Selamat

1054 Words
Nayya menoleh menatap sekelilingnya, bulu kudunya merinding. Tapi ia tidak melihat siapa-siapa. Ia pun mempercepat langkahnya. Padahal ia hanya ingin sendiri tanpa di temani siapapun, tidak juga dengan Asyaq. Ia duduk di kursi dan termenung memikirkan apa yang telah ia alami. Ternyata tidak mudah memahami situasi saat kenyataan yang terlihat bahkan sangat menyakitkan. Terlebih saat Riftan ternyata tidak bisa berbuat apa-apa untuk itu. “Hah… ternyata aku tidak sekuat itu,” gumannya. Tiba-tiba seorang wanita cantik duduk di sebelahnya. Ia tersenyum ke arah Nayya lalu menatap ke depan. Nayya menatap wanita itu dengan bingung. Entah kenapa ia seketika memiliki firasat tidak baik tentang wanita ini. Ia pun berniat untuk meninggalkan tempat itu tapi wanita itu menoleh ke arahnya. “Apa kau merasa terganggu?” ucapnya kepada Nayya. “Oh, ti…tidak. Silakan duduk saja, saya memang sudah ingin meninggalkan tempat ini sejak tadi. Permisi,” ucap Nayya sambil berdiri dari duduknya, tapi wanita itu dengan cepat mencekal tangan Nayya. “Tidak perlu pergi, karena kau yang akan ikut denganku,” ucap wanita itu dengan seringainya yang menakutkan. Wajah Nayya pucat pasi, ia berontak ingin melepaskan diri tapi kekuatan wanita itu tidak sepadan dengan dirinya yang lemah. Ia ingin berteriak, namun suaranya sama sekali tidak bisa keluar. Ada apa ini? apakah ia sedang di culik? Nayya hanya bisa menggeleng dengan wajah pucat pasi, ia berusaha melepas cekalan tangan wanita itu tapi tidak bisa. Ia bahkan melihat mata wanita itu berubah merah. Gawat, ia ternyata sedang berhadapan dengan vampir lagi. “Percuma kau berontak, itu hanya akan membuang-buang tenagamu. Ayo, sudah waktunya kita pergi dari sini.” Tidak! Jangan sampai ia di culik dalam kondisi seperti ini. Ia harus melakukan sesuatu. Tapi apa yang harus ia lakukan? Sementara itu, Asyaq yang baru menyadari jika Nayya tidak ada di kamarnya menjadi cemas. Nayya tidak pernah pergi ke mana pun tanpa sepengetahuannya. Ia juga sudah mencari Nayya di seluruh kastil dan di sekitarnya tapi gadis itu tidak ada di mana-mana. Asyaq mencoba mengirim telepati kepada Riftan tapi tidak berhasil, entah ada apa dengan kondisi pikiran Riftan sekarang. Karena yang terjadi sekarang adalah, sejak kedatangan putri Adora di kastil, semua menjadi berantakan. Riftan hanya sibuk menyenangkan hati putri manja itu tanpa bisa berbuat apa-apa. Sedangkan Asoka, entah apa yang terjadi pada vampir itu, sejak kedatangan putri mahkota manja itu, ia selalu terlihat murung dan tidak bersemangat. Asyaq menjadi semakin khawatir karena ponsel Nayya tidak bisa di hubungi. Ia pun mencoba menggunakan kekuatannya untuk mencari jejak terakhir Nayya. Benar saja, ia mendapati jika Nayya baru saja berada di sebuah taman di tengah kota. Tanpa berpikir panjang, Asyaq langsung melompat dan melesat pergi menghilang di balik rerimbunan pohon. *** Nayya tidak ingin menjadi korban penculikan oleh seorang vampir. Darahnya yang berharga hanya untuk Riftan saja, tidak ada yang boleh mengalahkan kekasihnya itu dengan meminum darah sucinya. Wanita itu menyeringai, sorot matanya yang tajam dan merah begitu mengerikan. “Kau sebaiknya bersiap, kita akan menemui Gonzales. Ia pasti akan merasa sangat senang saat melihatmu. Tapi, sebelum itu, aku yang akan merasakan kenikmatan darah suci milikmu yang legendaris itu,” ucap wanita itu. Taringnya mulai keluar, ia kemudian mendekatkan mulutnya ke tangan Nayya. Taring itu semakin panjang. Nayya kembali memberontak berusaha melepaskan diri, sialnya ia juga tidak bisa berteriak. Vampir itu telah mengunci pita suara Nayya agar ia tidak berisik dan mengundang perhatian orang-orang. Nayya pun pasrah dalam ketidakberdayaannya. Mungkin ini sudah menjadi takdirnya, ia harus jatuh ke tangan vampir jahat dan menjadi sumber makanan. Lagipula, hal tersebut tidak ada bedanya dengan kondisinya di kastil. Riftan sejak awal hanya menjadikannya sebagai sumber makanan, yang menjadi perbedaan hanya karena ia memiliki rasa cinta kepada Riftan, selebihnya posisinya sama. Apa lagi, kini putri Adora akan segara merebut posisinya sebagai kekasih Riftan, entah Riftan sadar atau tidak. Ia kembali teringat ketidakberdayaan Riftan menghadapi putri mahkota itu, sehingga ia pun menjadi tidak percaya apapun yang dikatakan Riftan. Lagi pula kekuatan Riftan tidak akan berubah melemah jika ia tidak lagi meminum darahnya, jadi tidak ada yang perlu dirisaukan lagi. Ia ada di kastil itu ataupun tidak, toh Riftan sebenarnya tidak membutuhkannya lagi. “Tolong jangan memaksaku, aku yang akan memberimu darahku secara suka rela.” Mendengar ucapan Nayya, wanita itu menatapnya dengan seksama. “Baiklah, kalau begitu ulurkan tanganmu. Seharusnya kau bersikap seperti ini sejak tadi, menurut dan lakukan apa yang aku perintahkan. Lagipula, aku tahu kalau kau di kastil itu akan tersingkir oleh putri mahkota,” ucap wanita itu. “Apa? kenapa kau bisa mengetahui semua itu?” Nayya bertanya dengan raut wajah tidak percaya. “Aku adalah seseorang yang bisa melakukan apapun untuk mendapatkan targetku. Dan hal itu sangat mudah kulakukan. Jadi sekarang biarkan aku merasakan darahmu yang istimewa itu,” ucap vampir itu sambil meraih tangan Nayya menuju mulutnya. Tapi, baru saja vampire itu membuka mulutnya dengan sorot mata bengis menakutkan, sebuah tendangan keras menghantam kepalanya sehingga ia terlempar jauh. Nayya terkejut bukan main, ia melihat Asyaq dengan mata merah menyala melompat ke arah wanita itu dan menghajarnya. Vampir wanita itu melakukan perlawanan, ia menerjang Asyaq dengan tendangannya yang agresif. Tapi Asyaq bisa dengan mudah menahan serangannya dan membalas dengan tendangan kuat di bagian d**a. Vampir itu roboh ke tanah, ia meringis memegangi perutnya. “Kau rupanya sudah tidak bisa di anggap sepele, kau sudah bertambah kuat,” ucap vampir wanita itu sambil berusaha bangkit. Setelah beberapa saat ia terlihat kembali bugar seperti sedia kala. Ia tersenyum menatap Asyaq. “Asyaq, kenapa kau selalu membuatku berdebar setiap kali melihatmu.” Tanpa ragu ia melangkah menghampiri Asyaq. “Asyaq hanya menatapnya dengan tajam. “Enyah kau dari sini!” ucapnya dingin. “Aku bahkan tidak habis pikir, kenapa kau selalu menolakku. Kau tahu kan, kalau selamanya kau tidak akan bertemu dengan pasangan jiwamu. Tapi kenapa kau selalu saja menolakku.” Wanita itu mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah Asyaq tapi dengan cepat ia menepis tangan wanita itu dengan kasar. “Wanita jalang, aku peringatkan padamu, jika kau berani mencelakai dia, aku tidak berpikir dua kali untuk melenyapkanmu selamnya. Camkan itu!” ucap Asyaq lalu membawa Nayya pergi dari tempat itu. Wanita itu hanya menatapnya tajam. “Tuan Asyaq, tolong jangan bawa aku ke kastil dulu,” pinta Nayya saat di dalam mobil. Asyaq meliriknya melalui kaca spion. “Jadi Nona mau ke mana?” “Kita cari tempat yang anginnya banyak.” “Apa?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD