Memikirkan jalan keluar

1155 Words
Riftan berkali-kali menghembuskan nafas gusar, Asoka dan Asyaq yang duduk di hadapannya hanya bisa menatap Riftan dengan cemas. “Nayya benar-benar keras kepala, apa yang harus kita lakukan untuk menyelesaikan ini?” ucap Riftan, ia mengusap wajahnya dengan kasar. “Menurut informasi yang aku peroleh, Putri Adora mulai sakit. Baginda raja akan segera mengirim utusan untuk memanggilmu datang ke istana. Ini harus cepat di selesaikan, Riftan. Kau harus mengambil keputusan,” ucap Asoka yang juga merasa sama risaunya. Sebenarnya ia setuju dengan ide Nayya, karena walau bagaimana pun Riftan tidak akan bisa bersatu dengan gadis itu. Nayya ditakdirkan hanya sebagai sumber kekuatan Riftan saja dan seharusnya tidak boleh ada perasaan apapun di antara keduanya. Tapi kenyataannya, Riftan sudah sangat mencintai Nayya dan itu tidak baik. Jika Riftan menerima putri Adora, kekuatan pasukan dan dukungan dari sang raja sudah tentu akan mereka dapatkan. Sehingga menaklukkan bahkan membunuh Gonzales akan sangat mudah. Tapi melihat Riftan yang begitu kekeh tetap tidak ingin menduakan Nayya, membuat semuanya sulit. “Apa maksudmu mengambil keputusan? Kau sudah tahu kan, jika keputusanku akan tetap bersama Nayya sampai akhir. Aku tidak akan pernah menduakan pasangan jiwaku, kau tidak tahu bagaimana sakitnya, jika pasangan kita disentuh oleh orang lain. Mungkin aku sudah tidak bisa merasakan kesakitan seperti dulu karena Nayya sudah menerimaku, tapi, bagiamana dengan Nayya sendiri? selain hati dan perasaannya yang akan hancur, dia juga akan merasakan sakit di tubuhnya. Jiwa Nayya akan berontak dan itu akan membuat fisiknya sakit. Aku tidak sanggup melihat Nayya menderita, aku akan datang ke istana dan menolak putri Adora,” ungkap Riftan frustrasi. “Apa kau sudah gila? Kau tidak bisa melakukan itu, setidaknya jangan sekarang, Riftan. Kita sangat membutuhkan dukungan baginda raja untuk memusnahkan Gonzales. Jika kau menolak tuan putri, maka semuanya akan kacau. Baginda raja akan kecewa dan marah karena putri Adora menderita, dan yang paling buruk dari itu semua adalah, Gonzales akan mengambil keuntungan itu, ia akan masuk ke dalam kerajaan menguasai pikiran raja,” jelas Asoka. “Jadi maksudmu aku harus menerima putri Adora dan menikah dengannya, begitu? kau benar-benar tidak peduli dengan Nayya rupanya.” Riftan semakin kesal. “Bukan begitu maksudku. Riftan dengarkan aku, kita hanya butuh dukungan raja, kau tidak perlu menikah dengan putri Adora. Kau hanya akan menerimanya saja untuk membuat putri puas. Jika kita sudah menghancurkan Gonzales, kita akan memikirkan rencana baru lagi untuk mematikan hubunganmu denganmu dengan putri,” ucap Asoka sambil melirik ke arah Asyaq yang sejak tadi hanya menyimak dan terdiam. “Saya akan mencari tapak kaki naga yang berada di goa gaib, tapak naga itu bisa mematikan hubungan jiwa dari pasangan yang ingin berpisah. Tapi, untuk sekarang, harap tuan Riftan mempertimbangkan ucapan Asoka,” ucap Asyaq. “Hah..kalian ini sudah bersekongkol, kau Asyaq, aku tidak menyangka akan berpihak padanya,” ucap Riftan dengan wajah kesal sambil menuding telunjuknya ke arah Asoka. “Bukan begitu tuan, saya hanya melihat dari kebaikan yang akan kita peroleh dengan tidak memberikan peluang kepada musuh,” ucap Asyaq berusaha menjelaskan maksudnya. “Sudahlah, terserah kalian saja. Aku pusing!” ucap Riftan sambil beranjak dari duduknya dan menghilang di balik pintu. Keduanya hanya bisa menghela nafas dalam. Riftan benar-benar tidak bisa mendapatkan jalan keluar terbaik, ia seakan berada di sebuah perangkap yang menghisapnya ke dalam sehingga ia tenggelam dan tak mampu lolos. Ia pun bejalan ke arah kamar Nayya. Ia membuka pintu kamar gadis itu dan terkejut melihat Nayya hanya mengenakan handuk kecil yang membungkus sebagian kecil tubuhnya. Riftan sudah mematung tak bersuara di ambang pintu dan menatapnya tidak berkedip. “Ah, Pak Dosen…?!” Nayya dengan cepat meraih selimut dan membungkus tubuhnya dengan cepat. “Kenapa kau tidak mengetuk pintu dulu, sih? Benar-benar tidak sopan” ucap Nayya kesal. Riftan melangkah masuk dan itu membuat Nayya tegang. Mata Riftan mulai berubah merah, itu berarti ia harus waspada. Riftan bisa saja kehabisan akal. “Pak, apa yang kau lakukan?” Nayya semakin mengeratkan selimut yang membungkus tubuhnya itu. “Kenapa aku harus mengetuk pintu di kamar wanitaku sendiri? aku bahkan bebas melakukan apa pun kepadanya,” ucap Riftan dengan sorot mata yang berkilat. “Apa?!” Nayya mau kabur tapi Riftan sudah menarik tangannya sehingga tubuhnya dengan sangat mudah sudah berada dalam dekapan Riftan. “Hmm.. kau habis mandi atau baru mau mandi? Baumu harum sekali, sayang,” ucap Riftan sambil mengendus leher Nayya. “Pak, hentikan, aku belum mandi, ini baru mau masuk kamar mandi tapi kau sudah bikin kaget. Sekarang lepaskan, aku mau mandi dulu,” ucap Nayya sambil berusaha berontak. “Hei jangan berontak begitu, nanti handukmu melorot dan aku akan sangat di untungkan,” ucap Riftan sambil tersenyum senang. Seakan pikiran kalutnya hilang dengan menggoda Nayya seperti ini. “Ih… dasar vampir m***m, lepaskan…!” ucap Nayya sambil mendorong tubuh Riftan sekuat tenaga. Riftan menyeringai, ia dengan sengaja melepas dekapannya dan hasilnya, tubuh Nayya terpental ke atas kasur dengan selimut dan handuk sudah bergeser dari tubuhnya. Mata Riftan melotot saat melihat pemandangan menggiurkan di hadapannya. Wajah Nayya memerah menahan malu. Ia hanya bisa menutup wajahnya karena tubuh polosnya sudah terlihat semua oleh Riftan. Dengan perlahan Riftan memungut selimut dan menutupi tubuh Nayya. Gadis itu terkejut, ia membuka mata dan menatap Riftan yang menatapnya dengan tatapan sangat lembut. “Aku ingin sekali bisa menyentuh tubuh indahmu ini, tapi aku harus bertahan sampai akhir hingga kau setuju melakukannya denganku. Sampai saat itu terjadi aku tidak kan pernah menyentuh wanita mana pun di dunia ini,” ucap Riftan sambil mencium kening Nayya dengan penuh kelembutan. Air mata Nayya meleleh mendengar ucapan Riftan, hatinya sangat bahagia. Kesedihan yang ia rasakan seakan meleleh bersama air matanya dan menghilang jauh. Ia menyentuh wajah Riftan dan membingkainya dengan kedua tangannya. “Kau akan menyiksa tubuhmu kalau melakukan itu, sudah aku bilang aku tidak apa-apa jika kau bersama putri Adora. Kau akan merasakan bahagia , kau mendapatkan kebutuhanmu tanpa kehilangan sumber kekuatanmu. Tapi jika kau tetap menginginkanku, kau tidak bisa mendapatkan kepuasan yang selama ini aku inginkan,” ucap Nayya. “Aku tidak peduli,” ucap Riftan. Nayya memeluk Riftan dengan erat. “Aku sangat, mencintaimu, Pak Dosen,” ungkapnya. “Tunggulah sampai semua dendamku terbalaskan, aku berjanji kita kan bersama dan merasakan cinta kita yang indah ini, Nayya, karena aku juga sangat mencintaimu.” Keduanya pun berciuman, saling membagi kehangatan. Riftan dengan penuh kelembutan mengulum dan mengisap bibir Nayya sampai gadis itu mendesah. Meskipun hasrat mereka sudah membakar pikiran dan tubuh mereka, hanya sebatas itu saja yang mereka bisa lakukan. Keduanya hanya bisa saling melampiaskan hasrat dengan ciuman dan gigitan. Karena kapan mereka melewati batas, akan sangat fatal akibatnya. “Hmm. Pak Dosen, sudah cukup. Aku mau mandi, bibirku sudah perih ini…” rengek Nayya saat Riftan masih sibuk memberikan bekas cintanya di kulit leher Nayya. Degan berat hati Riftan melepas ciumannya. “Aku mau mandi dulu, kau pulang saja,” ucap Nayya. “Apa kau tadi mengusirku? Kau tega sekali, padahal aku berniat berendam bersamamu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD