Menangkap Musuh

1043 Words
Nayya menatap Asyaq dengan tatapan bingung, sejak kapan vampir dingin ini menaruh perhatian terhadap anak kecil? Bukankah selama ini ia selalu tidak menyukai anak-anak? Melihat Nayya menatapnya dengan penuh tanda tanya, Asyaq menjadi canggung. “Ma..maksud saya, melihat anak-anak di sini di perlakukan dengan sangat baik, saya merasa salut, bu Nura benar-benar menyukai anak-anak, beliau sangat penyayang dan baik.” Asyaq terpaksa mengarang cerita agar tidak ketahuan. Ia tidak ingin Nayya curiga padanya. Nayya tersenyum, ibunya memang sangat menyayangi anak-anak . Lebih tepatnya adalah sang Ayah yang menyukai anak-anak. “Tuan Asyaq benar, mama memang sangat menyukai anak kecil. Bukan hanya mama, tapi juga papa. Sewaktu hidup, Papa bermimpi untuk membangun panti asuhan untuk setiap anak terlantar di kota ini. Tapi papa meninggal sebelum bisa mewujudkan mimpinya itu dengan sempurna. Yah, meskipun tempat yang kami tinggali sekarang adalah hasil dari kerja keras papa yang membangun rumah kami sedikit demi sedikit. Mama melanjutkan perjuangan papa dan menerima beberapa anak yang ditelantarkan oleh orang tua mereka termasuk Nilam. Anak-anak di sini rata-rata memiliki orang tua, tapi mereka tidak sanggup memenuhi tanggung jawab mereka karena masalah ekonomi, berbeda dengan Nilam. Keluarganya Nilam sangat kaya, tapi entah kenapa mereka menyerahkannya kepada mama. Aku pernah berusaha mencaritahu kenapa keluarga Nilam setega itu padanya, aku sempat berpikir kalau Nilam itu anak pungut atau semacamnya, tapi, ternyata dia adalah anak kandung dari orang tuanya yang memiliki segalanya itu. Mereka menolak Nilam karena mereka bilang Nilam pembawa sial. sungguh ironis dan kejam, kan mereka? Makanya itu aku benar-benar sangat menyayangi Nilam.” Asyaq terpaku mendengar cerita Nayya tentang latar belakang keluarga Nilam. Entah kenapa emosinya tiba-tiba mencuat. Ingin sekali rasanya memberi pelajaran kepada orang-orang yang telah menjahati Nilam. “Jadi, apakah Tuan Asyaq masih ingin tetap di sini atau kita pulang saja?” tanya Nayya kembali mengejutkan lamunannya. “Ah, kita pulang saja, Nona. Tidak baik berlama-lama di luar mengingat situasi sekarang sedang genting,” sahut Asyaq lalu menyalakan mesin mobil dan melaju. Di perjalanan pun, Asyaq hanya terdiam. Ia yang biasanya selalu menanyakan bagiamana hari Nayya, kini menjadi pendiam. Nayya melirik ke arahnya tapi yang ia lihat hanya Asyaq yang fokus menyetir. Tidak ada suara sedikitpun. Asyaq kenapa ya? pikirnya. Sesampainya di pekarangan luas kastil, Asyaq memarkirkan mobilnya dan langsung turun dari mobil tanpa membuka pintu mobil untuk Nayya seperti yang biasa ia lakukan. Sikap Asyaq itu semakin membuat Nayya cemas. Ada apa gerangan yang terjadi pada Asyaq? Pria yang selalu penuh perhatian, hari ini bertingkah sangat aneh hari ini. Ia hanya menatap Asyaq yang melangkah pergi tanpa berkata apa-apa padanya. Asyaq duduk termenung di kursi di dekat jendela kamarnya. Ia menatap jauh ke depan, pikirannya menjadi kacau, ia terus teringat kepada ucapan Nayya tentang keadaan Nilam yang ternyata di telantarkan oleh orang tuanya sediri. Entah kenapa perasaanya seakan sakit dan tidak rela mendengar itu semua. Yang membuatnya menjadi bingung adalah kenapa ia begitu terpengaruh dengan cerita Nayya. Kenapa perasaanya tiba-tiba menjadi sensitif terhadap Nilam, bukannya ia hanya seorang anak kecil yang berisik? Ia seharusnya tidak menyukai anak kecil seperti Nilam, tapi kenapa saat ia bertemu dengan Nilam jiwanya seakan menjadi lebih hidup dari biasanya? “Hah… aku pasti hanya butuh tempat yang lebih tenang,” gumannya sambil melompat ke luar jendela dan menghilang di balik rimbunnya hutan. Asyaq mengendap saat melihat seekor rusa yang sedang merumput. Tatapan fokusnya yang tajam menatap rusa itu. Taringnya keluar, dan matanya berubah merah. Saat rusa itu terlihat lengah, dengan cepat Asyaq melompat ke arah rusa itu dan menangkapnya. Mengigit lehernya hingga rusa malang itu menggelepar sebelum lemas ke tanah. Asyaq menjilat darah yang masih tersisa di mulutnya, matanya berangsur kembali menghitam. Setelah kepalanya terasa ringan kembali setelah meminum darah. Mungkin pikiran kalutnya tadi hanya karena ia butuh darah. Ia kemudian, melompat ke atas dahan pohon yang cukup tinggi dan menatap ke bawah lereng bukit. Jauh di bawah sana, terlihat cahaya lampu penduduk desa. Rupanya ia sudah jauh melewati perbatasan hutan, karena kampung penduduk desa terlihat dari atas. Di jalan setapak yang sepi, terdengar langkah derap kuda dan kereta serta obor yang berjalan menuju desa itu, Asyaq hanya memandanginya sambil terus mengawasi sekitar. Apakah penduduk itu masih belum mengetahui kehebohan yang terjadi di kota? Kenapa masih ada di antara mereka yang berani keluar di malam hari. Saat Asyaq ingin bersiap melompat dan pergi dari tempat itu, ia tiba-tiba merasakan kemunculan seseorang di sekitar kereta kuda itu. Asyaq pun menghampiri kereta kuda itu untuk memastikan siapa yang orang itu. Ia terkejut saat melihat pria berhoodi berdiri di depan mereka. Orang yang ada di dalam kereta lantas keluar. Mereka terlihat berbincang tapi detik kemudian pria berhoodi itu langsung mencengkeram lehernya dan mendekatkan mulutnya ke leher pria malang itu. Dengan cepat Asyaq melompat ke arah mereka dan menyerang pria berhoodi itu. Tentu saja pria itu terkejut mendapat serangan tiba-tiba dari seseorang. Karena terkena tendangan di kepala, pria berhoodi itu terpental beberapa meter, sedangkan pria malang itu hanya terhuyung beberapa langkah. “Kau tidak apa-apa?” tanya Asyaq kepada pria itu. “Akh..amm…” Pria itu tidak menjawab, ia hanya terpaku sambil memegangi lehernya yang sudah berdarah. Ia syok. Asyaq kemudian melangkah menghampiri pria berhoodi itu dengan tatapan matanya yang tajam. “Oh, rupanya salah satu pelaku yang menculik manusia-manusia tidak berdosa itu akhirnya muncul juga.” tangan Asyaq terulur hendak menyentuh kepala sang vampir tapi dengan cepat vampire itu melompat dan melesat pergi. “Tidak akan aku biarkan kau pergi begitu saja,” ucap Asyaq sambil mengejar vampir itu. Mereka pun melompat dari satu pohon ke pohon yang lain. Melayang di udara seperti kelelawar yang tebang di malam hari. Saling mengejar di kegelapan malam. Asyaq dengan cepat menyusul pria berhoodi itu dan dengan sekali lompatan jauh, ia sudah menghadang pria itu. Pria itu menekan ludahnya tegang, ia hanya merupakan seorang prajurit yang ditugaskan untuk mencari mangsa dan menyebar bakteri sehingga korbannya berubah menjadi vampir. Akan tetapi ia tidak menyangka, di tugas pertamnya itu, ia harus berhadapan dengan musuh. “Kau sebaiknya pergi dari sini, ini bukan urusanmu!” uiarnya mencoba menggertak. Padahal ia cukup tahu jika vampir yang ada di hadapannya ini jauh lebih kuat darinya. “Hah.. kau masih bisa bicara seperti itu di hadapanku rupanya. Tinggal pilih, mau ikut denganku secara suka rela atau dengan paksaan,” ucap Asyaq dengan seringainya yang lebar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD