Keputusan

1115 Words
“Nayya, aku ingin memberimu tanda kepemilikanku agar semua orang tahu kalau kau adalah pasangan jiwaku,” ucap Riftan tiba-tiba. tangannya mulai meraba tubuh Nayya membuat gadis itu menggeliat menahan hasrat. “Pak, ah.. tapi. Pak.. tu..tunggu dulu aku, hmmpp…” Nayya tidak berdaya karena Riftan sudah melumat bibirnya. “Hmmpp…. “ Nayya meronta berusaha melepaskan tubuhnya dalam kungkungan Riftan. Kenapa vampir ini tiba-tiba bersikap aneh seperti ini? apa katanya? Ingin memberinya tanda kepemilikan? Bukankah itu berarti mereka akan melakukan hubungan? Tapi bagaimana dengan kekuatan dan darah sucinya? Apa Riftan sedang mabuk dan tidak sadar apa yang ia lakukan sekarang? Nayya menjadi panik, kalau itu terjadi, maka darahnya akan ternoda. Meskipun ia juga sangat ingin melakukan itu dengan Riftan, tapi tidak, Riftan harus di hentikan. Nayya pun , mendorong wajah Riftan sekuat tenaga dan beringsut menjauh. “Pak.. sadarlah,. Apa yang kau lakukan?!” Nayya menutupi tubuhnya dengan selimut karena Riftan sudah hampir membuatnya telanjang. “Kenapa kau sampai bersikap seperti ini? apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah darahku tidak boleh ternoda?” tanya Nayya. Mata Riftan masih berwarna merah, nafasnya memburu. “Aku tidak peduli dengan kekuatanku ataupun darahmu akan ternoda, yang ingin aku lakukan hanya memberi tanda agar tidak ada lagi yang menganggapku tidak punya pasangan jiwa. Aku yang bodoh, andai aku sudah memberiku tanda sebelum pergi ke kerajaan, semua ini tidak akan terjadi.” Riftan terlihat putus asa. Nayya semakin khawatir. “Katakan padaku, sebenarnya apa yang terjadi padamu? kenapa kau tiba-tiba berkata seperti itu?” hati Nayya mulai tidak tenang, ada firasat yang menyesakkan dadanya tiba-tiba terbersit di hatinya. Riftan tidak menjawab, ia hanya terdiam, Nayya semakin gelisah. “Pak Dosen, kau membuatku takut. tolong katakan padaku, apa yang terjadi, aku mohon,” Nayya menggenggam tangan Riftan dengan tatapan mata berkaca-kaca. Riftan menatap Nayya dengan tatapan sayu. “Putri mahkota memilihku sebagai pasangan jiwanya,” ucap Riftan dengan suara lemah. “Apa?!” Nayya merasa dadanya sesak. Seperti ribuan duri yang menusuk hatinya, sakit. “Tapi kan kau bisa menolaknya? Kau tinggal bilang kalau kau sudah punya pasangan jiwa,” ucap Nayya berusaha menenangkan perasaannya. “Nayya, kau tahu, setiap putri mahkota yang lahir dari darah murni dari ayah dan ibu seorag vampir tidak bisa dengan alami mendapatkan pasangan jiwa. Dia harus memilih pasangan yang ia sukai. Akan tetapi, jika pasangan itu menolak, putri itu tidak akan bisa memiliki pasangan jiwa seumur hidupnya dan dikucilkan karena di tolak oleh pasangan yang dipilihnya. Dan itu sama seperti membunuh dirinya sendiri dengan perlahan. Aku datang ke upacara ritual putri mahkota atas undangan khusus dari raja sebagian tamu biasa, bukan sebagai pemuda yang terpilih sebagai calon pasangan jiwa putri. Hanya dengan melihat diriku yang belum memiliki sinar ungu sebagai tanda aku sudah memiliki pasangan, putri mahkota langsung memilihku sebagai pasangannya.” Riftan menjelaskan. Nayya memejamkan mata, hatinya semakin hancur berantakan. Apa yang harus ia lakukan? Apakah ia bisa menghadapi situasi ini? apakah adil untuk Riftan jika ia membiarkan darahnya ternoda untuk memberikan tanda jika Riftan telah memiliki dirinya sebagai padangan jiwa? “Nayya, aku tidak bisa menolaknya kecuali kalau aku memiliki tanda ungu itu,” imbuh Riftan. “Tapi, kau akan mengorbankan darah suciku dan kekuatanmu tidak akan ada gunanya. Kau akan kalah oleh musuhmu sebelum bisa membalaskan dendammu,” ucap Nayya dengan air mata yang menetes. “Aku tidak peduli, Nayya. Aku tidak akan menolak putri mahkota dengan memperlihatkan tanda unguku, dengan begitu dia juga bisa kembali memilih pasangan lain. Tapi, jika aku menolak tanpa sinar ungu itu, makan kehidupan putri mahkota akan hancur.” Riftan memohon. “Tidak! Akun tidak bisa membiarkanmu menodai darah suciku dan membuat kekuatanmu hilang. Aku ingin kau selalu menjadi vampir yang disegani oleh semuanya dan mebunuh musuhmu. Aku… aku bisa merelakanmu dengan putri mahkota….” ucap Nayya sembari mengenakan pakaiannya. “Apa katamu? Bagiamana kau bisa berkata seperti itu? lalu bagiamana denganku? Bagaimana dengan jiwa kita yang sudah terpaut. Aku tidak bisa membiarkan ada jiwa lain di antara kita, tidak Nayya. Aku lebih memilih tidak memiliki kekuatan apa pun daripada kehilangan dirimu,” tolak Riftan dengan tegas. “Siapa bilang kau kehilangan diriku, aku hanya bilang bersedia merelakanmu bersama putri mahkota. Kita tidak akan terpisah, Riftan…” ucap Nayya dengan air mata yang mengalir deras. “Kau bicara apa? kau jangan gila mengatakan itu, aku tidak akan membiarkan ini semua terjadi. Aku sekarang tidak peduli akan bagiamana kehidupan putri mahkota, aku akan menolaknya.” Riftan bergegas bangkit dari rebahnya, tapi Nayya memeluk tubuhnya dengan erat. “Tolong dengarkan aku , Riftan. Kita bersama atau tidak, itu tidak akan mengubah kenyataan jika raga kita tidak akan pernah bersatu, dan itu akan membuat kita menderita. Kau akan terus menjadi perjaka dan aku akan terus menjadi perawan. Kau tahu, aku sudah memantapkan hati dan jiwaku untuk menjadi perawan seumur hidup demi menjaga darahku untuk kekuatanmu, tapi kau, kau tidak akan pernah bisa menahan hasratmu selamanya. Kau butuh seseorang yang tepat untuk melampiasan hasratmu suatu hari nanti, dan jika kau terus mempertahankanku, kau akan tersiksa. Kalau kau berpikir untuk menyewa perempuan lain, aku tidak akan bisa terima. Lebih baik kau menerima tuan putri sebagai pesangan jiwamu yang lain tanpa harus mengkhawatirkanku.” Nayya menjelaskan maksudnya, tapi itu hanya membaut Riftan semakin emosi. “Cukup Nayya! Kau bicara omong kosong. Aku tidak akan pernah mendengarkan ucapanmu itu. Sekarang juga aku akan ke istana dan memberikan penolakan resmi untuk tuan putri.” Riftan melepas kan tubuhnya dari pelukan Nayya dan bangkit dari ranjang. “Riftan, jika kau melangkah lagi, maka aku akan mengiris tanganku dengan pisau ini dan membiarkan semua vampir meminumnya sampai darahku habis. Aku lebih baik melakukan ini dari pada melihatmu menghancurkan putri mahkota!” Riftan terkejut buka main saat melihat Nayya sudah memegang pisau di tangannya dan siap mengiris pergelangan tangannya. “Nayya, apa yang kau lakukan?!” Riftan secepat kilat merampas pisau itu dari tangan Nayya dan melemparnya jauh. “Riftan berjanjilah, kau tidak akan menolak putri mahkota. Aku tidak akan kenapa-kenapa jika kau bersama putri, tapi wanita itu, jika kau menolaknya, dia akan hancur dan jika itu terjadi, kerajaan juga pasti akan hancur.” Riftan memeluk tubuh Nayya dengan erat . Air matanya menetes. Ia tidak pernah membayangkan akan seperti ini jadinya. Kehidupan Adelia yang kedua kalinya bahkan lebih miris dari kematian sebelumnya. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Lama mereka berbagi pelukan sampai akhirnya Nayya tertidur dalam pelukannya. Riftan mengangkat tubuh Nayya ke atas ranjang dan membaringkan dengan lembut. Wajahnya gadisnya itu masih memerah dan sembab karena air mata. Ia tahu jika hati Nayya hancur berantakan mengetahui kenyataan ini tapi semua yang ia katakan itu adalah benar. Ia tidak punya cara lain selain menerima putri Adora sebagai pasangan jiwanya yang lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD