Kebimbangan

1152 Words
“Apa yang harus aku lakukan?” Rupanya putri Adora sangat tertarik dengan penawaran Gonzales. Betapa tidak, ia baru saja merasakan sensasi rasa darah yang paling ia sukai. Darah singa jantan jauh berbeda dengan singa betina yang selalu ia minum. Dan ia sudah sangat ketagihan dengan darah itu. Mendapatkan singa jantan tidaklah semudah menaklukkan singa betina, kekuatan mereka jaug berbeda. Singa betina lihai dalam berburu kerena ukuran tubuhnya yang kecil sehingga mudah bermanuver saat berburu mangsa. Akan tetapi, jika dalam bergulat dan menjatuhkan lawan, tentu saja singa jantan lah juaranya. Sangat susah sekali menaklukkan singa untuk mendapatkan darahnya. Sehingga mendapatkan tawaran seperti itu dari Gonzales, ia tentu saja menerimanya. “Sederhana, kau hanya perlu menyakinkan wanita itu untuk percaya padamu. Saat ia lengah dan tidak meragukanmu sedikitpun, kau bawa ia datang kepadaku. Sebagai imbalannya, kau bisa datang seminggu sekali untuk mencicipi darah Vandelmor” ucap Gonzales. Putri Adora tampak berpikir, tawaran itu sepertinya cukup sulit. Ia tidak yakin bisa menahan diri jika mengetahui wanita itu. Apalagi jika sampai melihatnya bersama Riftan. Mau wanita itu vampir atau serigala sekalipun, ia akan memberinya pelajaran. Memikirkan itu saja emosinya sudah menguasai pikirannya. Tangannya bahkan sampai mengepal menahan amarah. “Aku tidak akan memberikan darah Vandelmorku begitu saja. Ada harga yang harus di bayar untuk setiap pengorbanan. Seperti halnya kau yang akan mengorbankan perasaanmu dan berusaha menahan segala emosi setelah mengetahui wanita itu, aku juga mengalami hal yang sama saat aku mengiris pergelangan kaki Vandelmor. Gonzales membuka jubahnya dan memperlihatkan pergelangan tangannya dengan luka yang menganga seperti bekas irisan benda tajam. “Tanganmu kenapa?” tanya putri Adora terkejut. “Ini yang akan terjadi saat Vandelmor terluka,” ucap Gonzales sembari kembali menutup lukanya dengan jubahnya. Putri Adora menatap Gonzales dan singa itu bergantian. Mereka berdua saling ternyata berhubungan, seperti sebuah raga dan jiwanya. Hubungan aneh macam apa itu? “Artinya saat aku menyerang singa itu, kau juga merasakan sakit?” tanya putri Adora tidak percaya. “Seperti dugaanmu. Ah… aku tidak percaya bisa membocorkan hal ini padamu. Tapi sudahlah, bukan itu intinya. Yang jelas kau sudah tahu aturan kerjasama kita. Dan sepertinya kau harus keluar dari wilayah ini sebelum pengawalmu itu menemukanmu di sini. Atau kau akan mendapatkan kesulitan. Aku pergi dulu.” Setelah mengucapkan itu, Gonzales dan singa itu lenyap sebelum kabut menyelimuti sekitarnya. Tidak lama , putri Adora merasakan keberadaan Asoka. Suara Asoka pun mulai sayup terdengar memanggilnya. Ia melompat dan terbang meninggalkan tempat itu menuju arah suara Asoka. Dari jauh, pria berambut emas itu muncul dan mendekatinya. Entah kenapa dadanya seketika berdebar aneh. Padahal ia tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Semakin Asoka mendekat semakin berdebar dadanya. Ia juga merasa jika wajahnya sudah memerah. “Putri Adora…!” ucap Asoka sambil memegang tangannya dengan tatapan penuh kekhawatiran. “Kau tidak apa-apa?” Putri Adora hanya menggeleng. “Aku sungguh kesulitan menemukan keberadaanmu, kau sudah memasuki wilayah musuh yang sudah dipenuhi oleh mantera penghilang jejak. Aku minta kau jangan pernah datang ke tempat itu lagi. Itu sangat berbahaya,” ucap Asoka. Putri Adora masih terdiam Ia membiarkan Asoka meraih tangannya dan membawanya tebang bersama. Mereka berdua saling terdiam, Asoka tidak bertanya apa-apa lagi. sedangkan putri Adora berusaha menenangkan debaran di dadanya. Pikirannya tentang kerjasama dan apa yang ia bicarakan dengan Gonzales sedang berputar di benaknya. Apakah ia harus melakukan itu semua? bekerja sama dengan Gonzales dengan bayaran darah singa jantan yang ia inginkan, terlebih ia juga bisa menyingkirkan wanita itu. Sepertinya itu setimpal. Jika ia ingin hidup bahagia bersama Riftan, ia harus bekerja sama dengan baik dengan Gonzales. Iya, sepertinya itu alasan kuat kenapa ia menyetujui kerja sama itu. “Apa yang sedang kau pikirkan, Putri?” Tiba-tiba suara Asoka terdengar jelas di telinganya dan itu cukup mengejutkannya. Ia baru menyadari jia jika mereka sudah berada di sebuah dahan pohon besar, dan Asoka yang duduk dihadapannya. “Ah, tidak apa-apa, tuan Asoka. Aku hanya sedikit lelah saja. ” jawabnya dengan kikuk. “Memangnya kau habis dari mana sampai tampah letih begitu?” tanya Asoka. “Tadi aku berusaha menaklukkan seekor singa jantan tapi tidak berhasil.” “Apa? kenapa kau sampai senekat itu? singa jantan memang tidak mudah untuk ditaklukkan. Jika kau perlu bantuan, katakan saja padaku,” ucap Asoka. Putri Adora bisa melihat betapa pria yang ada dihadapannya ini begitu sangat mempedulikan dirinya dan itu membuat perasaannya menghangat. “Iya, terima kasih,” balasnya sambil tersenyum. “Mau ku antar ke kamar?” tanya Asoka tiba-tiba. “Iya.” “Ayo.” Mereka pun terbang menuju bangunan timur kastil dan berjalan ke arah kamar putri Adora. Asoka dan putri Adora berhenti tepat di depan pintu kamar putri Adora. ”Kau bisa masuk sekarang dan beristirahatlah. Aku ada jika kau membutuhkan. Selamat malam,” ucap Asoka sambil membuka pintu kamar dan membiarkan putri Adora masuk. Putri Adora tersenyum dan menatap Asoka sebelum menutup pintu. Begitu pintu tertutup. Ia berlari ke arah ranjang dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Semetara Asoka masih tidak bergerak di tempatnya. Ia menatap pintu kamar putri Adora yang tertutup. *** Beberapa hari berlalu, Nayya terlihat sedang menikmati cuaca sore yang indah ditemani laptop serta secangkir kopi dan kudapan enak. Beberapa hari ini, Riftan sedang sibuk mengurus pekerjaan dan urusannya yang lain sehingga ia belum pernah bertemu dengannya. Ia pun menghabiskan waktunya dengan menulis dan terkadang mengunjungi rumah ibunya . Entah kapan ia bisa bertemu dengan Rifan, yang jelas ia sudah sangat rindu padanya. Terakhir I bertemu Riftan saat ia mengakui jika ia sudah siap untuknya. Ah, membayangkan itu saja rasanya malunya minta ampun. Nayya tampak sangat fokus mengetik sesuatu di laptop sampai-sampai ia tidak menyadari keberadaan seseorang di sampingnya. Disaat sebuah tangan tiba-tiba melingkar di perutnya yang kecil, ia terkejut sekaligus bahagia. Aroma pria yang ia cium ini begitu sangat menenangkannya. “Sepertinya kau tidak merindukanku?” sapa pria tampan itu sambil berusaha mencium leher Nayya . “Ih, geli. Lepaskan! Bagiamana kalau tunanganmu lihat. Kita bisa ketahuan dan aku akan di anggap sebagai pelakor!” ucap Nayya sambil meronta. “Tunangan? Pelakor? Apa itu?” tanya Riftan bingung sambil merenggangkan pelukannya. “Ih kamu itu sama sekali tidak pernah mau tahu istilah lain ya. Maksudku, putri Adora itu akan menganggapku sebagai perebut laki-lakinya jika sampai dia mendapati kita seperti ini,” ucap Nayya menjelaskan. “Jangan khawatir, ia kan ada di bangunan timur yang letaknya jauh dari sini. Lagi pula kalau ia memang berada di sekitar sini, aku bisa langsung mengetahuinya. Jadi jangan khawatir,” ucapnya sambil kembali memeluk tubuh Nayya dan mencium bibir mungil gadis itu. Wajah keduanya memerah, tatapan mereka berkabut tertutup oleh rasa rindu dan hasrat yang sudah membara. Riftan mendaratkan bibirnya ke leher putih Nayya dan langsung menancapkan taring tajamnya ke kulit mulus itu. Suara hisapan darah terdengar, Nayya semakin memperkuat pelukannya. Gairahnya semakin membara setiap kali Riftan menghisap darahnya. Seakan tetesan demi tetesan darah yang Riftan hisap menggelitik seluruh sistem di dalam tubuhnya untuk membangkitkan hasratnya dan ini sangat menyenangkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD