Mengunjungi

1094 Words
“Ka…kau mau apa?!” pria berhoodi itu gemetar. Ia tidak boleh tertangkap. Jika itu terjadi ia lebih baik mati. “Tentu saja kau akan ikut denganku untuk mempertanggung jawabkan perbuatanmu,” jawab Asyaq menatap tajam ke arah pria itu. “Sampai kapanpun aku tidak akan ikut denganmu!” bantah pria itu dengan berani. “Hm, kita lihat saja nanti,” mata Asyaq berubah merah. Begitu juga dengan pria itu. Mereka melompat sambil memusatkan tendangan ke arah satu sama lain. Ketika kaki mereka saling bertubrukan, Asyaq dengan cepat menambah kekuatan kaki dan memutar tubuhnya kembali melayangkan tendangannya ke arah d**a lawannya. Pria itu terpental jauh dan jatuh ke tanah. Asyaq langsung menyusul ke bawah dan menghampiri pria itu. Dengan nafas tersengal menahan sakit di bagian d**a, pria itu beringsut menjauh setiap kali Asyaq melangkah menghampirinya. Asyaq menyeringai sambil terus melangkah menghampiri pria itu. Tangannya kemudian menarik rambut pria itu memaksanya menatap ke arah Asyaq “Aku benci vampir yang melanggar aturan dan membunuh manusia. Apalagi untuk di jadikan sebagai vampir dan kembali membunuh sesamanya. Perbuatan itu sudah lama dilarang dan jika ada yang melanggar berarti mati. Sekarang kau ikut denganku!” “Akh… tidaaaaakkk….!!!” Pria itu menjerit bersamaan dengan menghilangnya mereka berdua dari tempat itu. Sementara itu, Reno terlihat hanya berdiri membeku saat melihat temannya begitu menikmati darah yang ia hisap. Seorang pria yang meronta-ronta berusaha melepaskan diri, sampai akhirnya tubuhnya lemas dan jatuh ke tanah. “Hei kau! Kenapa hanya melihatku saja? apa kau belum mendapatkan satu mangsa pun?” tanya pria itu sambil membenarkan hoodi yang terlepas dari kepalanya. Reno menelan ludahnya, ia tidak ingin membunuh manusia dan menjadikannya sebagai vampir. Ia tidak bisa membayangkan jika semua pria di kota ini berubah menjadi vampir. Bagaimana nasib istri dan anak-anak mereka? jika suami yang mereja nantikan pulang ke rumah telah berubah menjadi vampire yang haus darah. Mereka pasti akan menjadikan anak dan istri sebagai sumber makanan atau bahkan sampai membunuh mereka juga. tidak, Reno masih memiliki perasaan dan hati nurani. “Ah, iya. Sebenarnya aku kesulitan mendapatkan darah manusia yang sesuai tipeku. Aku tidak bisa meminum sebarang darah, aku harus memilah dulu darah yang cocok denganku.” Reno tepaksa mengarang cerita agar temannya itu tidak curiga padanya. “Terserah kau saja, malam ini targetku 2 orang lagi. setelah itu pindah ketempat lain. Jadi kau harus cepat mendapatkan mangsa,” ucap pria itu lalu pergi meninggalkan Reno. “Aku tidak bisa membunuh orang lagi, aku tidak sanggup melihat mereka kesakitan. Aku juga tidak bisa membiarkan orang itu terus membunuh, andai ia hanya menghisap darah saja, Bagaimana caranya agar si b******k itu berhenti membunuh orang?” Reno terus berpikir sambil berjalan menyusuri jalan setapak yang sunyi. Ia kemudian mengeluarkan sebuah botol yang berisi cairan berwarna merah lalu meminumnya. “Ah, tidak ada yang lebih nikmat selain darah Sonia,” gumannya sambil tersenyum. Ia sengaja menyediakan stok persiapan darah Sonia sebelum berangkat. Ia tidak mau menghisap darah selain darah Sonia. Dari jauh ia melihat dua orang pria mabuk berjalan sempoyongan. Reno hanya menatap keduanya tanpa sedikitpun keinginan untuk membunuhnya. Padahal mereka adalah sasaran yang empuk untuk di jadikan korban. Reno hanya berdiri di tengah jalan samai kedua pria itu menabraknya. “Hei, kalau jalan yang benar! Kau tidak lihat kami di sini? Kami sedang berjalan ingin pulang ke rumah!!” salah satu pria itu menghardik Reno. Reno hanya diam saja. Merasa diabaikan, pria itu menjadi kesal. “Kau berani mengacuhkanku, hah! dasar b******k!” pria itu tiba-tiba melayangkan tinjunya kearah wajah Reno tapi Reno dengan cepat menangkap tangan yang mengepal itu dan mencekalnya hingga pria itu menjerit kesakitan. Melihat temannya kesakitan, teman pria itu langsung melayangkan tinjunya ke arah Reno tapi dengan mudah Reno menghindari serangan itu dan menangkap tangan pria itu dan memelintirnya ke belakang. Mereka berdua pun menjerit kesakitan. Reno menatap tajam keduanya. Warna matanya berubah merah dan taringnya keluar. Reno sengaja memperlihatkan wujud aslinya agar kedua pria itu tidak berani lagi mengulang sikapnya. “Jika aku melihat kalian berkeliaran disekitar tempat ini dan mabuk-mabukan lagi, aku akan langsung menghisap darah kalian sampai kering , kalian mengerti?!” suara Reno terdengar rendah tapi penuh dengan penekanan. Tubuh kedua pria itu gemetar ketakutan, seumur hidup mereka, baru kali ini mereka melihat sosok mengerikan seperti itu. Mata yan memerah dan taring yang panjang siap untuk mengigit. “Ka..,.ka…kami ti..tidak akan mengulangi perbuatan kami. Kami mohon le..lepaskan kami…” keduanya memohon untuk dilepaskan. Merkea bahkan menangis seperti anak kecil karenanya ketakutan. Reno lalu melepas cekalannya dan membiarkan kedua pria itu lari terbirit-b***t. Ia pun kemabli melangkah meninggalkan tempat itu tanpa menyadari rekannya memperhatikan sejak tadi. Ia menatap dengan curiga kepada Reno yang sama sekali tidak tertarik meminum darah kedua orang itu. Ia lalu menyeringai lalu pergi. Sementara itu Riftan terlihat gelisah di tempat tidurnya, sudah beberapa hari ini ia menahan diri untuk tidak meminum darah Nayya. Ia khawatir gadis itu kaan jatuh sakit lagi jika ia memaksakan diri meminum darahnya. Hasilnya, ia pun harus berdiam diri dan mengistirahatkan tubuhnya untuk memulihkan energinya yang terkuras. Ia sangat membenci situasi ini, tapi mau bagaimana lagi. “Tok..tok..!” Riftan tersentak saat pintu kamarnya di ketuk. Tidak biasanya pelayan datang di jam segini, Asoka pun sedang keluar menggantikannya memantau situasi. Lantas siapa yang bertani mengetuk pintu kamarnya malam-malam begini. Ia berniat menghabiskannya tapi ketukan terdengar lagi. dengan susah payah ia bangkit dari rebahnya dan berjalan perlahan kearah pintu. Saat pintu terbuka ia terkejut saat melihat Nayya sudah berada di harapannya sambil tersenyum lebar. “Selamat malam, Pak Dosen? Apa saya boleh masuk?” sapa Nayya, ia pun tanpa ragu melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar Riftan. “Terima kasih…” ucapnya saat ia sudah berada di dalam ruangan meskipun Riftan belum mengizinkannya. “Apa yang kau…” ucapan Riftan terputus karena Nayya tiba-tiba mendekatkan tubuhnya. “Pak Dosen terlihat pucat sekali. Ya meskipun vampirkan memang selalu pucat, sih. Pak Dosen juga lemas. Kata pengawal yang berjaga tadi, Bapak tidak bisa keluar karena sedang memulihkan tenaga. Makanya aku masuk ke sini untuk membantumu. Sudah kukatakan kalau kau membutuhkan darahku, kau tinggal memintanya saja,” ucap Nayya. Riftan menatap Nayya dengan tatapan tajam, gadis ini benar-benar tidak ada rasa waspada sama sekali terharap dirinya. Apakah ia tidak tahu betapa lapar dan hausnya dirinya sekarang ini? sekali saja ia menghisap darah Nayya, Riftan tidak akan berhenti sampai darah nayya benar-benar kering. Tubuhnya ini membutuhkan banyak sekali darah dan darah Nayya tidak cukup banyak. “Nayya sebaiknya kau keluar dari sini sebelum kau menyesali kedatanganmu di sini…!” ucapnya dingin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD