Salah Paham

1151 Words
“Masuklah,” sambut Abizar. Asoka melangkah masuk dan duduk dihadapan Riftan. “Sekarang katakan dengan jelas apa laporanmu,” imbuh Riftan sambil menatap Asoka dengan serius. Ditatap seperti itu Asoka malah tidak fokus dan hendak menggoda sahabatnya lagi. “Kau terlihat sangat segar, darah gadis itu memang benar-benar ampuh, ya?” ucapnya mulai mengusik. Mendengar itu Riftan menghela nafasnya dan menghembuskannya dengan kasar. “Kau mau menyampaikan laporan, atau hanya sekedar membuatku kesal dan membuang-buang waktuku saja?” kesal Abizar. “Baiklah..baiklah. Begini, aku tidak berhasil menemukan mereka tapi jejak yang sudah ditinggalkan bisa menjadi petunjuk untuk mendapatkan sarang mereka. Dan juga, aku menemukan sosok vampire baru. Aku khawatir, mereka sengaja melanggar aturan yang ada untuk kepentingan tertentu,” jelas Asoka. Riftan tampak berpikir, lalu menatap Asoka. “Aku sekarang mengerti apa tujuan mereka, kalau sudah seperti ini kita harus lebih berhati-hati. Kerahkan sebagian besar prajurit penjaga dan sebar mereka di setiap tempat. Khususnya di kampus-kampus. Aku yakin mereka akan menargetkan manusia-manusia yang baru beranjak dewasa untuk di jadikan pengikut, dan sarana publik seperti kampus sangat cocok. Para manusia yang memiliki ambisi dan mereka yang memiliki masalah pribadi sangat mudah di jadikan target,” jelas Riftan. Asoka mengangguk paham. “Baiklah, kalau begitu aku permisi dulu.” Asoka beranjak dari duduknya dan melangkah menuju pintu, tapi ia kembali menoleh ke arah Riftan. “Kau jangan terlalu memanjakan gadis sumber darah sucimu, aku tidak menyukainya,” imbuh Asyaq lalu meninggalkan ruangan Riftan. “Hei, tunggu! Aku mau bicara tentang gadis itu…kau jangan..” Riftan tidak bisa melanjutkan ucapannya karena Asoka sudah menghilang di balik pintu. Riftan hanya menghela nafas panjang lalu kembali duduk di kursi perak kebanggaannya. Beberapa hari berlalu, Nayya tampak bersiap-siap ke kampus. Ponsel yang sebelumnya di sita oleh Riftan kini ia bisa ia miliki lagi. Riftan juga sudah membebaskannya untuk pulang ke rumah orang tuanya atau tetap tinggal di kastil dengan penjagaan Asyaq. Tentu saja Nayya senang bukan main, akan tetapi ia memutuskan lebih memilih tinggal di kastil. Nayya keluar dari kamar dan melihat Asyaq sudah berdiri di depan pintu kamarnya. “Oh, tuan Asyaq, aku baru saja ingin menghubungimu. Coba lihat ini…” Nayya memperlihatkan ponselnya dengan riang, sedangkan Asyaq hanya mengangguk dan tersenyum kecil. “Aku senang sekali akhirnya ponsel ini bisa berada di tanganku lagi, pak dosen memang baik, hi..hi…” “Bagai mana Nona, apakah kita sudah bisa berangkat?” tanya Asyaq kemudian. “Oh, iya. Ayo!” seru Nayya lalu melangkah pergi. Asyaq pun mengikuti dari belakang. “Nayya….!!” Nayya baru saja turun dari mobil ketika Sonia menghambur memeluknya. Nayya sampai kaget dan hampir terhuyung. “Kau kemana saja, sih. Terakhir kita ketemu seminggu lalu dan kau tidak pernah ke kampus lagi setelah itu. Ponselmu juga tidak pernah aktif, kau tahu betapa aku sangat frustrasi,” Sonia menumpahkan semua uneg-unegnya sambil terus memeluk sahabatnya itu. “Sonia…! kau baik-baik saja kan? Semalam waktu kau menelepon, kau terdengar lemah. Oh ya, apa Reno pernah mencelakaimu?” Tanya Nayya merenggangkan pelukannya agar ia bisa menatap sahabatnya itu. “Aku tidak baik-baik saja. Mana mungkin aku baik-baik saja kalau kau tidak pernah muncul di kampus selama 2 minggu ini. Katanya kau mengajukan cuti dan baru muncul sekarang. Jadi coba katakan padaku, apanya yang baik-baik saja..?!” Sonia semakin morang-maring. “Sudah –sudah , kita bicara di dalam saja, yuk. Tidak enak di sini, dilihatin orang. Mana reaksimu seperti pasangan yang sudah lama di tinggal kekasih lagi. Oh ya, tuan Asyaq, kami masuk dulu.” Pamit Nayya sambil merangkul sahabatnya masuk ke dalam. Sedangkan Asyaq memarkir mobilnya dan mengikuti Nayya secara diam-diam. Sonia dan Nayya terlihat di kantin, kuliah baru saja selesai. Begitu makanan datang, Nayya seakan lupa semuanya. Ia dengan lahapnya menikmati makanan yang biasa ia pesan, ia makan seperti orang yang tidak pernah makan selama berhari-hari. Sonia sampai bingung. “Nay, kau gak sarapan, ya sebelum ke kampus?” tanya Sonia. “Sarapan, kok. Kenapa?” sahut nayya sambil tetap melahap makanannya. “Tapi kok, kau terlihat sangat kelaparan begitu?” “Ya jelaslah, aku kan akhir-akhir ini sering kehilangan nutrisi karena daraku dihi…” Nayya menggantung kalimatnya. Ia seolah tersadar sesuatu. “Oh, mak…maksudku, ya… aku memang suka makanan ini, jadi mana mungkin aku tidak menghabiskannya,” Nayya berusaha memberi alasan. Hampir saja ia kelepasan. “Hmm begitu, ya?” ucap Sonia lalu mulai mencicipi makanannya. Nayya menatapnya Sonia dengan tatapan was-was. Semoga saja Sonia tidak curiga. “Ngomong-ngomong, Nayya. Aku pernah bermimpi aneh tentang makhluk penghisap darah. Kau tahu, beberapa minggu lalu, aku sempat bertemu dengan Reno dan meminta maaf atas sikapnya waktu itu. Ya, aku memaafkannya. Tapi tiba-tiba dia di serang oleh seseorang asing. Aku belum pernah melihat orang itu, ia menyentuh kepala Reno sampai mengeluarkan asap. Reno menjerit kesakitan tapi pria itu tidak melepasnya. Tapi akhirnya, Reno berhasil lolos dan tiba-tiba aku sudah berada di kasurku saat membuka mata. Aku sangat syok saat itu Nay, aku tidak tahu bagiamana keadaan Reno setelah itu. Reno bahkan tidak pernah lagi muncul di kampus. Teman-teman aktivisnya bingung mencarinya kemana-mana,” tutur Sonia. “Sonia, aku minta mulai sekarang kau harus menjauhi Reno. Dia bukan Reno yang kita kenal dulu. Dia sudah berubah,” ucap Nayya. “Kenapa kau bisa bilang begitu? apa kau takut aku akan merebutnya darimu? Jangan khawatir Nayya, aku tidak akan melakukannya,” elak Sonia, ia terlihat tidak suka Nayya mengatakan itu. Raut kekesalan terlihat jelas di matanya. Mendengar ucapan Sonia yang terdengar aneh, Nayya jadi mencurigai sesuatu. “Maksudku bukan seperti itu Sonia, kau tahu di dunia yang kita tempati sekarang ini, ada banyak hal yang kita tidak ketahui, contohnya saja sesuatu yang tersembunyi dan tidak menginginkan pengakuan tentang keberadaan mereka. Tapi jika kita mengusik mereka atau kita berada sangat dekat dengan mereka, bisa jadi mereka bisa mencelakai kita Berbeda dengan kita manusia, yang selslu ingin di akui dan di banggakan. Maksudku berbicara seperti ini hanya ingin mengingatkanmu, agar kau bisa lebih cermat. Kau tidak bisa…” “Iya aku mengerti, jangan khawatir. Aku tidak akan mendekati Reno, kok. aku tahu kalian pacaran, mana mungkin aku menyukai pacar sahabatku sendiri,” sela Sonia dengan raut wajah terlihat kecewa. “Sonia, aku mengatakan ini agar kau bisa lebih berhati-hati dengan sekitarmu. Termasuk dengan Reno. Jika kau pikir aku melarangmu karena aku pacaran dengannya dan tidak ingin kau mendekatinya, kau salah. Aku bahkan berniat memutuskan hubungan dengannya karena dia sudah berubah, dia bukan lagi Reno yang aku anggap sebagai saudara. Jadi aku mohon kau jangan salah paham.” Nayya menjelaskan. Ia menatap Sonia yang terdiam, ia khawatir apa yang ia pikirkan benar, semoga saja itu tidak benar. Tiba-tiba Reno muncul dengan penampilan yang sangat jauh berbeda. Jika dulu cara berpakaian Reno terlihat kasual dan biasa seperti memakai kemeja dan jeans, atau kaos dan jaket layaknya anak kampus pada umumnya, kali ini penampilan Reno membuat semuanya ternganga melihatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD