Meminta Maaf

1110 Words
Keduanya tersentak, menoleh ke arah sumber suara dan melihat Gonzales sedang berjalan ke arah mereka diikuti oleh beberapa pengawal di belakangnya. “Wah, rupanya tamu agung kita datang tapi sudah mau pergi lagi sebelum menyapa tuan rumah,” ucap Gonzales penuh sindiran. “Aku hanya mengambil milikku yang telah di curi dariku,” balas Riftan dengan dingin. Gonzales hanya menyeringai mendengar ucapan Riftan. “Sesuatu yang telah berpindah tangan tidak bisa begitu saja di ambil kembali. Apalagi kau mengambilnya tanpa izin, tentu saja aku sebagai tuan rumah tidak berkenan,” ucap Gonzales berdiri tepat di hadapan Riftan. Keduanya saling pandang dengan sorot mata tajam penuh dendam. Nayya segera besembunyi di balik punggung Riftan. “Karena kau sudah berada di sini, bagaimana kalau kita makan siang bersama Kakak, bukankah ada banyak hal yang perlu kita diskusikan?” ucap Gonzales. “Kau tidak perlu basa-basi, biarkan aku pergi sekarang. Aku belum mau menghabiskan tenagaku untuk bertarung denganmu. Persiapkan saja kekuatanmu sebaik-baiknya karena peperangan akan segera di mulai, kau mengerti, adikku?” balas Riftan masih dengan suara dinginnya. “Aku tidak akan menghilangkan kesempatan ini untuk melenyapkanmu, Kakak. Aku tidak akan menunggu peperangan lagi karena kau sudah berada di dalam daerah kekuasaanku.” Gonzales menyerang dengan cepat tapi Riftan juga dengan tak kalah gesitnya menghindar. Nayya merasakan tubuhnya melayang bersama gerakan Riftan sebelum mendarat di sudut ruangan yang tersembunyi. Ia tidak mengerti kenapa tubuhnya bisa berada di tempat ini. Tapi ia masih bisa melihat perkelahian keduanya. Riftan melompat dengan gerakan lincah masih tetap menghindari serangan Gonzales, tapi dengan agresifnya Gonzales terus melancarkan serangannya ke arah Riftan. sementara para pegawalnya hanya bersikap siaga mengelilingi mereka berdua. “Kenapa kau tidak menyerangku Kakak?! Aku ingin melihat kekuatanmu setelah lumpuh selama beratus tahun lamanya. Apalagi kau sudah berkali-kali menghisap darah gadis perawanmu itu,” ucap Gonzales sambil melayangkan pukulannya ke arah wajah Riftan tapi Riftan dengan kecepatan dan ketangkasannya mampu menghindari setiap serangan Gonzales. “Sudah aku katakan kalau aku belum ingin menghabiskan tenagaku untuk berduel denganmu. Tunggu sampai saat itu tiba. Tapi, jika kau tetap ingin merasakan sedikit dari ilmuku, baiklah aku akan memperlihatkannya padamu.” Riftan menempelkan telapak tangannya di d**a , seketika cahaya biru bersinar dan meresap masuk ke tangan Riftan. Riftan lalu mengarahkan telapak tangannya ke arah Gonzale bediri siaga, detik kemudian cahaya biru keluar dari tangan Riftan. Gonzales terkejut, ia segera menghindari cahaya itu dengan melompat ke atas. Cahaya itu pun menghancurkan dinding tembok kokoh yang ada di hadapan Riftan. “Jika kau tekena sinar biru ini, bisa dipastikan tubuhmu akan meleleh dan lenyap,” jadi sebelum itu terjadi maka persikaplah kekuatanmu untuk menghadapinya.” Riftan pun melompat dan pergi dari hadapan Gonzales. Nayya merasa sebuah tangan kekar merangkul pinggangnya dan membawanya pergi. Tubuhnya melayang tanpa ada siapa pun terlihat di sampingnya. “Riftan…? apa itu kau?” tanyanya takut-takut. Riftan seketika muncul di depan matanya sedang menggendong dan tersenyum ke arahnya. Nayya tersenyum bahagia, ia mempererat pelukannya ke leher Riftan. Mereka pun terbang dan melayang di atara pohon. Riftan membawanya semakin tinggi melayang, bulan purnama yang menjadi latar tampak indah bagaikan lukisan. “Apa kau mengantuk?” tanya Riftan dengan suara lembutnya. “Hmm…” Nayya berguman. “Tidurlah, aku akan membawamu dengan pelan agar kau bisa menikmati tidurmu di atas angin,” ucap Riftan. “Baiklah, tapi kebaikanmu ini tidak akan membuatku luluh dari amarahku, ya. Aku masih marah padamu, kau tahu…!” ucap Nayya sambil memejamkan matanya. “Aku memang belum meminta maaf dan menebus kesalahan, kau tidur saja dulu,” ucap Riftan. Nayya tidak merespon, suara dengkuran halus nafasnya menandakan jika ia sudah terlelap. Riftan terbang dengan pelan, ia menatap wajah Nayya yang terlelap dengan tenang dalam pelukannya. Pasangan jiwanya ini pasti sudah melalui hari-hari yang menyengsarakannya. Ia merasa sangat menyesal telah membiarkan putri Adora mengajaknya pergi. Putri Adora, gadis itu pasti telah sengaja berniat buruk kepada Nayya. ‘Aku pastikan akan memulangkannya ke istana setelah peperangan ini berakhir. Wanita itu tidak bisa terus-terusan menjadi bahaya untuk Nayya.’ Ia mulai mencurigai putri Adora meskipun Asoka masih belum berbicara apapun mengenai hal itu. Nayya membuka mata setelah mendengar suara burung hutan bersahut-sahutan. Setiap pagi ia selalu terbangun dengan suara alam yang indah itu. Aroma makanan langsung tercium, ia menatap meja dan benar saja, makanan lezat pintu menggiurkan telah tersaji. Nayya bangkit lalu meminum segelas air putih seperti biasa dan masuk ke kamar mandi. Setelah beberapa lama keluar lalu menghampiri meja. Pintu terbuka dan Riftan masuk dengan senyumnya yang siapapun akan meleleh dibuatnya. Pria itu melangkah menghampiri Nayya dan mencium pipinya dengan lembut. “Selamat pagi…” sapanya sambil membawa Nayya ke atas pangkuannya. Gadis itu tidak membalas sapaannya. “Bagiamana tidurmu semalam?” tanya Riftan sambil mengelus rambut lembut Nayya. Nayya hanya terdiam, ia tahu jika Riftan melakukan ini karena merasa bersalah. Sebelumnya ia tidak pernah melakukan ini terhadapnya. “Nyenyak,” jawabnya singkat. “Hmm, kenapa ekspresinya seperti itu?” tanya Riftan. “Tidak apa-apa,” ucap Nayya masih dengan responnya yang sedikit dingin. Ia tidak ingin memperlihatkan rasa senangnya karena ia berpikir Riftan akan semakin berbuat semaunya. Ia ingin membuktikan jika pesona Riftan tidak akan mempengaruhinya, ia ingin Riftan tahu jika dirinya juga bisa marah. “Kau masih marah padaku?” tanya Riftan menatapnya dengan dalam sambil mengelus bibirnya dengan lembut. Darah Riftan mulai berdesir tapi, ia berusaha untuk bersikap normal karena Nayya masih merajuk padanya. Benar saja, Nayya menepis tangan Riftan dari bibirnya dan memalingkan wajahnya. “Tentu saja aku marah, kau tidak tahu betapa menderitanya aku di sana. Ah, sebenarnya aku marah bukan karena itu. Aku marah karena kau sangat mempercayai putri mahkota itu dari pada peka terhadap sikapku.. Kau tahu, putri Adora sengaja mengajakku pergi ke hutan kawasan Gonzales dan meninggalkanku dalam ketakutan di sana. Aku marah karena kau sama sekali tidak melihat raut kekhawatiran di wajahku saat itu. Aku marah karena kau membiarkanku mendekam lama di tempat vampir mengerikan itu. Aku bahkan sudah pasrah dan berpikir untuk menghabisi diriku sendiri, karena dia hampir meminum darahku, hiks…hiks…” nayya terisak sambil tertunduk. “Maafkan aku, aku sudah gegabah. Aku mohon maafkan aku.” Riftan berlutut di hadapan Nayya sambil tertunduk. Melihat sikap Riftan, Nayya tertegun. Ia berhenti menangis. Sikap Riftan sedikit berlebihan. Kenapa pula ia harus bersimpuh di hadapannya seperti itu? Hatinya sedikit tersentuh tapi kesedihannya masih menguasainya sehingga ia hanya membiarkan vampir perkasa tak tertandingi itu bersimpuh di hadapannya. Riftan mengangkat wajahnya dan menatap Nayya dengan tatapan menyesal. “Aku tahu kalau kesalahanku ini tidak akan membuatmu begitu saja memaafkanku, tapi aku mohon untuk kali ini saja, tolong berikan aku kesempatan. Aku berjanji akan bersikap lebih baik lagi padamu, aku mohon…”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD