Merelakan

1148 Words
Riftan menghentikan hisapannya dari leher Nayya, menjilat sisa darah yang masih keluar sampai benar-benar menghilang tak berbekas. Ia menatap dalam mata bulat Nayya yang sayu lalu menciumnya dengan penuh kelembutan. “Bagaimana kalau kita pindah ke dalam,” bisik Riftan. Nayya hanya tersenyum dan menunduk, malu rasanya mengakui jika begitu besar keinginannya untuk menyatu dengan Riftan. Dan jika hari ini adalah saatnya, maka ia tidak akan menghalangi lagi. Riftan tersenyum melihat wajah memerah kekasihnya, Nayya terlihat sangat menggemaskan di matanya. Malam ini adalah saat di mana ia akan memberikan tanda untuk Nayya. Sebuah tanda kepemilikan yang sakral. Dengan tanda itu, jiwanya dan jiwa Nayya akan terikat satu sama lain tidak akan ada yang bisa mengklaim Nayya, ia juga bisa dengan mudah mengetahui di mana Nayya berada. Selain itu, keinginannya untuk memiliki gadis itu seutuhnya akan segera terlaksana. Riftan mengulurkan tangannya, Nayya menyambutnya. Mereka bangkit dari duduknya, Riftan menggendong Nayya dengan gaya bridal style. Nayya melingkarkan kedua lengannya ke leher Riftan, keduanya kembali berciuman. Riftan membawa Nayya melompat dan terbang menuju kamarnya. “Loh, kau bawa aku ke tempatmu?” tanya Nayya bingung. “Malam ini akan menjadi malam yang paling spesial dan bersejarah untuk kita berdua. Karena kau akan tidur di ranjangku,” ucap Riftan. “Apanya yang spesial kalau hanya tidur di ranjang, dulu juga aku pernah tidur di ranjangmu, kan?” sanggah Nayya. “Malam ini berbeda, karena kita akan menghabiskannya dengan terjaga semalaman,” ucap Riftan. “Terjaga? Jadi kita tidak akan tidur? aku kan ngantuk!” “Kau tidak akan aku beri kesempatan mengantuk sedikitpun, karena kita akan bercinta, kau mengerti gadis cerewet?” ucap Riftan Nayya hanya tersenyum tersipu, ia semakin mengeratkan pegangannya di leher Riftan. Dadanya mulai bergemuruh hebat. Ia merasa sangat tegang sekaligus bahagia. Ia takut tapi juga senang, perasaannya bercampur aduk membentuk muara kebahagiaan di hatinya. Begitu sampai di dalam kamar, Riftan merebahkan Nayya di atas ranjang dengan lembut. Riftan melepas jubahnya dan ikut berbaring di samping Nayya. Mereka saling bertatapan, Nayya selalu merasa takjub dengan ketampanan Riftan itu. Bagaimana bisa seorang makhluk penghisap darah sepertinya memiliki paras yang begitu tampan. Nayya bahkan tidak akan pernah merasa puas memandangi wajah indah itu. Tangan Nayya bergerak menyentuh wajah itu, ia tersenyum. “Kenapa wajahmu bisa halus seperti ini? kau tidak punya pori-pori. Apa karena kau sering menghisap inti sari dari tubuh manusia, ya? bukankah kau bilang kau berumur seribu tahun? Tapi kenapa kau sedikitpun tidak termakan usia? Kau bahkan semakin tampan,” ucapnya sambil terus menyentuh wajah Riftan. “Vampir memang tidak akan pernah tua, makanya hidup mereka lama bahkan akan abadi jika tidak ada yang terjadi pada tubuhnya, misalnya di bakar atau di lenyapkan. Vampir juga akan sembuh dengan cepat jika terluka,” ucap Riftan menjelaskan. “Wah, hebat ya vampire itu. Mereka akan terus bersama dengan orang-orang terkasih selamanya. Mereka tidak perlu merasa khawatir akan berpisah dengan orang-orang yang mereka sayangi. Sungguh sangat menyenangkan,” ucap Nayya sambil membayangkan kehidupan abadi bersama Riftan. Tuk…! Nayya terkejut saat telunjuk Riftan mendorong dahinya. “Ih, kau apa-apaan sih? Bikin kaget saja.” Nayya cemberut. “Lagian siapa yang menyuruh kamu untuk melamun, jangan bilang kau juga ingin menjadi vampir, sampai kapanpun aku tidak akan pernah setuju,” ucap Riftan dengan tegas. Muka Nayya semakin cemberut, bibirnya manyun ke depan membuatnya semakin menggemaskan di mata Riftan. Riftan lalu memeluk Nayya dan mencium puncak kepalanya dengan penuh kasih sayang. “Aku akan berusaha menjadi seseorang yang terbaik untuk selalu melindungi mu. Sampai di saat kita berpisah nanti, kau tidak akan merasa menyesal telah hidup lama denganku. Aku akan menunggu kelahiranmu kembali dan begitu seterusnya sampai dunia ini berakhir,” ucap Riftan penuh kesungguhan. “Tapi aku tidak ingin berpisah denganmu, aku tidak ingin terlahir kembali dan mengulang cerita cinta kita, aku akan hidup selamnya bersamamu,” Nayya mulai menuntut. “Sudahlah sayang, tidak perlu diperpanjang lagi. Bukankah mala mini adalah malam yang indah, aku tidak ingin merusak susananya dengan perdebatan kita.” Ucap Riftan. “Iya,” jawabnya singkat. “Nayya…” lirih Riftan menyebut namanya. Hal itu membuat bulu kuduk Nayya meremang. Begitu seksi suara Riftan memanggilnya. Nayya menatap ke arah Rifan yang warna matanya kemerahan. “Lakukan apa yang ingin kau lakukan padaku…” Begitu ucapan itu terlepas dari mulutnya, seketika itu Riftan sudah berada di atas tubuhnya. menindihnya dengan penuh kelembutan. Riftan mulai mencium bibirnya, mengulum dan menghisap bibir kecil mungil itu dengan sedikit agresif. Riftan seakan menumpahkan semua perasaannya melalu ciumannya itu. Nayya melingkarkan kedua lengannya di leher Riftan, ia sangat menikmati perlakukan Riftan terhadapnya, begitu lembut namun agresif. Ciuman Riftan berpindah ke leher, Nayya menengadahkan wajahnya agar Riftan bisa mengakses seluruh permukaan lehernya tanpa batas. Meninggalkan tanda cinta di sana membuta desahan Nayya terlepas. Kepala Nayya sudah dipenuhi oleh hasrat membara, ia sudah begitu tidak kuat menahan terpaan birahi yang semakin lama semakin mengguncang seluruh sistem di dalam tubuhnya. Tangan Nayya kemudian bergerak membuka kancing baju Riftan dengan tidak sabar, Riftan membiarkan Nayya melakukannya sendiri sementara ia sibuk dengan kesenangannya sendiri. tangannya mulai bergerilya di balik pakaian Nayya yang mulai berantakan, membuatnya terlihat semakin seksi. Akhirnya Nayya berhasil melepas pakaian Riftan sehingga yang terlihat hanyalah tubuh indan berotot sempurna. Lagi-lagi Nayya terpana melihat betapa sempurnanya tubuh pria yang ada di hadapannya ini. Lengan, bahu, d**a dan perut tampak sangat indah di pandang. Jika Riftan masuk ke dalam dunia model, ia tidak akan terkalahkan dan akan menjadi model favorit karena wajah dan tubuhnya itu. “Kenapa kau menatapku seperti itu?” Riftan bertanya karena setelah bajunya terlepas, Nayya hanya tertegun menatapnya. “Ah, tidak apa-apa. Aku hanya terpesona melihat tubuhmu,” ucapnya lirih. “Aku juga terpesona menatap tubuh mu yang polos ini,” ucap Riftan sambil menyapu pandangannya seluruh tubuh Nayya. Nayya sedikit bingung, apa maksud Riftan menatap tubuhnya yang polos. Ia kan masih berpakaian. Pikirnya. Tapi setelah ia menyadari apa yang Riftan maksud, ia dengan cepat menatap ke arah tubuhnya dan betapa terkejutnya ia setelah melihat tubuhnya sudah tidak menggunakan pakaian selain kain yang menutupi bagian intimnya. “Kyyaaaaaaaaa…..!!!!” Nayya menjerit sekuat tenaga, dengan cepat ia membungkus tubuhnya dengan selimut dan beringsut menjauhi Riftan. “Kenapa kau langsung membuka semua pakaianku tanpa memberitahuku dulu…?!” teriak Nayya. “Kan kau sendiri yang bilang aku bisa melakukan apapun yang aku mau, kenapa kau mempermasalahkannya lagi? lagi pula tadi kau hanya diam saja saat aku membuka semuanya, kau kan bisa menahan tanganku tadi,” ucap Riftan bingung. “Aku… tidak menyadari semuanya karena terlalu fokus pada keindahan tubuhmu,” ucap Nayya lalu menggeser tubuhnya mendekat ke arah Riftan. Pria itu memeluknya dengan lembut. “Jadi bagaimana? Apakah kita hanya saling mengagumi tubuh satu sama lain saja atau mengagumi sekaligus merasakannya?” bisik Riftan di telinga Nayya. Gadis itu menatapnya dengan dalam. “Aku kira kau sudah tahun jawabanku,” ucap Nayya sambil melepas selimut yang menutupi tubuhnya yang polos.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD