Adu Tanding

1090 Words
Riftan berdiri di hadapan seekor singa yang tengah menatapnya dengan siaga sambil mengaum. Ia yakin, jika Gonzales ada di dalam goa itu. Bau darahnya tercium sampai ke hidung sensitif Riftan. Ia menatap sekeliling, sayangnya hanya ada satu jalan masuk yaitu jalan yang ada di hadapannya ini. Singa itu kembali mengeluarkan suara untuk mengusir Riftan, tapi Riftan masih berada di tempatnya. Memikirkan bagaimana ia bisa mengelabui binatang ini tanpa harus melukainya. Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Terlihat seperti daun berwarna hijau, Riftan lalu menggosok-gosokkan daun itu ke telapak tangannya. Bau khas tercium dari tangan Riftan, tiba-tiba singa itu mendekat ke arah Riftan sambil menggoyangkan ekornya. Begitu singa itu mendekat, Riftan langsung mengusap wajah singa itu dengan daun yang ada di tangannya, seketika singa itu merebahkan tubuhnya ke tanah. “Kau tidurlah dengan nyenyak di sini, aku akan membuat perhitungan dengan tuanmu dulu,” ucap Riftan sambil mengusap kepala sang singa yang sudah terlelap akibat efek daun tadi. Riftan pun berjalan masuk ke dalam goa. Sementara itu, putri Adora yang sedang mengikuti langkah Asoka keluar dari kawasan hutan untuk kembali ke kastil merasa gelisah. Dan hal itu dirasakan oleh Asoka. Asoka yang berjalan di depannya menoleh kearahnya. “Ada apa?” tanyanya. “Tuan Asoka, kenapa aku merasa kalau aku perlu kembali ke hutan itu, ya? aku ingin memastikan sesuatu sebelum benar-benar meninggalkan tempat ini,” ucap putri Adora. “Apa? kau mau memastikan apa?” tanya Asoka penasaran. “Singa, aku masih sangat ingin meminum darah singa jantan milik Gonzales. Aku tidak ingin singa itu mati sia-sia. Aku ingin meminum darah singa itu sampai habis. Gara-gara singa itu, aku pernah melakukan kesalahan. Kini saatnya aku akan membuat Gonzales merasa kehilangan,” ucap putri Adora dengan penuh semangat. “Kau sebegitu inginnya meminum darah singa jantan? Kita bisa berburu singa jantan setelah semuanya berakhir, putri. Saat ini kita harus segera berada di kastil untuk memastikan keadaan Nayya,” ucap Asoka tidak setuju dengan keinginan putri Asoka yang ingin kembali ke dalam hutan apalagi mereka sudah akan sampai di perbatasan. “Tapi, tuan Asoka. Ini bukan masalah darah singa jantan saja. Aku juga ingin membalaskan dendamku pada Gonzales. Singa itu adalah hidupnya, aku ingin lihat bagiamana reaksinya saat binatang kesayangannya mati di depan matanya. Aku ingin Gonzales juga merasakan kepedihan.” Putri memberikan penjelasan tentang keinginannya itu. Putri Adora sungguh ingin kembali ke dalam hutan dan mencari singa itu, terhadap Gonzales. Tapi ia melihat Asoka hanya terdiam. “Aku mohon, tuan Asoka. Aku tahu kalau Nayya sekarang sangat membutuhkan bantuanmu. Maka dari itu, biarkan aku saja yang kembali ke dalam hutan untuk mencari singa itu. Aku berjanji akan menjaga diriku dengan baik.” Kembali putri Adora memohon dan meyakinkan Asoka agar memberinya izin untuk kembali sendiri. “Aku sangat tidak yakin kau bisa menepati janji itu, putri Adora. Tadi saja kau lari ketakutan saat melihat makhluk mengerikan itu. Bagaimana kalau makhluk yang sama tiba-tiba muncul di hadapanmu?” tanya Asoka mencoba menggoyahkan tekad putri Adora. Mendengar itu, putri Adora sempat berpikir beberapa saat, tapi akhirnya ia tetap pada keinginan pertamanya. “Kalau dia muncul di hadapanku, aku akan membunuhnya. Ayolah tuan Asoka, izinkan aku kembali ke hutan dan mencari singa itu. Bukankah di sana juga masih banyak orang-orang kita? dan mereka mengenaliku. Jadi kalau ada apa-apa, mereka pasti akan membantuku. Apalagi bukankah semua musuh sudah mati?” putri kembali menuntut. “Baiklah, kau memang tidak bisa mengubah sikap keras kepalamu itu. Kau boleh pergi, tapi ingat, selalu kirim telepati kepadaku jika ada masalah, kau paham?!” ucap Asoka mengalah. “Benarkah? Kyaaaa kau memang yang terbaik, tuan Asoka.” Putri Adora tanpa ragu memeluk erat Asoka. Pria berambut emas itu hanya bisa membalas pelukan putri Adora dan tersenyum. “Baiklah, baik. Jangan terlalu bersemangat begitu,” Asoka memberi peringatan. “Habisnya kau senang sekali. Baiklah, aku akan segera pergi agar tuan Asoka bisa segera tiba di kastil. Kalau begitu, aku pergi dulu, tuan Asoka,” ucap putri Adora sambil melangkah. “Putri…” panggil Asoka. “Iya?” putri Adora menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Asoka dan tersenyum. Asoka melangkah menghampirinya, ia menatap putri Adora dengan dalam lalu mendaratkan bibirnya di kening putri Adora. “Pergilah, dan jangan nakal,” ucap Asoka lalu tersenyum. Mata putri Adora mengerjap indah beberapa kali, ia tidak percaya Asoka berinisiatif lebih dahulu menciumnya. Ia tersenyum bahagia. “Iya, tuan Asoka. A…aku pergi dulu,” ucapnya lalu melompat dan terbang menjauh. Asoka hanya bisa menatapnya hingga putri Adora menghilang di balik rimbunan pohon dan gelapnya malam. Asoka pun melanjutkan perjalannya menuju kastil. Sementara itu, Riftan mulai berjalan memasuki goa yang gelap itu. Begitu masuk, ia semakin mencium darah. Ia menatap lekat cairan berwarna merah yang masih tampak segar itu. Itu berarti Gonzales masih berada di dalam goa. Tetapi Riftan tidak bisa serta merta masuk ke dalam goa. Bisa jadi berbagai macam jebakan menunggunya di dalam sana. Ia kembali menggunakan ilmu penghilang wujud untuk memastikan keamanannya, setidaknya ia aman dari penglihatan Gonzales. Riftan terus berjalan perlahan sambil mengawasi sekitarnya. Matanya yang tajam, mampu melihat apapun di dalam gelap. Bahkan semut kecil sekalipun. Riftan terus berjalan sampai ia mendengar suara seseorang meringis. Ia tahu kalau suara itu milik Gonzales. Tiba-tiba terdengar suara Auman singa dari dalam. Ia berdiri di sisi goa menempelkan tubuhnya di dinding goa untuk memberi jalan singa yang hendak keluar dari goa itu. Riftan melihat seekor singa berukuran sangat besar berjalan keluar goa. Ke mana singa itu pergi? Ia pun kembali melanjutkan langkahnya sampai ia melihat Gonzales sedang duduk bersemedi di atas batu besar. Riftan menyeringai. “Rupanya b*****t ini sedang berusaha memulihkan tubuhnya,” ucapnya dalam hati. Degan cepat ia menyerang Gonzales dengan sinar biru miliknya tapi anehnya, sinar itu seperti hanya menyelimutinya saja. Cahaya biru itu berbentuk sebuah bola raksasa yang melindungi tubuh Gonzales. Sedangkan pria itu tidak bergerak dari semedinya sama sekali. Riftan mencoba menyerang sekali lagi dan kali ini cahaya biru itu sedikit demi sedikit mengikis bola itu. Gonzales kini membuka matanya dan menatap Riftan dengan tatapan tajam. Ia berdiri dengan tegak. “Kau ingin menyerangku saat aku lemah seperti ini? saudaraku?” tanya Gonzales. “Kenapa tidak, kau ingin mengarahkan jika itu tindakan pengecut? Aku tidak akan memperdulikan tentang sikapku jika sudah berhadapan denganmu. Kau tahu, jika ada kesempatan, aku akan langsung membunuhmu,” ucap Riftan. “Haha..ha… kau begitu percaya diri, Riftan,” ucap Gonzales. “Aku memang selalu merasa percaya diri untuk membunuhmu, Gonzales.” Riftan melompat ke arah Gonzales dan berdiri tepat di hadapannya . “Kalau begitu, mari kita mulai…”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD