Over Protektif

1107 Words
Di sebuah ruangan besar dengan berbagai macam aksesoris berbentuk kepala harimau, Gonzales terlihat duduk berhadapan dengan seorang pria berambut putih dengan jubahnya yang hitam. Pria itu terlihat mengaduk cairan bening di dalam sebuah wadah di hadapannya. Semakin lama cairan itu berubah menggelap dan mengeluarkan asap. Pria berambut putih itu mengangkat kepala dan menatap Gonzales dengan tatapan serius. “Riftan adalah pria yang telah kau lumpuhkan beberapa abad lalu, telah berubah menjadi seseorang yang tak terkalahkan. Dia bisa saja menghancurkan seluruh kawasan ini dengan sekali hembusan hawa panas yang berasal dari tubuhnya, tidak mudah menaklukkannya,” ucapnya. Gonzales menghela nafas dalam, ia sudah menduga pria yang ada di hadapannya ini akan mengatakan hal demikian. “Aku juga tahu hal itu. Makanya aku datang ke mari untuk meminta bantuanmu,” ucap Gonzales. “Ha..ha… tidak ku sangka kau masih saja mengharapakan bantuan dari seorang yang sama sekali tidak ingin terlibat lagi dengan perang sesama saudara ini. Apa kau berencana ingin kembali menghancurkannya?” pria itu bertanya. “Bukankah itu sudah jelas?” tegas Gonzales. Ia tampak sedikit kesal karena pria itu terlihat meremehkannya. “Aku hanya ingin memastikannya saja,” ucap pria itu. “Cukup bisa-bisanya dan cepat katakan apa kelemahan Riftan sekarang ini? bukan tidak mungkin ia memiliki kelemahan seperti dulu. Aku membunuh wanita yang menjadi kelemahan satu-satunya dan itu yang membuat aku bisa melumpuhkannya. Sekarang bukan hanya melumpuhkannya, tapi juga aku akan melenyapkannya,” ucap Gonzales dengan sorot mata berkilat. “Dia hampir tidak memiliki kelemahan sekarang, karena kekuatannya sudah sangat sempurna. Dia tidak terkalahkan,” ucap pria itu lagi. “Aku tidak ingin mendengar ocehanmu itu, aku ingin mengetahui kelemahannya saja, katakan padaku atau seluruh tempatmu ini akan habis terbakar,” ucap Gonzales mulai tidak sabar. Mendengar ancaman Gonzales, pria itu tersenyum. “Sikap tidak sabaramu inilah yang akan membuatmu kalah nantinya. Kau lupa, aku juga bisa memprediksi masa depan orang tertentu? Dan orang itu termasuk dirimu. Kau tahu, kau akan kalah dari Riftan kecuali satu hal,” ucap pria itu. “Apa yang katakan itu? aku akan kalah darinya? omong kosong apa yang katakan itu, k*****t?!” Gonzales menarik kerah jubah pria itu dan mengangkat tubuhnya ke udara. Membiarkannya meronta-ronta. “Tubuhmu akan jatuh ke tahan dan mati, jika kau bicara omong kosong itu lagi. Sudah aku katakan padamu jangan berbasa –basi yang bisa memancing emosiku. Sekarang katakan, apa kelemahan yang kau maksudkan itu!” ucap Gonzales sambil kembali mendudukkan pria itu di tempatnya semula. Wajah pria itu memerah, terlihat jelas sekali ia tidak terima dengan perlakuan Gonzales yang sangat arogan itu. Gonzales sama sekali tidak berubah, sikapnya bahkan semakin buruk saja dan ia sangat tidak beruntung belum bisa lepas sepenuhnya dengan orang sepertinya. “Riftan sangat tergantung kepada seorang wanita yang ia cintai, jika kau bisa melenyapkan wanita itu, kemungkinan hatinya akan kembali rapuh dan membuat seluruh kekuatannya melemah. Tapi kali ini aku tidak bisa memprediksi usahamu akan berhasil atau tidak. Lenyapkan gadis itu dulu setelah itu kau baru menyerang benteng pertahanannya,” jelas pria itu. “Seorang gadis? Yang aku tahu ia sudah terikat dengan putri Adora. apa mungkin ia bisa mencintai perempuan lain? aku tidak yakin putri Adora akan membiarkannya begitu saja. Wanita itu sangat licik, dia berhasil lolos dari sekapanku waktu itu, apa mungkin gadis yang aku culik itu? Nayya?!” ucapnya berspekulasi sendiri. “Untuk hal itu aku tidak bisa membantumu,” ucap pria berambut putih yang masih berada di hadapan Gonzales. Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, Gonzales beranjak pergi begitu saja meninggalkan pria itu. Sang pria terlihat bernafas lega setelah kepergian Gonzales. “Dasar pria b******k, aku akan pastikan ia menyesali perbuatannya terhadapku!” gumannya geram. Ia mengepalkan tinjunya dengan penuh emosi. *** Nayya terlihat berjalan bolak-balik gelisah di dalam kamarnya, sudah beberapa hari ini ia hanya berdiam diri di dalam kamar tanpa sekalipun keluar. Riftan melarangnya keluar walau hanya sebentar. Entah kenapa Riftan bersikap begitu padanya, yang jelas Nayya sudah sangat jenuh berada di dalam kamarnya. Pintu terbuka dan Riftan masuk dengan segelas jus mangga kesukaan Nayya. “Nah, ini dia. Aku sengaja menahan pelayan di luar sana karena aku ingin melayanimu hari ini seperti biasa,” ucap Riftan sambil meletakkan nampan di atas meja. Tapi hal itu tetap membaut wajah Nayya tetap cemberut. Ia tidak mau lagi terlena oleh bujuk rayu Riftan untuk tetap tinggal berdiam diri di dalam kamar tanpa sekalipun keluar. Sebenarnya apa masalah Riftan kali ini, kenapa ia melarangnya keluar kamar? “Riftan, aku mau keluar sebentar saja,” ucap Nayya. Untuk kesekian kalinya ia meminta itu kepada Riftan. Riftan menghela nafas dalam dan menatap kekasihnya itu dengan tatapan dalam. “Apakah kau sudah siap bertemu dengan putri Adora jika tanpa sengaja kau berpapasan dengannya?” tanya Riftan. Nayya terdiam, ia ragu. “Putri Adora ingin bertemu denganmu untuk meminta maaf sebelum ia pergi dari kastil ini. Tapi sampai sekarang dia belum meninggalkan tempat ini karena menunggumu. Ia ingi meminta maaf secara langsung kepadamu sebelum ia benar-benar pergi,” ucap Riftan. “Putri Adora ingin meninggalkan kastil? lalu bagaimana dengan tuan Asoka?” Nayya terkejut mendengar berita dari Riftan. Sampai sekarang ia memang belum berani bertemu dengan vampir wanita itu, bisa-bisa ia mengalami mimpi buruk dan halusinasi lagi. Tapi mendengar jika ia hendak meninggalkan Asoka, perasaan Nayya juga ikut sedih. “Asoka tidak bisa berbuat banyak, karena itu adalah keputusan dari putri Adora sendiri,” jelas Riftan. Nayya kembali terdiam, melihat kekasihnya tampak bimbang, ia melangkah menghampirinya. “Kau tidak perlu memikirkan masalah orang lain, yang terpenting kau tetap aman di sini. aku memintamu untuk tetap berada di sini selama beberapa hari ini karena aku tidak ingin terjadi apa-apa terhadapmu. Dengarkan aku Nayya, peperangan sebentar lagi akan meledak, aku akan memastikan kau baik-baik saja sebelum hal itu terajdi. Karena kekuatanku hanya bisa digunakan dengan sempurna jika kau dalam keadaan baik-baik saja, kau mengerti?” Riftan akhirnya menjelaskan alasan kenapa ia bersikap over protektif terhadap Nayya akhir-akhir ini. Nayya mengangguk paham, ia akhirnya mengerti jika dirinya sangat berharga bagi vampir ini. Hal ini membuat rasa cintanya semakin besar. Nayya tersenyum lalu mencium pipi Riftan dengan lembut. ‘’Terima kasih telah begitu mengkhawatirkanku, aku berjanji tidak akan berulah lagi,” ucapnya mengangkat kedua jadinya. Riftan tersenyum senang, ia meraih tangan Nayya dan menciumnya dengan lembut. “Gadis pintar,” ucapnya lalu memeluk erat Nayya. “Oh ya, aku ada kejutan untukmu,”ucap Riftan kemudian lalu merenggangkan pelukannya. “Kejutan? Kejutan apa?” tanya Nayya penasaran. “Kau selalu saja tidak sabaran,” ucap Riftan lalu menatap ke arah pintu kamar dan berseru. “Masuklah sekarang…!” ucap Riftan. Pintu terbuka dan seseorang muncul diambang pintu sambil tersenyum ke arah Nayya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD