Bulan Purnama

1073 Words
Asoka terpaku di tempatnya. Untuk sesaat ia hanya bisa terdiam tanpa menoleh. Malu rasanya ketahuan seperti ini. Setelah sadar, ia membalikkan tubuhnya tersenyum kikuk sambil mengusap tengkuknya. “Anda sudah lama di sini? Maaf aku tadi sedang di kamar mandi jadi tidak tahu Anda datang. Ada perlu apa?” ucap putri Adora sambil menyelimuti tubuhnya yang hanya berbungkus handuk kecil dengan jubah panjang. “A..aku hanya kebetulan lewat tapi karena tidak mendengar apapun dari dalam sini, aku pikir putri sedang tidur. Aku berniat mengajakmu keluar sambil menikmati sinar bulan penuh malam ini,” ucap Asoka. Ia terpaksa beralasan agar tidak terlihat konyol di hadapan putri Adora, karena yang sebenarnya adalah dia malu sekali. “Oh, benarkah malam ini adalah bulan penuh? Aku punya kebiasaan di bulan penuh aku akan terbang dan meresap cahayanya dari atas langit. Orang-orang di istana selalu melakukannya, kata baginda raja, cahayanya akan membuat kita tidak akan termakan usia, ya walaupun umur vampir tidak terbatas tapi seiring berjalannya waktu tubuh dan wajah kita juga akan termakan usia.” Putri Adora memberi penjelasan. “Rupanya putri memperhatikan hal seperti itu. Baiklah, aku akan menemanimu ke taman dan meresap cahaya bulan sebanyak yang kau mau,” ucap Asoka penuh semangat. “Ah, iya. Anda juga bisa ikut. Maksudku, aku akan mengajak Riftan menemaniku.” Senyum di wajah Asoka seketika hilang. Hatinya patah, semangatnya runtuh. Bisa-bisanya ia berpikir putri ini akan mengajaknya? “Oh, begitu ya? tapi Riftan sekarang tidak berada di tempatnya. Ia sedang pergi ke suatu tempat,” ucap Asoka dengan wajah kecewa. “Hah? kemana? Oh iya tuan Asoka, kenapa aku tidak bisa mengetahui keberadaan Riftan? bukankah jika kita sudah teringat satu sama lain, pasangan akan mampu mendeteksi keberadaan pasangan. Kenapa aku merasa Riftan dan aku sama sekali tidak terikat satu sama lain,” ucap putri Adora mengeluh. Asoka menatap putri Adora dengan dalam, tentu saja kau tidak bisa mengetahui keberadaan Riftan, kau memang tidak terikat sama sekali dengannya, ucap Asoka dalam hati. “Ah, begini saja, bagaimana kalau aku saja yang menemani putri. Lagi pula, Riftan sekarang sama sekali tidak bisa di ganggu. Ia sangat sibuk mengurus keamanan wilayah, apalagi sekarang musuhnya sedang mempersiapkan penyerangan. Jadi alangkah baiknya jika kita membantunya dengan tidak mengganguu pekerjaannya,” ucap Asoka. “Iya, baiklah.” Asoka melihat wajah putri Adora murung, ia merasa sedih. Mereka terdiam beberapa saat sebelum Asoka membuka suara. “Baiklah, putri bersiap-siap saja, aku ada di kamar. Kabari kalau sudah siap,” ucap Asoak sambil melangkah keluar dari ruangan. Putri Asdora hanya menatap Asoka, ia menghela nafas panjang lalu berjalan ke arah lemari pakaian. Ia jadi memikirkan kejanggalan hubungannya dengan Riftan. Kenapa ia sama sekali tidak merasa kalau Riftan memiliki ikatan dengannya? aAwalnyawalnya memang ia mengabaikan hal itu karena menganggap jika hal itu lumrah terjadi mengingat mereka tidak saling mencintai sebelumnya, Riftan masih butuh waktu untuk beradaptasi dengannya. Akan tetapi, jiwa yang mereka sudah satukan tidak akan bisa menolak kenyataan bahwa mereka akan saling terhubung , walau bagaimanapun kerasnya hati pasangan. Ia merasa Riftan dan dirinya hanya dua orang yang terpaksa bersama tanpa ada ikatan sedikitpun. Justru, ia akan merasa sedikit tenang dan nyaman jika Asoka berada di dekatnya. Ia juga bisa dengan mudah mengetahui keberadaan Asoka di mana pun ia berada. Begitu juga sebaliknya. Asoka akan langsung mengetahui keberadaannya tanpa mengalami kendala. Apa mungkin karena seringnya mereka bersama? Putri Adora melangkah keluar dari kamar, ia menuju kamar Asoka yang tidak jauh dari kamarnya. Tok..tok…! Ia mengetuk pintu kamar Asoka dengan perlahan, entah kenapa dadanya tiba-tiba berdebar. Apa mungkin karena baru pertama kali ia mengetuk kamar seorang pria. ditambah pikiran tenang dan nyaman jika bersama Asoka sungguh nyata ia rasakan. Putri Adora merasa wajahnya panas, mungkin saat ini sedang memerah. Ah, jangan sampai wajah merahnya terlihat oleh Asoka. Ia pun langsung memutar tubuhnya. Ceklek… “Putri…? Sudah siap?” ucap Asoka sambil tersenyum. Putri Adora yang sedang memunggungi Asoka hanya mengangguk. Merasa gelagat aneh putri mahkota, Asoka menghampirinya. “Apa putri baik-baik saja?” tanya Asoka. Putri Adora menoleh dan mengangguk. “Ah, iya. Ayo kita berangkat sekarang juga,” ucapnya sambil melangkah buru-buru. Ia benar-benar merasa malu, karena pikiran anehnya tentang Asoka ia menjadi malu untuk berdekatan dengan pria itu. Ia takut kalau gemuruh di dalam dadanya akan terdengar oleh Asoka. Ada apa dengannya ini? kenapa ia tiba-tiba memikirkan Asoka sampai seperti itu. memalukan. “Putri, kenapa jalannya buru-buru begitu?” Asoka berusaha mengimbangi langkah putri Adora yang tampak seperti menghindarinya. Asoka jadi berpikir kalau putri Adora tidak ingin ditemani olehnya. Ia pun menghentikan langkahnya dan menatap putri Adora yang berjalan di depannya. “Mungkin ia terpaksa pergi denganku karena Riftan tidak ada. Apa aku biarkan saja dia sendiri? kalau ia tidak nyaman, bukannya raja Addan akan semakin sukar melepas pasukannya? Hah… ternyata sangat sulit membuat orang yang sudah terlanjur jatuh cinta untuk berpaling kepada hati lain,” gumannya sambil mengacak rambutnya frustrasi. Tapi tiba-tiba ia memegang dadanya, kenapa dadanya tetasa aneh? berdebar dan rasanya menyenangkan? Ia menatap ke arah depan dan putri Adora tidak kelihatan lagi. Tapi tentunya ia tahu keberadaan putri itu, kenapa putri gelisah? “Kenapa perasaanku aneh begini? padahal Adora tidak apa-apa?” lama ia terediam sambil memegang dadanya yang bergemuruh. “Hah… aku benar-benar sudah tidak waras rupanya…” Sementara itu, Adora yang berjalan tanpa pernah sedikitpun menoleh kebelakang menjadi bingung karena Asoka tidak mengikutinya. Kenapa ia malah berhenti dan tidak menemaninya. Bukanka ia sudah berjanji? Pikir putri Adora. Ia pun memutar langkahnya dan berjalan kembali ke tempat semula. Ia tahu Asoka masih berada di tempat tadi, tapi kenapa ia tidak melanjutkan perjalannnya. Apakah ia tiba-tiba ada pekerjaan mendesak? “Tuan Asoka…!” serunya, hal itu membuat Asoka terkejut. “Loh kenapa putri kembali kemari?” tanya Asoka, “Jutru aku yang akan bertanya pada Anda, kenapa Anda tidak menemani saya untuk melihat purnama penuh?” ucap putri Adora. “Apa? tuan putri masih ingin di temani melihat purnama? Aku pikir putri tidak mau aku temani. Jadi aku tinggal di sini sambil mengawasi tentunya.” “Apa yang kau bicarakan itu, mana mungkin aku tidak ingin di temani olehmu? Kau kan pengawalku.” “Tapi, bukankah kau tadi berjalan terburu-buru seperti tidak ingin di temani oleh siapapun. Jadi aku berpikir kalau kau ingin sendiri,” sahut Asoka. “Apa? kau sudah gila ya? mana mungkin aku seperti itu. Ayo kita pergi saja, cari tempat yang nyaman untuk menyerap energi,” ucap putri Adora sambil meraih tangan Asoka dan menarik untuk mengikuti langkahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD