Menyusun Rencana

1775 Words
Nayya menyentuh kotak berwarna cokelat yang ada di sampingnya, ini seperti dejavu. Ia juga pernah merasakan perasaan semacam ini sebelumnya. Vampir menangkapnya untuk di jadikan sumber makanan. Jika sebelumnya ia rela dijadikan makanan dari seorang vampir meskipun setelahnya ia berakhir seperti saat ini, kejadian yang ia rasakan sekarang tidak ada bedanya. Kenapa nasib selalu mempermainkannya seperti ini? apakah pada akhirnya ia harus menyerahkan darahnya kepada orang lain? Padahal ia sudah berjanji di dalam hatinya jika ia hanya akan menyerahkan darahnya hanya kepada Riftan saja, dan jika sampai vampir lain berhasil mencicipi darah yang ada dalam tubuhnya, ia akan merasa sangat ternoda. Ia tidak akan memaafkan dirinya jika hal itu terjadi dan yang paling bertanggung jawab atas kejadian ini adalah Riftan. Air mata Nayya kembali mengalir, ia merasa telah menjadi wanita tidak berharga yang bisa digilir sesuka hati oleh orang-orang yang menginginkannya. Ia merasa Riftan telah menyia-nyiakan pengorbanan dan ketulusannya. Bisa-bisanya ia dengan enteng membiarkan dirinya pergi bersama putri Adora. Apakah ia sejak awal memang hanya menginginkan darah dan tubuhnya saja? karena itu ia sama sekali tidak merasa khawatir. Semua pikiran itu berputar dalam benak Nayya membuatnya semakin sedih. Pintu terbuka dan seorang pelayan wanita masuk. “Kenapa Nona tidak menyentuh makanan ini? Anda harus mengisi perut seperti yang tuan Gonzales perintahkan,” ucap pelayan itu. “Aku tidak mau makan apa-apa, katakan pada tuanmu itu, ambil saja darahku dan biarkan aku pergi,” ucap Nayya dengan dingin. “Tapi tuan Gonzales akan marah jika Anda tidak makan Nona?” ucap pelayan itu lagi, berusaha membujuk Nayya untuk makan. Tapi Nayya hanya terdiam, ia sudah tidak peduli apapun lagi. Jika pun ia akan mati setelah vampir itu menghisap darahnya, ia sama sekali tidak peduli. Mungkin itu pilihan terbaik dari pada membiarkan darahnya di hisap terus menerus oleh vampir lain. “Pergilah dari sini, jangan khawatir aku akan bersiap,” ucap Nayya. Pelayan itu pun pergi meninggalkan Nayya yang masih terduduk diam di sisi ranjangnya. Akan tetapi pintu kembali terbuka. “Kenapa kau datang lagi…” Nayya membeku melihat seorang pria masuk dan menghampirinya. “Kau…?” “Iya, aku datang untuk menyapamu,” ucapnya sambil melirik makanan yang sama sekali belum tersentuh. “Kenapa kau menyekap ku di sini? Biarkan aku pergi!” ucap Nayya. Ia tahu kalau pria yang mirip dengan Riftan ini adalah saudara sekaligus musuh bebuyutan Riftan. “Maafkan aku tapi permintaanmu itu tidak bisa aku kabulkan. Kau sangat berharga dari apa pun dan aku sangat bersyukur dengan keteledoran dan kebodohan Riftan karena telah membiarkanmu tanpa pengawasan.” Pria itu menatap Nayya sambil tersenyum. “Jadi kau berencana untuk menyekapku selamanya di sini?” tanya Nayya. “Iya, dan kau harus bersiap untuk itu,” jawab Gonzales. “Apa kau pikir Riftan akan membiarkanmu begitu saja? mungkin sebentar lagi ia akan datang untuk menghancurkanmu, jadi jangan terlalu percaya diri,” ucap Nayya, ia sama sekali tidak merasa takut sedikitpun. Ia merasa jika umurnya pun tidak akan lama, sehingga keberaniannya muncul. “Aku percaya itu, Nona Nayya. Kau adalah sumber makanan untuk Riftan dan darahmu sangat berharga. Siapa pun tidak akan membiarkan orang lain mencuri miliknya yang berharga, kan? untuk itu aku sudah membuat persiapan untuk menyambutnya. Tentu saja, persiapanku ini akan membuatnya sangat kesulitan apalagi untuk menemukanmu. Kau begitu beharga untuk aku lepaskan begitu saja untuknya. Kau akan tetap bersamaku selamanya dan Riftan tidak akan pernah bisa menemukanmu, sekarang makanlah atau kau mau aku memaksamu?” ucap Gonzales dengan penuh keyakinan. Nayya menatap Gonzales dengan tatapan tajam. Ia bangkit dari tempatnya dan mengambil makanan yang ada di meja lalu memakannya. “Bagus, bersiaplah,” ucap Gonzales lalu meninggalkan tempat itu. “Riftan, cepatlah datang. Jika vampir itu berhasil menghisap darahku, aku tidak akan memaafkanmu,” gumannya. Air matanya kembali terjatuh. Sementara itu putri Adora terlihat terus melompat dan melayang dari satu pohon ke pohon lain. Ia baru saja keluar dari perbatasan. Saat ia menginjakkan kakinya di luar kawasan Gonzales, sinyal Asoka langsung terhubung kepada tubuhnya. Begitu kuatnya sampai ia tersentak. Ia juga seakan menyadari kenapa hanya Asoka yang terhubung dengannya? Kenapa bukan sinyal Riftan? Padahal ia masih sangat mengingat jika pria yang menemaninya duduk di batu datar dalam ritual pengikatan jiwa adalah Riftan, tapi kenapa sinyal Asoka saja yang bisa terhubung dengannya. Putri Adora terduduk sambil memegangi dadanya yang bergemuruh hebat, ia berusaha menormalkan perasaannya yang seakan menggebu. Ia bingung kenapa ia sangat merindukan Asoka? Debaran di dadanya hanya mengharapkan kemunculan Asoka. Putri Adora sampai tidak bisa bergerak. Tidak membutuhkan waktu lama, Asoka pun muncul di hadapan putri Adora menatapnya dengan tatapan dalam. “Putri Adora…” Hati putri Adora bagai tersiram limpahan air dan membasahi kegersangan jiwanya. Ia tanpa sadar berhambur memeluk Asoka, meluapkan semua perasaannya. “Apa yang terjadi?” pertanyaan Asoka semakin membuatnya merasa bersalah. “Maafkan aku, aku… !” “Sssshhhtt… tenangkan dirimu dulu.” Asoka membelai rambut putri Adora dengan penuh kelembutan. Putri Adora pun menangis dan meluapkan kesedihan dan penyesalannya. Ia sudah pasrah jika setelah ia menceritakan semua perbuatannya Riftan akan menghukumnya. Ia memang pantas dihukum atas perbuatannya yang telah melanggar etik seorang putri mahkota dan sebagai pasangan jiwa Riftan. Setelah beberapa lama, putri Adora pun mulai kembali tenang. Walupun sesekali isaknya masih terdengar. “Apakah kau sekarang sudah tenang?” tanya Asoka. Putri Adora mengangguk lemah. “Kalau begitu kau harus menceritakan semuanya padaku, apa yang telah tejadi,” ucap Asoka penuh keseriusan. Matanya yang hitam tajam menatap putri Adora dengan serius. “Apakah kau tidak akan marah setelah mendengarnya?” putri Adora tampak ragu dan takut. “Kau percaya padaku?” tanya Asoka, tatapnya yang serius berubah menjadi lembut membuat hati putri Adora sedikit lebih tenang. Ia pun mengangguk tanpa melepas tatapannya. “Kalau begitu kau bisa menceritakan semuanya tanpa sedikitpun yang kau sembunyikan. Aku perlu mengetahui semuanya untuk mengambil tindakan yang lebih bijaksana untukmu. Terlebih kepada Nayya,” ucap Asoka. Putri Adora tertunduk. “Gonzales membuatku terpengaruh untuk bekerja sama dengannya, akulah yang menyebabkan Nayya tertangkap oleh pria itu,” ucap putri Adora. “Apa?” Asoka terkejut. Meskipun ia sudah memprediksi kenyataan itu, tapi mendengar langsung dari putri Adora rasanya cukup mengejutkan. “Aku telah mempercayai hasutan Gonzales dan merencanakan penculikan Nayya. Aku sengaja mengajak Nayya dan membawanya ke hutan kawasan Gonzales sehingga pria itu bisa merebut Nayya dari tangan Riftan dengan mudah. Aku yang sudah membuat Nayya celaka, maafkan aku…” Putri Adora kembali menangis, ia benar-benar merasa seperti orang bodoh yang telah mencelakai rekannya sendiri. Ia tahu kalau Nayya adalah sumber makanan yang sangat berharga untuk Riftan, tapi ia dengan mudahnya memberikan itu kepada musuh Riftan sendiri. Ia tidak bisa membayangkan lagi kemurkaan Riftan kepadanya dan konsekuensi dari perbuatannya. Ia benar-benar takut. “Saat itu aku tidak bisa berpikir jernih karena Gonzales menawarkan darah singa jantan setiap minggu dan juga, ia mengatakan hal yang membuat hatiku murka. Ia bilang kalau Nayya adalah kekasih dari Riftan. makanya aku langsung mengiyakan tawarannya untuk menyingkirkan Nayya dari kehidupan Riftan,”ucap putri Adora menjelaskan. Lama Asoka terdiam, ia berusaha memikirkan jalan keluar bagiamana untuk putri Adora. Ia sangat yakin jika Riftan mengetahui soal ini, pria itu pasti akan murka. Betapa Riftan sangat mempercayai putri Adora dan tidak pernah menyangka jika gadis ini akan berkhianat dan lebih berpihak kepada musuh hanya karena cemburu. Tidak bisa dipungkiri jika perasaan Asoka juga sedih mendengar jika putri Adora masih sangat mengharapkan Riftan, tapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggunya sadar akan perasaanya. “Apakah sampai sekarang kau masih berhubungan dengan Gonzales? Atau kalian merencanakan sesuatu lagi untuk mengelabui kami?” tanya Asoka. “Tidak, percayalah padaku. Aku sangat menyesali perbuatanku. Gonzales ternyata telah menipuku, setelah mendapatkan Nayya, dia menangkapku dan menyekapku di ruangan sempit. Aku berhasil kabur dari sana. Aku mohon percayalah padaku, Tuan Asoka.” Putri Adora memohon. Asoka menghela nafas panjang. “Baiklah, tidak perlu cemas. Aku yang akan mengurus semuanya. Lebih baik kita kembali ke kastil,” ucap Asoka lalu menggenggam tangan putri Adora dan membawanya pergi dari tempat itu. *** Asyaq masih berusaha mencari keberadaan Nayya saat telepati Asoka sampai kepadanya. “Putri Adora sudah berada di kastil.” “Apakah dia tahu bagaimana keadaan Nayya, Gonzales tidak menyakitinya kan?” tanya Asyaq khawatir. “Dia tidak tahu, dia juga masih syok setelah meloloskan diri dari sekapan Gonzales,” jawab Asoka. “Kita harus segera menyelamatkan Nayya. Aku tidak ingin ia terluka. Aku tahu Nayya pasti sangat sedih karena tidak ada satupun yang menolongnya saat ini,” sahut Asyaq dengan perasaan sedih. “Iya, kita harus segera mengadakan pertemuan untuk membicarakannya,” ucap Asoka. “Pertemuan apa maksudmu? pertemuan hanya membuang-buang waktu! Aku akan langsung menyerangnya!”Asyaq berseru tidak sabar. Ia begitu ingin menolong Nayya tapi ia menyadari keterbatasan kekuatan yang dimilikinya. “Kita harus membicarakan ini dengan Riftan dulu. Menyerangnya tanpa pertimbangan hanya akan membuahkan kegagalan. Kita tidak bisa menganggap sepele Gonzales. Jika ia dulu bisa membuat Riftan menderita, bukan tidak mungkin saat ini ia bahkan bisa menghancurkan semua kalangan kita. Jadi untuk menghadapinya, kita akan betul-betul mempersiapkan diri. Baiklah, aku akan menghubungi Riftan dan mempersiapkan segalanya,” ucap Asoka sebelum semuanya hening. Asyaq mengusap kepalanya sambil menghembuskan nafas gusar, ia benar-benar sangat mengkhawatirkan kondisi Nayya. Sebenarnya ia tidak begitu cemas dengan kondisi fisiknya karena ia yakin Gonzales akan memperlakukannya dengan sangat baik. Yang ia khawatirkan adalah perasaan Nayya. Pasti gadis itu akan merasa dilupakan, apalagi persiapan penyerangan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Bagiamana bisa Riftan tidak memikirkan itu semua. “Dasar tidak peka,” gumannya sambil terus mengawasi kawasan di sekitarnya. Kondisi kota sudah membaik, pasukan yang Riftan kerahkan untuk berjaga melakukan tugasnya dengan baik. Namun, orang yang sudah terlanjur dilaporkan hilang, polisi masih berusaha mencari keberadaan mereka. Namun, banyak laporan yang sudah di tutup kasusnya karena tidak menemukan jejak sama sekali. Asyaq tanpa sadar berjalan menuju sebuah rumah mewah yang berada di kawasan perumahan elit di tengah kota. Selain memantau kondisi kota, ia juga ingin mengetahui keadaan Nilam. Sudah sangat lama ia tidak mendengar kabarnya karena kesibukannya menyelesaikan tugas di kastil. Ia merasa sangat ingin melihat Nilam. Asyaq melompat naik ke atas pohon untuk melihat lebih jelas keadaan di dalam pagar tinggi rumah mewah itu. Namum, ia tidak bisa melihat tanda-tanda keberadaan Nilam di sana meskipun ia sangat yakin bocah itu ada di dalam sana. Aroma tubuh Nilam yang sangat tajam menusuk hidungnya membuatnya semakin ingin melihatnya. “Di mana dia?” guman Asya sambil berusaha mengintip ke dalam. Ketika ia melihat sosok yang begitu ia rindukan, tatapan Asyaq berubah teduh. Seakan semua kegusaran pikirannya lenyap. Ia menatap lurus ke arah bocah yang sedang bermain ayunan sendirian di taman samping dengan boneka beruang putih kecil yang ada di dalam genggamannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD