Melarikan Diri

1089 Words
Mata Gonzales semakin memerah, emosi bercampur nafsu untuk menghisap darah segar Nayya mengalir deras di pembuluh darahnya. Tapi hawa panas yang berasal dari tubuh Nayya mencegahnya untuk mendekati gadis itu. Ia juga menjadi curiga kalau Nayya sudah tidak seperti gadis yang ia harapkan lagi karena selain kekuatan cahaya biru yang ia miliki, ia juga memiliki tanda kepemilikan yang bersinar di lengannya. Kemungkinan gadis ini tidak memiliki kesucian dalam darahnya lagi. 'Riftan benar-benar b******k…!!!’ rutuknya dalam hati. “Aku bukan siapa-siapa, aku hanya manusia yang bertugas memenuhi kebutuhan darah untuk tuan Riftan, ti…tidak lebih,” jawab Nayya terbata. Ia semakin ketakutan melihat wajah Gonzales yang beringas. “Hah… ha..ha… kau ternyata masih berani berbohong padaku. Kau rupanya tidak takut padaku.”Gonzales mengusap wajah menahan geramnya. “Ti…tidak, aku tidak berbohong…” sanggah Nayya masih berusaha menyembunyikan identitasnya. “Kau sepertinya tidak ingin jujur. Baiklah, tidak masalah. Lagipula mulai malam ini kau akan menjadi tawanan. Kau akan ditempatkan di tahanan sampai kau bicara jujur padaku. Aku akan memulai menyerang kastilnya hingga tidak ada yang tersisa, dan kau akan menjadi tawananku untuk selamanya.” Gonzales keluar dari ruangan itu meninggalkan Nayya yang sudah berdiri terpaku di tempatnya dengan derai air mata. Dua orang wanita berjubah masuk menghampiri Nayya dan membawanya keluar. Nayya berjalan mengikuti mereka. berjalan menyusuri lorong hingga tibalah mereka ke sebuah ruangan berdinding jeruji besi. “Masuklah dan nikmati harimu di sini,” ucap salah satu dari wanita itu dengan tatapan dingin. Nayya melangkahkan kakinya ke dalam. Pintu di tutup dan keduanya pergi. Tubuh Nayya merosot ke lantai, ia memeluk lututnya dengan bahu yang bergetar. “Riftan, kenapa sampai sekarang kau belum datang juga? aku sudah ketakutan, aku mohon selamatkan aku, hiks…hiks…” Nayya terisak dalam kesedihannya. Riftan melompat dari satu pohon ke pohon lain sambil terus mengamati sekitarnya. Ia menatap ke depan. Sebuah kawasan hutan lindung yang sangat subur. Sangat ia sayangkan jika hutan selebat ini akan di bakar. Ia membayangkan jika semua hewan akan menjadi kehilangan tempat tinggal. Riftan menghela nafas dalam. Dadanya kembali terasa nyeri, ia tahu jika Nayya menghadapi kesulitan di sana. Mungkin Gonzales memperlakukannya dengan kasar. Ia kembali menatap sekitar lalu melompat masuk ke dalam hutan. Riftan berjalan mengendap masuk ke dalam sebuah ruangan yang tidak di jaga. Sepertinya ruangan ini tidak dijaga. Ia menyelinap masuk ke dalam. Saat ia ingin berbelok masuk ke ruangan lain, langkah kaki seseorang terdengar. Tubuh Riftan seketika menghilang. Ia melihat Gonzales berjalan berlalu di hadapannya menuju ke suatu tempat. Bau Nayya seketika tercium. Riftan mengepalkan tangannya, amarahnya seketika menyelimutinya. Rupanya pria b******k ini baru saja berada di sekitar Nayya. Ia berusaha sekuat tenaga menahannya. Ia lalu mengirim sinyalnya untuk mencari keberadaan Nayya namun lagi-lagi gagal. Rupanya tempat ini juga di penuhi sihir kuat penghilang jejak sehingga ia masih belum bisa menemukan keberadaan Nayya di tempat ini. Riftan pun mengikuti langkah Gonzales. Gonzales memberi isyarat seorang pengawal penjaga penjara yang Nayya tempati untuk membukanya, pengawal itu pun segera membuka pintu penjara. Gonzales berjalan masuk ke dalam menuju penjara Nayya. Gonzales melihat gadis itu duduk di sudut penjara sambil memeluk lutut dan menyembunyikan wajahnya. Tubuhnya bergetar halus. Gonzales membuka pintu penjara dan meletakkan sepiring makanan di hadapan Nayya. “Ini makanlah, aku berbaik hati memberimu makanan,” ucap Gonzales. Nayya perlahan mengangkat wajahnya dan menatap Gonzales dengan tatapan tajam. “Kau ambil saja makanan ini, aku tidak membutuhkannya. Aku lebih baik mati kelaparan dari pada menjadi tawananmu seumur hidup,” ucap Nayya dengan sengit. Meskipun perkataannya begitu kuat menolak makanan yang ada di hadapannya itu, perutnya benar-benar tidak bisa di ajak kerja sama, tapi ia dengan sekuat tenaga menahan rasa lapar yabg begitu mendera. ‘Kumohon jangan ambil lagi…jangan ambil lagi. Aku sangat kelaparan sampai-sampai aku bisa memakan diriku sendiri,’ suara hati Nayya meronta. Mendengar ucapan Nayya, Gonzales tersenyum. “Kau jangan keras kepala dan menyiksa dirimu seperti itu. Jika kematian yang kau harapkan, aku bisa sangat mudah melenyapkanmu. Tapi aku masih ingin mengetahui lebih banyak tentangmu. Sepertinya aku ada firasat kita pernah mengenal di masa lalu karena perasaanku biasanya tidak pernah salah. Aku ingin menyelidiki dirimu terlebih dahulu, jadi jika kau terus menolak untuk makan, kau sendiri yang akan tersiksa. Kelaparan itu sangat menyakitkan dari apapun,” ucap Gonzales lalu pergi meninggalkan tempat itu. Akan tetapi, langkahnya tiba-tiba berhenti, ia melihat sekeliling dan mengendus. Setelah beberapa lama pria itu pun melanjutkan langkahnya. Nayya tidak berhenti melirik setumpuk makanan enak di atas piring itu. makanan dengan sebotol air segar menanti dirinya. Ia membayangkan makanan itu masuk ke dalam mulutnya, mengunyahnya perlahan lalu masuk ke dalam kerongkongan dan mengenyangkan perutnya. Air itu tampak santa menggiurkan, melepas dahaga dengan meneguknya perlahan. Namun, ternyata itu hanyalah ilusi. Ia dengan cepat menggeleng mengusir pikirannya tentang makanan itu. Ia tidak boleh sedikitpun menyentuh makana itu walau apapun yang terjadi. Tapi Nayya tanpa sadar malah rasa lapar yang mendera, lagi-lagi ia goyah. “Mungkin kalau makan sedikit saja tidak apa-apa kan?” Gumannya sambil menoleh kanan kiri. “Makanlah, kau harus memiliki tenaga untuk keluar dari tempat ini.” Nayya tersentak, sakit terkejutnya tubuhnya hampir terjungkal kebelakang. “Ah… su…suara siapa itu?” gumannya mulai merasa takut. Tiba-tiba Riftan muncul di hadapannya dengan tatapan menyesal. Nayya terpaku, rasa laparnya seketika sirna tak berbekas. “Ri…Riftan…?” Riftan mengangguk dan membentangkan tangannya. Tanpa pikir panjang Nayya pun langsung menghambur ke pelukannya. “Kau jahat, kenapa baru datang? Aku sangat membencimu.” Nayya mulai kembali terisak. “Ssssttt…. Jangan menangis di sini, nanti kita ketahuan. Kita harus segera keluar dari tempat ini. Tapi sebelum itu kau makanlah makana itu, aku tidak mau kau kehabisan tenaga dan kelaparan,” ucap Riftan sambil membelai lembut kepalanya. Nayya melepaskan pelukannya dan menatap Riftan, air matanya mengalir. Riftan menghapusnya dengan lembut mencium bibirnya sejenak dan mengajak Nayya untuk duduk. “Makanlah sedikit saja, kau membutuhkan makanan ini untuk memulihkan tenagamu,” ucapnya lalu menyuapi Nayya dengan penuh kasih sayang. Nayya mengunyah makanannya dengan air mata yang masih mengalir. Ia terus menatap Riftan seolah tidak percaya jika pria yang sangat ia cintai ini ternyata datang untuk menyelamatkannya. “Sudah cukup,” ucap Nayya saat Riftan masih ingin menyuapinya. “Kalau begitu ayo kita pergi dari sini,” ucap Riftan . “Bagaimana kita bisa membuka kuncinya?” Nayya tampak bingung. tapi Riftan malah tersenyum. Ia berjalan menghampiri pintu jeruji besi itu dan menyentuh gemboknya. Seketika itu gembok itu hancur. Nayya terbelalak, begitu kuat remukan tangan Riftan sampai-sampai gembok besar dan kuat itu hancur hanya dengan menyentuhnya saja. Mereka pun keluar dari tempat itu dan melangkah mengendap keluar. “Mau ke mana kalian?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD