Menyerap Cahaya Rembulan

1112 Words
Asoka hanya terdiam mengikuti langkah kaki putri Adora, ia menatap tangan yang di pegang putri itu, ia tersenyum. Dadanya berdebar cukup berisik, saking berisiknya, ia takut kalau suaranya akan terdengar sampai ke telinga putri Adora. Tangan putri Adora terus menggenggam tangannya. Sampai putri itu menghentikan langkah dan menoleh ke arahnya. “Aku ingin naik ke dahan pohon di sebelah sana,” ucap putri Adora lalu menunjuk ke arah sebuah pohon tinggi dengan dahan yang besar. Memang sangat cocok untuk duduk di atas dahannya yang kokoh. “Iya, tentu saja, Putri,” sahut Asoka setelah beberapa lama terdiam. Putri Adora melompat ke atas dan terbang ke arah pohon yang ia maksud. Di mata Asoka, putri Adora terlihat begitu cantik. Rambutnya yang hitam panjang beterbangan tertiup angin. Ia terlihat bersinar diterpa cahaya bulan purnama. “Tuan Asoka, ayo naik…!” Asoka tersentak setelah mendengar seruan putri Adora. Berapa lama ia memandang kecantikan putri mahkota itu sehingga ia tidak tidak mendengar teriakan putri Adora yang meminta untuk mengikutinya. Asoka menatap ke arah pohon dan melihat putri Adora melambai ke arahnya. Asoka tersenyum dan mengangguk. Ia pun melompat dan terbang menuju pohon itu. “Ayo, kita duduk di sini saja,” ucap putri Adora sambil duduk di atas dahan. Asoka juga duduk di sisi putri Adora. Mereka pun menatap rembulan yang cahanya begitu indah, purnama yang sangat cantik. Lama mereka terdiam dan hanya menatap rembulan, Asoka hanya sesekali menghela nafas panjang. Ia tidak berani menatap atau menoleh ke arah putri Adora. Baginya, berdekatan seperti ini saja sudah membuatnya kikuk sekaligus berdebar, apalagi jika tanpa sengaja bertatapan langsung. Jangan sampai wajahnya yang memerah terlihat jelas oleh putri Adora. Putri Adora menoleh ke arah Asoka yang masih fokus menatap rembulan. “Tuan Asoka, apa kau tahu kalau malam ini adalah malam yang sangat spesial yang pernah aku rasa,” ucap putri Adora. Asoka menatapnya dalam. “Oya?” “Iya, entah kenapa aku merasa senang dan nyaman sekali berada di sini. Aku tidak pernah merasa setenang dan sebahagia ini sebelumnya. Tidak juga saat bersama Riftan,” jelas putri Adora. “Aku senang mendengar kau merasa nyaman, berarti aku tidak sia-sia menjadi pengawalmu, kan?” Asoka mulai candaannya. “Hmm… bisa di bilang begitu, jika di pikir-pikir, aku merasa lebih mengenalmu dan tahu kau berada di mana saja saat berada jauh dariku. Apa mungkin karena seringnya kita bertemu sampai-sampai aku terbiasa dan jadinya tergantung padamu?” ucap putri Adora. Asoka menatap putri Adora. “Apakah putri ingin aku selalu menjadi pengawal pribadi Anda?” tanya Asoka dengan binar mata penuh harapan. “Ah… tentu saja, kenapa tidak?” sahut putri Adora tanpa ragu. “Aku merasa senang mendengarnya,” ucap Asoka. Putri Adora memejamkan matanya, seketika kristal putih beterbangan di udara membentuk satu pusaran dan menjulang tinggi ke angkasa. Cahaya rembulan yang tadinya menyebar ke seluruh penjuru bumi seketika berkumpul di satu titik. Tubuh putri Adora melayang dan masuk ke dalam pusaran itu dan menyatu di dalamnya. Pusaran itu kemudian bergerak menuju titik cahaya super terang dan melebur menjadi satu. Putri Adora duduk bersila di atas tangan sambil terus memejamkan mata, cahaya terang itu seketika masuk meresap ke dalam tubuh putri Adora hingga menjadi gelap gulita. Setelah beberapa lama, cahaya rembulan pun muncul dan kembali menerangi bumi . Semua kejadian itu di saksikan oleh Asoka, baru pertama kali ini ia melihat seorang vampir menyerap cahaya rembulan dengan begitu mudah. Meskipun cahaya rembulan tidak berefek untuk apapun tapi sebenarnya cahayanya lebih berbahaya di banding cahaya matahari. Jika cahaya matahari memiliki sinar ultraviolet yang jangankan manusia yang mampu bertahan dengan cahayanya bisa terpapar radiasi dari sinar tersebut, vampir yang sangat rentan dengan sinar itu masih bisa bertahan dengan meminum ramuan khusus. Tapi tidak dengan cahaya bulan, cahaya bulan purnama memiliki dampak yang sangat fatal bagi tubuh vampir. Cahayanya yang indah dan tampak seperti sinar syurgawi yang menerangi bumi, ternyata sangat berbahaya untuk vampir tertentu terlebih untuk serigala. Sekali seorang vampir terkena dampak buruk dari radiasi sinar rembulan, ia akan langsung menjadi Abu dalam sekejap, tidak ada penawar atau apapun yang bisa melindungi. Tapi yang Asoka lihat sekarang adalah, kemampuan menyatukan cahaya itu dengan serbuk Kristal dan meleburkan seluruh cahaya rembulan berada dalam satu titik dan menyerapnya dengan baik. Ini sungguh pemandangan yang luar biasa. Setelah putri Adora membuka matanya, tubuhnya bersinar untuk beberapa saat sebelum kembali normal. Ia lalu melompat kembali ke dahan pohon dan duduk di sebelah Asoka. “Kau tidak ingin menyerap sinar rembulan, Tuan Asoka?” tanya putri Adora. “Ah, aku pikir tidak perlu melakukannya karena sepertinya cahaya rembulan itu sudah habsi terserap olehmu,” ucapnya sambil tersenyum kecil. “Apa? kau bisa saja. Mana mungkin sinar rembulan akan habis hanya depan penyerapan biasa seperti itu. Cahaya rembulan tidak akan pernah habis. Itu seperti limpahan air laut yang tidak akan pernah kering karena setiap kali kita menyerapnya, cahaya yang hilang itu akan tergantikan dengan cahaya lain.” Putri Adora tiba-tiba menjelaskan panjang lebar. “Wah, rupanya kau benar-benar sudah memahami betul tentang fungsi bulan purnama untuk kalangan vampir seperti kita, ya?” puji Riftan. “Tidak juga, aku hanya tahu sedikit,” sanggah putri Adora merendah. Mereka pun kembali terdiam, dan hanya kembali memandangi rembulan di berada dia tas langit hitam dengan taburan bintang yang berkelap-kelip indah. “Tuan Asoka, apakah Riftan pernah membicarakan ku walau hanya sekali padamu?” tanya putri Adora tiba-tiba. Asoka menatap putri Adora. “Kenapa kau menanyakan hal itu, putri?” “Aku hanya mau tahu, seperti apa pendapatnya tentangku, jujur saja sampai saat ini aku tidak pernah merasa dia akan mencintaiku. Aku bahkan merasakan hal aneh setiap kali bersamanya, sepertinya hatiku tidak menerima kebersamaan kami. Apa yang salah dnegan hubungan kami? Dan juga, aku melihat perempuan itu, sekretaris Riftan. Manusia itu. Dia terlihat selalu membuat Riftan gugup setiap kali muncul di hadapannya. Aku menjadi curiga dan membenci perempuan itu,” ucap putri Adora. “Oh, dia adalah sumber makanan Riftan. Aku rasa kau tidak perlu membencinya karena dia tidak memiliki hubungan apa-apa. Hanya sebatas hubungan simbiosis seperti itu.” Asoka hanya bisa mengatakan hal itu. “Entahlah, tapi yang pasti aku sepertinya tidak akan bisa menahan diri jika aku melihatnya lagi. aku tidak ingin Riftan menatapnya dengan dalam. Aku tidak ingin perempuan itu berada dekat dengan Riftan,” ucapnya penuh emosi. Asoka menjadi tegang, bisa bahaya jika putri ini melihat Riftan bersama dengan Nayya. Keselamatan Nayya akan terancam, ia tidak boleh membiarkan mereka bertemu. “Putri Adora, kau tidak perlu merasa secemas itu dengannya, bukankah kau dan Riftan sudah saling terikat? Riftan tidak akan berpaling darimu,” ucap Asoka berusaha menjelaskan. “Aku harap begitu, tuan Asoka. Tapi aku takut, tubuhku akan bergerak Refleks saat melihatnya berada di sekitar Riftan…”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD