Ciuman Bayaran

1058 Words
Riftan berdiri di hadapan Nayya dan menatapnya sambil melipat kedua tangan di d**a. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah bagaimana membuat gadis yang tampak membencinya ini kembali percaya lagi padanya. Ia tahu bagaimana perasaan Nayya, tapi ia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya dengan begitu Nayya akan berhenti menyukainya dan berharap sesuatu yang lebih darinya. “Kau akhirnya kabur dari kastil dan pulang ke rumah ibumu,” ucapnya. Nayya tidak menjawab, ia hanya memalingkan wajahnya dengan mata yang berkaca-kaca. Hatinya kembali teriris, ia kembali mengingat semua ucapan Riftan, seakan tombak yang tertancap di jantungnya kembali bergerak dan berdarah sehingga menyakitinya lagi. “Pak Dosen tahu tidak, jika masih ada banyak cara untuk menolak seseorang yang telah menyatakan perasaan dengan susah payah tanpa terlalu menyakitinya, meskipun pada akhirnya dia akan kecewa. Tapi setidaknya ia tidak akan sakit hati. Aku selalu berpikir pak Dosen adalah pria yang berhati lembut, akan tetapi aku salah besar. Benar yang Pak Dosen katakan jika Pak Dosen sama menakutkannya dengan vampir yang aku lihat di mimpi itu. Pak dosen bahkan lebih kejam, sampai aku tidak bisa mengangkat kepalaku sendiri saking terhinanya. Sampai-sampai aku lebih memilih darahku di hisap oleh vampir yang ada dalam mimpiku itu dari pada bertemu denganmu. Jadi biar aku sampaikan keputusanmu di sini, aku tidak akan mendengarkan ucapan darimu lagi, aku akan melakukan apa pun yang aku sukai, pergi kemanapun yang aku mau tanpa ada yang melarang, terutama dirimu,” tutur Nayya dengan berani. Ia sama sekali sudah tidak peduli lagi dengan apa yang nantinya Riftan akan perbuat padanya. “Aku tahu kau akan bersikap seperti ini setelah mendengar semua yang ucapanku. Apakah kau tidak ingin mendengar alasanku mengucapkan itu semua?” ucap Riftan. Nayya hanya terdiam. “Karena kau sudah mengambil keputusan, setidaknya dengarkan alasan kenapa aku mengatakan semua itu padamu. Apakah kau ingin mendengarkannya?” kembali Riftan menegaskan pertanyaannya. “Pak Dosen bicara saja, toh apapun alasan pak Dosen tidak akan mengubah apa pun, aku tetap pada pedirianku,” sahut Nayya penuh keyakinan. “Kalau begitu dengarkan. Aku terbangun dari tidur panjangku setelah berpuluh-puluh tahun lamanya karena sakit di dadaku. Sakit yang telah membuatku tidak berdaya karena kehilangan sumber kekuatanku. Hidupku yang bahagia telah di hancurkan oleh adikku sendiri, dia mengkhianatiku dan membunuh wanita yang aku cintai. Aku yang tadinya tidak bisa merasakan apa-apa tiba-tiba mengetahui kehadiranmu karena jiwa wanita yang sangat aku cintai bersemayam di dalam dirimu. Adeliaku hidup kembali, tentu saja aku sangat bahagia sekaligus bersedih. Darah yang kau miliki adalah darah yang semua vampir inginkan, darah yang bisa menjadikan kami menjadi kuat berkali-kali lipat hanya dengan meminumnya walau sedikit saja. Itulah kenapa aku seakan mendapat semua sumber kebahagiaan di dunia ini saat aku berhasil mendapatkanmu. Bisa menikmati darahmu dan juga bisa bersama dengan Adelia. Namun, aku juga merasakan sakit yang teramat sangat saat mengetahui jika darahmu harus tetap suci untuk sumber kekuatanku. Kau tidak boleh tersentuh oleh pria manapun termasuk oleh diriku sendiri. Kau tahu setiap kau mendekat, reaksi tubuhku akan sangat menyakitiku karena harus menahan semua hasratku padamu. Aku seharusnya menghindar sejauh-jauhnya untuk meredakan sakit itu tapi aku juga tetap harus dekat denganmu karena sangat membutuhkan darahmu. Aku tidak ingin keberadaanmu tercium oleh musuhku yang juga menginginkan darahmu. Aku ingin memilikimu seutuhnya tapi tidak bisa. Aku tidak bisa kehilangan kekuatanku karena hanya dengan itu aku bisa membalaskan dendamku. Aku ingin menghabisi mereka untuk semua yang sudah mereka lakukan pada hidupku. Aku ingin mereka semua merasakan sakit yang sama dengan sakit yang aku rasakan bahkan sampai sekarang. Meskipun aku tahu, kehidupanku tidak akan bisa berubah walaupun semua itu sudah ku lakukan, rasa sakit ini akan terus ada selamanya karena aku tidak bisa menyentuhmu walaupun aku sangat ingin.” “Bughh!” Nayya sudah memeluk erat tubuh Riftan dengan derai air mata, ia tidak menyangka Riftan ternyata selama ini sangat menderita. Riftan juga menginginkannya seperti ia menginginkan Riftan. Bahkan pria ini merasakan sakit karena perasaan itu. Sungguh ironis. Ketika cinta mereka terpaut satu sama lain, mereka bahkan tidak bisa menyatukannya juga tidak bisa memisahkannya. Mereka seperti terperangkap kedalam jerat di dalam lubang yang dalam tanpa bisa melepaskan diri. Nayya terus memeluk erat tubuh Riftan sampai akhirnya ia tersadar jika perbuatannya mungkin akan menyakiti Riftan. “Ah, ma…maafkan aku Pak. Aku… tidak basi menahan diri,” ucapnya sambil menjauh. “Sekarang, kau sudah mendengarkan semua alasan kenapa aku mengucapkan kata-kata menyakitkan itu padamu. Tujuannya agar kau menjauh dan tahu jika apa pun yang pikirkan tentangku itu semua bukan kemauanku. Aku juga tidak ingin kau bertindak gegabah lagi sehingga bisa mengundang petaka untukmu. Karena jika itu terjadi, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada diriku. Mungkin aku akan tidur selamanya dan tidak akan bangkit lagi.” “Tidak Pak, tolong jangan katakan itu. Aku…aku berjanji, aku tidak akan berbuat hal yang akan membuatku susah lagi. Aku akan mendengarkan semua ucapanmu. Tapi kau juga harus berjanji satu hal padaku,” ucap Nayya. “Berjanji apa?” “Kau akan membiarkanku mencium bibirmu setiap kali menghisap darahku,” ucap Nayya dengan muka memerah. “Apa? aku pikir kau sudah tahu alasannya, tapi…” “Iya, aku mengerti. Tapi kan Pak Dosen pasti tidak akan merasakan rasa sakit itu karena sudah mencicipi darahku, kalau pun terasa sakit, Pak dosen bisa menahannya, jadi boleh dong meminta imbalan dengan ciuman bibir. Aku janji hanya ciuman bibir saja. Itu tidak akan memengaruhi kesucian darahku kan?” ucap Nayya lagi. Riftan tampak berpikir sebentar lalu mengangguk. “Yeahhh…! Terima kasih, Pak…!” ucap Nayya sambil memeluk Riftan lagi. “Eh. Maaf..maaf… aku..ti..” ucapnya sambil melepas pelukannya, tapi ia terkejut karena kali ini Riftan lah yang tidak ingin melepasnya. “Pa..Pak dosen…?” “Bukankah aku sudah bilang untuk menjaga jarak denganku karena aku tidak bisa menahan diri jika dekat denganmu. Tapi, lagi-lagi kau tidak mendengarkanku. Jadi sekarang kau akan aku hukum…” ucap Riftan sambil menjilat leher Nayya dan menancapkan taringnya ke kulit putih mulus itu. “Ah…!” Nayya mendesah, entah kenapa setiap kali Riftan meminum darahnya, gairahnya juga terusik, ia mengingkari lebih dari sekedar di gigit. Ia sangat menginginkan Riftan. Tapi itu tidak akan pernah terjadi. Setelah puas, Riftan melepas gigitannya dan menjilat bekas yang tersisa sambil tersenyum. “Sekarang giliranku…” ucap Nayya sambil memeluk Riftan dan mencium bibir pria itu dengan penuh perasaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD