Kembali

1114 Words
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dengan cara diseret oleh dua kuda tampa istirahat sedikitpun, Gonzales dan singa miliknya dibawa ke ruang bawah tanah. Ia berjalan dengan kaki dan tangan dirantai sedangkan singa miliknya diikat dengan rantai besar di leher. Dengan lemah, Gonzales dan singa kesayangannya berjalan mengikuti langkah para penjaga menyusuri lorong yang hanya bercahayakan obor dinding. Mereka terus berjalan sampai pada akhirnya Gonzales melihat jeruji besi dengan duri-duri tajam yang menempel. Awalnya ia mengira kalau ia dan singa miliknya akan dimasukkan ke dalam satu penjara yang sama, tapi ternyata, Gonzales harus melihat binatang kesayangannya itu dipisahkan darinya dan dibawa ke tempat lain yang entah itu di mana. “Tolong, biarkan singaku bersamaku di sini. Jangan bawa dia, aku mohon…!” untuk pertama kalinya Gonzales merendahkan harga dirinya sendiri dengan memohon kepada penjaga untuk tidak dipisahkan dengan singa miliknya. Akan tetapi teriakan Gonzales hanya dianggap angin lalu oleh para penjaga itu. Vandelmor tetap dibawa ke tempat lain dan dirinya sendiri dimasukkan ke dalam penjara. Karena masih ingin menatap singanya pergi, ia tanpa sadar menyentuh duri-duri yang menempel itu. Seketika tangannya terluka cukup parah. Pada saat yang sama terdengar suara auman dari singa miliknya. Gonzales terduduk dengan tangan yang bersimbah darah. Ia merasa sakit sekali. Riftan datang dan tersenyum sinis ke arahnya. “Apa yang kau rasakan saat ini masih belum apa-apa dibandingkan dengan perbuatanmu terhadapku dulu. Kau meminta untuk tidak dipisahkan dengan jiwamu sendiri, rasanya bagaimana? Sakit kan? keadaanku bahkan lebih buruk dari apa yang kau rasakan sekarang. Karena kau dengan tega membunuhnya meskipun aku sudah memohon bahkan sampai bersujud di kakimu. Sekarang, giliranmu yang akan merasakan kesakitan itu. Oh ya, apa kau tahu kemana jiwamu dibawa? Singa itu dibawa ke ruang khusus, dan diberi makanan enak di sana. Jadi jangan khawatirkan dia. Putri Adora sepertinya tertarik dengan singamu itu. Singa itu akan dijadikan sumber makanan oleh putri Adora,” ucap Riftan dengan seringainya. Mendengar ucapan Riftan, wajah Gonzales pucat pasi. “Apa?! tidak…! Jangan lakukan itu pada Vandelmor. Jangan Riftan, aku mohon. Aku akan melakukan apapun asal kau tidak membuat Vandelmor-ku sebagai sumber makanan. Aku mohon jangan lakukan itu.” Gonzales memohon, ia kembali menyentuh jeruji berdiri itu dan kembali ia meringis. ‘’Oh, jangan sering-sering menyentuhnya, jeruji besi itu memang hanya besi karat biasa. Tapi duri yang menempel itu adalah duri perak yang sangat berbahaya untuk tubuh seorang vampir, kau mengerti itu, kan? Gonzales dengan refleks menjauh dari jeruji itu. Ia sangat tahu bagaimana dampak dari perak yang melukai kulit seorang vampir. Lukanya tidak akan sembuh dengan cepat. Darah akan terus mengalir jika tidak meminum penawarnya dan yang lebih parah, Kulit yang terkena benda tajam dari perak, akan cacat semur hidup. Dengan cepat ia menghentikan luka yang ada di tangannya tapi karena ia masih dalam proses pemulihan luka dalam dan kehabisan energi, ia tidak bisa mengehentikan pendarahannya. Ia pun panik, ia tidak ingin mengalami hal yang ia bayangkan sendiri. “Riftan…tolong…!” “Lukamu akan sembuh sendiri, jadi biarkan saja ia mengering sendri. Tidak ada perlakukan istimewa kepada tawanan yang ada di balik jeruji berduri. Siapapun orangnya, apalagi itu kau…!” ucap Riftan lalau meninggalkan tempat itu dan membiarkan Gonzales berteriak memohon. Riftan melangkah masuk ke dalam kamarnya, ia mendekati ranjang yang di sana ada seorang gadis sedang berbaring memejamkan mata. Sudah seminggu, Nayya berbaring tanpa pernah sekalipun membuka mata. Ia sudah tidak pernah lagi memuntahkan darah, tapi kesadarannya belum pulih. Riftan mengelus lembut rambut pasangan jiwanya dengan penuh kelembutan. Ia sudah sangat merindukan senyumnya, tingkah konyolnya, keras kepalanya dan semua kebiasaan-kebiasaan Nayya yang selalu membuatnya gemas. “Nayya, kapan kau akan bangun dan tersenyum lagi? cepat buka matamu, aku sudah sangat merindukanmu,” ucap Riftan dengan suara lirih tidak berdaya. Kemenangannya melawan Gonzales serasa tidak berarti karena tidak ada Nayya yang menemaninya menikmati hari-hari damai tanpa Gonzales. Hatinya seakan hampa tanpa arah. Ia merasa semua yang ia gapai tidak berarti apa-apa. Riftan naik ke atas ranjang dan berbaring di sisi Nayya, memeluknya dengan lembut dan mencium keningnya. Ia melakukan itu setiap malam sebelum ia ikut terlelap. *** Nayya berdiri di tengah gurun kering dan tandus. Tidak ada pohon ataupun tempat berlindung dari terik panas sinar matahari. Hanya ada debu dan pasir panas sepanjang mata memandang. Ia kemudian berjalan tanpa arah dan tidak tahu harus ke mana. Ia mendengar suara memanggil namanya, tapi ia tidak tahu dari mana asal suara itu dan siapa yang memanggilnya. Tiba-tiba dari jauh ia melihat sebuah pohon besar dan rindang, ia berlari berusaha menghampiri pohon itu untuk mendapatkan perlindungan dari sinar panas matahari. Sesampainya di sana, ia merasa sangat nyaman dan langsung menyandarkan tubuhnya yang kelelahan di batang pohon sambil memejamkan mata. “Hai…” Nayya tersentak, ia membuka mata dan terkejut, melihat seorang wanita cantik tiba-tiba saja ada di hadapannya. Refleks ia berdiri dan menjauh. Siapa wanita ini? Wanita itu tersenyum. “Kau tidak usah takut denganku, karena aku adalah dirimu,” ucap wanita cantik itu. Nayya masih bingung, ia sama sekali tidak mengerti apa maksud dari ucapan wanita itu. “Apa yang kau bicarakan itu? siapa kau dan kenapa kau tiba-tiba ada di hadapanku?” ucap Nayya, “Aku adalah Adelia, pasangan jiwa Riftan yang terenggut paksa oleh seseorang bernama Gonzales. Hidupku yang singkat itulah yang membuat Riftan merana dan tersiksa. Tapi aku kembali dengan wujud dan jiwamu. Riftan mengenaliku dan jatuh cinta kepadamu. Aku pun bisa merasakan kasih sayang dan cintanya kembali dan kali ini aku akan berusaha untuk menjadi pendamping Riftan untuk selamanya. Tapi sayangnya kau manusia, umur manusia sangat terbatas. Tubuhmu akan mati dan jiwa tubuhmu akan mengembara , aku harus menunggu seratus tahun lagi untuk bertemu dengan Riftan dan kembali mendapatkan cintanya, aku tidak ingin itu terjadi. Maka dari itu, aku ingin kita bekerja sama agar hal itu tidak terjadi. Kita akan membuat Riftan selalu bersama kita selamanya, maka dari itu kembalilah padanya dan buatlah ia bahagia. Riftan sudah menunggu kita, buka matamu, buka…buka…buka…” suara itu terus menggema di telinga Nayya membuatnya gelisah dan tidak tenang. Tubuhnya panas dan gerah. “Hah…hah….!!!” Nayya tersentak dan membuka mata, ia menatap sekeliling dan merasakan sesuatu yang menindih tubuhnya. Ia menoleh ke samping, rupanya Riftan yang sedang memeluknya sambil terlelap. Perlahan ia memindahkan tangan besar Riftan karena ia ingin ke kamar kecil. Setelah berhasil, ia pun melangkah perlahan masuk ke dalam kamar mandi. Ia menatap ke arah kaca dan melihat wajahnya yang kurus. Ia teringat dengan mimpinya itu. Adelia… Setelah beberapa lama, ia keluar dan kembali merebahkan di samping Riftan yang masih terlelap. Pagi-pagi, Riftan membuka mata dan langsung memeriksa Nayya. tapi alangkah terkejutnya saat tidak mendapati Nayya di sampingnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD