakatan itu sama halnya dengan menjual anaknya sendiri. menghancurkan masa depannya. Putrinya akan seumur hidup menjadi santapan vampir ini dan menghancurkan masa depannya sendiri. “Nura, kau tidak menyesali kesepakatan yang telah kita putuskan bersama, kan?” ucap Riftan dengan suara dingin sorot matanya seketika tajam menusuk. Nura menatap Riftan dengan ketakutan. ia menggeleng. “Bagus, berarti tidak ada masalah. Aku menginginkan dia tinggal di istanaku. Aku tidak ingin melindunginya dari semua orang. Akan lebih baik jika dia berada di sekitarku, bukankah hal ini juga sudah kita sepakati sebelumnya. Hanya saja waktu itu, aku masih belum memerlukannya, tapi sekarang, penting bagiku intuk tetap berada di sisinya.” Jelas Riftan. Ia menghampiri Nayya dan mengusap kepalanya dengan lembut. “Dia akan menjadi sumber kekuatanku, benarkan Nura?” ucapnya sambil menyeringai. Nura hanya terpaksa mengangguk, ia harus menyetujuinya karena itu adalah kesepakatan awal mereka. “A..apakah Tuan akan membawanya sekarang?” tanya Nura “Tidak, aku tidan bisa memaksanya untuk ikut. Ini adalah tugasmu untuk meyakinkannya untuk tinggal di istanaku. Jika kau tidak bisa melakukannya, berarti hati ini juga putrimu ini akan aku bawa bersamaku,” Ucap Riftan. “Tidak Tuan, biarkan saya saja yang membujuknya.” “Itu lebih bagus, aku memberimu waktu seminggu, dan pastikan tidak ada seorang pria pun yang mendekatinya atau kau akan tahu sendiri akibatnya.” Ucap Riftan sambil melangkah meninggalkan ruangan. Nura menghampiri putrinya yang masih terlelap, mengelus kepalanya lalu menciumnya dengan lembut. “Maafkan Mama sayang, Mama tidak pernah menyangka akan seperti ini jadinya.” Gumannya penuh kesedihan. Nayya POV Aku merasa dadaku sesak, leherku bagai tercekik. Aku tidak bisa menghirup udara sedikitpun sampai tubuhku gemetar dan meronta. Tangan kekar itu terus saja mencekik leherku hingga aku benar-benar kehabisan nafas. Aku sempat melihat sosok yang menyeringai di hadapanku. Sosok itu tertawa menikmati ketidakberdayaanku. Perlahan tenagaku habis, aku mulai pasrah dan membiarkan tangan itu terus mencekik leherku, hingga aku benar-benar tidak bisa merasakan udara lagi. Dadaku panas bagai terbakar, sebelum kegelapan menyelimuti sekitarku. “Adelia… bangun…!” aku masih bisa mendengar sayup suara memanggilku dengan penuh kegetiran. Aku sangat mengenal suara itu, suara pria yang selama ini menjadi belahan jiwaku. Dia adalah pasangan jiwaku. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja, aku harus membuka mata setidaknya untuk terakhir kalinya. Aku harus menatap matanya sebelum benar-benar meninggalkannya. “Adelia.. buka matamu, aku ada di sini sekarang. Aku…” aku kembali bisa mendengar suaranya yang lemah menangis tersedu. Aku bahkan bisa merasakan air matanya jatuh di wajahku. Aku berhasil membuka mata. Aku melihatnya, wajah memerah yang begitu tampan ini menangis. Air mataku juga meleleh, dengan sisa tenaga yang aku miliki, aku mengangkat kedua tangan berusaha menyentuh wajahnya. “Rif…tan.. jangan me..na..ngis, hah..hah.. Aku akan kembali bersamamu suatu saat nanti, tunggulah sampai saat i…tu… ti..ba, aku mencintaimu.” The third POV “Ah…!” Nayya membuka mata, ia terkejut. Apa yang baru saja ia mimpikan itu? kenapa ia merasa kalau mimpi itu sangat nyata dan kenapa pria itu menangisinya. “Mimpi aneh.” Nayya menggeleng mengusir pikiran anehnya lalu beranjak dari tempat tidur. Setelah berolah raga, ia membersihkan dirinya dan bersiap ke kampus. Saat keluar dari kamar dan hendak menuju meja makan, ia melihat ibunya duduk termenung di meja makan. Air yang ia tuang ke dalam gelas bahkan sudah penuh dan tumpah tanpa ia sadari. “Mama? airnya tumpah!” seru Nayya sambil mengambil botol yang ada di tangan ibunya. “Apa yang Mama pikirkan sampai tidak fokus begini?” tanya Nayya cemas. “Ah, maaf sayang. Tidak apa-apa, Mama hanya banyak pikiran akhir-akhir ini.” ucap Nura sambil buru-buru membersihkan meja. “Sudah, Ma. sini duduk dulu.” Nayya meminta ibunya untuk duduk. Nura menatap putrinya dengan tatapan dalam. “Sekarang ceritakan padaku, Apa yang sedang Mama pikirkan. Aku tidak mau Mama bersikap seperti tadi,” ucap Nayya mencoba membujuk ibunya menceritakan masalah yang ibunya sedang alami itu. “Sungguh, sayang. Mama tidak apa-apa. oh ya kamu belum makan, kan? Ini makanlah, mama sudah menyiapkannya pagi ini. adik-adikmu sudah pada makan dan mereka akan bersiap ke sekolah.” Nura segera menyajikan sepiring nasi goreng pedas kesukaan Nayya. Nayya hanya menatap ibunya lalu menyantap makanannya. Sedangkan Nura hanya menatapnya dengan tatapan penuh kesedihan. “Mama…” “Ah.. iya sayang?” “Aku bilang aku mau berangkat,” ucap Nayya. Dia rupanya sudah lama berdiri mengulurkan tangannya untuk pamit kepada sang ibu tapi Nura baru menyadarinya. Rupanya ia menghayal lagi. “Aku merasa ada yang tidak beres dengan Mama, apa Mama yakin tidak akan membaginya kepadaku?” Nura tersenyum dan menggeleng. “Uda sana berangkatlah, kau akan terlambat kalau nanti.” Nura terus mengelak. “Ya sudah, Kalau begitu aku pergi dulu. Sampai jumpa.” Pamit Nayya sambil mencium tangan ibunya dengan lembut. Nayya membuka pintu dan terkejut melihat seorang pria berpakaian kasual tersenyum padanya. “Selamat pagi, Nona. Mulai sekarang saya yang akan mengantar Nona ke manapun. Mari silakan.” Sapa pria itu sambil membuka pintu mobil mewah itu untuk Nayya. “Hah? apa kau bercanda? Kenapa aku harus ikut denganmu. kau bisa saja seorang penculik, kan? Sana pergi saja, aku tidak akan ikut denganmu,” tolak Nayya sambil melangkah meninggalkan pria itu. “Tapi Nona, saya benar-benar adalah seorang pelayan yang di tugaskan oleh tuan Riftan untuk mengawal Nona kemana pun.” Pria itu berusaha meyakinkan Nayya. Nayya menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah pria itu. “Katakan kepada tuanmu itu kalau aku tidak akan pernah mau menerima ini semua. sebaiknya kau bawa pulang saja mobilmu dan jangan pernah datang lagi menggangguku, mengerti?”ucap Nayya dengan ketus lalu berjalan cepat dan menahan sebuah angkot. Pria itu hanya bisa menghela nafas gusar. Sesampainya di stasiun bus, ia langsung memasuki bus dan duduk di dekat jendela. tidak berapa lama, bus bergerak perlahan. Nayya masih memikirkan mimpi anehnya tadi. Siapa Adelia itu, dan kenapa perasaannya sakit setiap kali mengingat nama Adelia. Tiba-tiba bus berhenti, orang-orang menjerit ketakutan. mereka semua panik. Nayya yang baru menyadari ada yang tidak beres juga ikutan tegang. Apa yang terjadi. Nayya mencoba berjalan ke arah depan mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi, dan betapa terkejutnya ia saat menyadari kalau bus mereka tumpangi sudah berada di di ujung tebing yang curam. “Hah? kenapa busnya bisa sampai ada di tempat ini? bukannya perjalanan menuju kampus hanya jalan raya yang padat? Kenapa bisa ada tebing, ini tidak mungkin,” gumannya tegang. Nayya melihat orang-orang di sekitarnya mulai panik ketakutan, meraka menjerit meminta tolong. Nayya pun mulai takut dan panik. “Nayya, ini akan selalu terjadi ketika kau menolak tawaranku. Jadi, jika kau tidak ingin orang-orang ini mati, maka cukup anggukkan kepalamu tida kali. Maka semuanya akan baik-baik saja.” tiba-tiba ia mendengar suara yang menggema di telinganya. “Siapa kau..!” teriaknya di tengah-tengah kepanikan orang-orang. “Cukup anggukkan kepalamu, maka semua akan baik-baik saja. kau tidak punya banyak waktu.” Bus itu perlahan bergerak turun, orang-orang semakin histeris. Mereka meraung dan menjerit minta tolong. Nayya semakin panik. “Baik, aku akan melakukannya!” Ia lalu menganggukkan kepalanya tiga kali seperti ucapan yang terdengar di kepalanya. Dan benar saja, tepat setelah ia melakukan itu, ia tersentak. Saat membuka mata keadaan langsung kembali normal. Bus berjalan seperti bisa, tidak ada kegaduhan dan kepanikan seperti yang baru saja ia rasakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD