Sangat Mencintaimu

1224 Words
Semua mata memandang ke arah pria berambut panjang sampai ke bahu yang berjalan menghampiri singgasana yang mulia raja. Begitu sampai di hadapan raja, pria itu memberi penghormatan. “Selamat malam yang mulia, hamba mohon maaf atas keterlambatan hamba menghadiri ucapara yang mulia Putri Adora,” ucap pria itu. “Selamat datang Gonzales, tidak apa. kau selalu diterima di istana ini. Terima kasih sudah datang,” balas sang raja. “Terima kasih, yang mulia. Kalau begitu izinkan hamba menyapa putri mahkota.” Raja Addan hanya mengangguk sambil berusaha tersenyum menyembunyikan ketegangannya atas apa yang sedang terjadi. Gonzales kemudian melangkah menghampiri putri Adora yang masih berdiri di hadapan Riftan yang juga sedang berdiri mematung tanpa bisa mengucapkan satu kata pun. Riftan sebenarnya sedikit berlega hati, karena kedatangan Gonzales bisa mengalihkan perhatian dari kejadian yang menegangkan tadi. Mungkin sudah saatnya Riftan meninggalkan tempat itu sebelum Gonzales kembali membuat keributan yang akan menyusahkannya. Ia tidak ingin bermasalah dengan saudara sekaligus musuhnya itu dalam istana. “Oh Wah, apakah saya sudah melewatkan sesuatu yang penting di sini?” tanya Gonzales sambil melirik ke arah Riftan yang sedang menatapnya dengan tatapan dingin. “Oh tidak ada tuan Gonzales.” Sanggah putri Adora dengan cepat. “Biak kalau begitu, saya harus menyapa tuan putri dengan benar. Selamat karena tuan putri sudah bisa melakukan apapun yang bisa tuan putri lakukan. Ini akan sangat menyenangkan tuan putri. Kalau tidak keberatan, saya bisa menjadi teman tuan putri dalam hal apa pun,” ucap Gonzales dengan seringainya dan tatapan mata yang sangat tidak sopan ke arah putri Adora. Gadis itu hanya berdiri kikuk, terlihat sekali ia sangat tidak nyaman dengan kehadiran Gonzales. “Jaga tatapanmu Gonzales, itu sangat tidak sopan…!” tiba-tiba Asoka bersuara dengan sedikit keras membuat semua orang menatap ke arahnya. Ia menatap tajam ke arah Gonzales yang sedang menyeringai. “Ha? Rupanya ada seseorang yang panas hati melihat pemandangan ini?” ucap Gonzales. “Gonzales, jangan membuat masalah di sini. Bersikaplah secukupnya saja.” Riftan akhirnya membuka suara. Ia juga sangat tidak menyukai cara Gonzales menatap putri Adora. “Aku pikir justru sikap kalian yang berlebihan? Aku hanya menyapa tuan putri tapi kalian menuduhku yang tidak-tidak. Apa kau tidak terima jika putri dekat denganku?” Gonzales mulai memancing umpan, tapi Riftan tahu rencana Gonzales untuk menjatuhkannya dihadapan raja. “Kau jangan sembarang bicara!” bentak Asoka yang sejak tadi geram melihat sikap Gonzales, ingin rasanya ia mematahkan leher vampir k*****t itu. “Tahan Asoka, jangan terpancing,” ucap Riftan. Sang raja yang melihat putrinya sudah merasa tidak nyaman berada di antara mereka akhirnya berdiri dari singgasananya dan menghampiri mereka. “Baiklah, saya pikir sebaiknya kita menikmati hidangan yang sudah tersedia. Hentikan ketegangan ini dan silakan menikmati pesta. Putri Adora, ikut ayah, sayang,” ucap Raja. Orang-orang pun mulai bubar dan beralih pada hidangan melimpah yang sudah tersedia di atas meja. “Maaf yang mulia, saya mohon pamit. Ada hal penting yang harus saya selesaikan,” ucap Riftan. Ia harus segera meninggalkan tempat ini. “Tapi tuan Riftan, kenapa harus secepat ini? kau belum makan apa-apa dan juga kau belum menjawab pertanyaanku?” putri Adora merasa keberatan. Riftan gelagapan, ia benar-benar ingin segera meninggalkan tempat itu dan bertemu dengan Nayya untuk meluapkan semua pikiran penatnya, tapi ia juga tidak ingin terkesan menghindari putri Adora dan memberi rasa kecewa untuk baginda raja. Riftan sangat menghormati pemilik kerajaan itu. “Putri Adora, ayah meminta jangan halangi tuan Riftan. Bersikaplah bijaksana, Putri dan beri tuan Riftan waktu untuk memikirkan jawaban yang tepat. Lagipula, tuan Riftan belum punya pasangan jiwa, ia pasti akan memberikan jawaban yang kau inginkan,” sanggah raja menenangkan putrinya. “Baiklah, Ayah. Saya akan menunggu.” Putri Adora tertunduk. “Baik, tuan Riftan. Jika memang kau ingin meninggalkan tempat ini, silakan. Tapi saya berharap kau tidak akan perah lupa untuk memberikan jawaban terbaik untuk putri mahkota.” Sang raja menegaskan. “Baik, saya mengerti yang mulia. Kalau begitu, saya permisi,” ucap Riftan. Keduanya pun meninggalkan istana dan menghilang di kegelapan malam. “Tinggalkan aku sendiri Asoka, aku harus memikirkan semua ini sendiri dulu,” ucap Riftan saat Asoka hendak mengikutinya masuk ke dalam ruangannya. “Apa? disaat genting seperti ini kau masih ingin menyelesaikan masalah besar ini sendirian?” Asoka menolak. Ia juga masih merasa syok atas kejadian tadi. “Aku tahu, tapi aku ingin sendiri dulu malam ini. Aku ingin membicarakan hal ini dengan Nayya, aku akan memanggilmu untuk membicarakan ini besok,” ucap Riftan. “Terserah padamu saja kalau begitu.” Asoka pun pergi meninggalkan Riftan. Riftan menutup pintu kamarnya, ia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang sambil berusaha menenangkan pikiran. Apa yang harus ia lakukan sekarang, kenapa hal ini bisa sampai terjadi? Ia tidak pernah sedikitpun membayangkan akan berhubungan dengan putri Adora, tapi kenapa putri itu bisa sampai tiba-tiba memilihnya. Apakah putri salah paham dan menganggap kehadiarannya untuk mengikuti pemilihan? Tapi jelas-jelas undangannya hanya sebagai tamu biasa. Riftan menghela nafas gusar, hatinya gundah dan jika seperti ini ia menjadi sangat menginginkan darah Nayya. Ia ingin menghisap darah gadis itu sambil melingkarkan lengan kokohnya di perut kecil gadisnya itu. Memikirkannya saja matanya sudah berubah merah. Dan detik kemudian ia sudah menghilang dari kamarnya. Nayya merasa tubuhnya hangat, seperi ada seseorang yang memeluk tubuhnya dengan erat dan rasanya hangat dan nyaman. Ia membuka mata dan menoleh kebelakang, ia terkejut karena Riftan sudah memeluknya dengan erat sambil mulai mengendus permukaan lehernya. “Pa..pak Dosen? Kenapa tiba-tiba…” “Biarkan aku di sini dulu, aku mohon. Aku ingin mengisap darahmu sedikit saja, boleh kan?” ucap Riftan sambil menjilat kulit Nayya, membuat Nayya kegelian. “Pak hentikan menjilati kulitku. Langsung gigit saja kalau memang mau darahku,” ucap Nayya sambil membalik tubuhnya ke arah Riftan. “Akh…” Nayya mendesah saat gigi Riftan susah tertancap di urat nadi lehernya dan mulai menghisap darahnya. Setelah beberapa saat, riftan melepas gigitannya dan menjilati bekas darah yang tersisa. “Terima kasih…” ucap Riftan sambil terus memeluk Nayya. Nayya merasa sikap Riftan berbeda dari biasanya. Riftan yang selalu dingin padanya dan tidak ingin dekat dengannya, kini berubah total dalam satu malam. Apakah ada hal yang sudah terjadi di istana? “Pak, apa kau baik-baik saja? kau tidak lupa kan jika kau ingin aku menghindarimu? Tapi kenapa di saat aku sudah mulai terbiasa untuk tidak bergantung padamu, kau malah seenaknya menghancurkan semua usaha kerasku. “Nayya, aku harus bagaimana?” ucap Riftan. “Bagiamana apanya, Pak? kau ada masalah?” “Hmm…” Riftan hanya berguman. “Apa? katakan padaku.” “Apa kau yakin mau mendengarnya?” tanya Riftan. “Kenapa tidak? Aku akan mendengar semuanya dan mencoba membantu sebisaku,” ucap Nayya penuh keyakinan. “Nayya, apa kau tahu kalau aku sangat menyukaimu?” ucap Riftan sambil membelai wajah Nayya dengan lembut. “Iya, aku tahu, kok. Kau sudah mengungkapkannya,” ucap Nayya dengan wajah yang memerah. “Oya, berarti malam itu kau tidak tidur?” Nayya mengangguk sambil tersenyum. “Wah, kau curang.” Riftan menarik hidung Nayya. “Hi..hi…tapi Pak, aku pemasaran, kenapa tuan Riftan Vladimir yang dingin dan angkuh ini tiba-tiba bersikap manja.” Nayya menyentuh d**a Riftan dan menatap dalam mata Riftan. “Nayya, aku sangat menyukaimu, sampai-sampai aku mau gila rasanya.” Riftan semakin memeluk erat tubuh Nayya. “Pak…” “Hmm…” “Pak aku tidak bisa bernapas?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD