Gairah yang Tertahan

1141 Words
Nayya bagai kehilangan kendali, ia masih terpengaruh gairah yang dirasakannya. Desahan nafas yang hangat dengan gerakan bibirnya yang seakan ingin melahap habis bibir Riftan. Sementara Riftan hanya bisa membiarkan Nayya menguasainya, ia tidak merespon ataupun membalas ciuman Nayya, ia hanya menahan kepala Nayya agar tetap pada posisinya. Ia menahan diri sekuat tenaga agar tidak tenggelam oleh gairahnya yang sudah hampir meledak, karena jika tidak, maka semua yang ditakutkan akan terjadi. Nayya melepas ciumannya karena kehabisan nafas. “Nayya, sudah cukup. Kau bilang hanya ciuman bibir kan?” ucap Riftan mengingatkan. “Pak dosen… aku masih mau menciummu, aku mohon…” rengek Nayya sambil berusaha menggapai wajah Riftan tapi Riftan menahan dan memaku kedua tangan Nayya di atas kepalanya. “Kau diamlah, tidak boleh lebih dari ini,” tolak Riftan dengan tegas. Tubuh Nayya yang ingin melepaskan diri bergerak-gerak di bawah tubuh Riftan membuat pria itu hanya bisa menelan ludah. Sampai akhirnya Nayya pasrah dan menatap Riftan dengan dalam. “Pak Dosen, coba sekarang katakan padaku, kalau kau menyukaiku,” ucap Nayya. “Apa?!” “Iya, kau harus mengatakannya hari ini. Aku ingin mendengarkan ucapan manis itu dari mulutmu,” tuntut Nayya sambil menatap bibir Riftan yang merah alami. Wajah Riftan memerah, dadanya berdebar kencang. Jantung vampire yang sejatinya hanya seonggok daging tidak befungsi seakan kembali menjalankan tugasnya memompa darah Riftan akibat rasa tegang dan reaksi hasrat yang mempengaruhinya. “Wah, Pak. Wajahmu memerah. Kau terlihat semakin tampan. Aku jadi semakin ingin menciummu.” Nayya kembali bergerak saat ia hendak menggapai wajah Riftan. “Diamlah! Bukannya kau ingin mendengarkan aku mengatakan yang kau inginkan itu?” ucap Riftan. Nayya membeku mendengar ucapan Riftan. Ia mengangguk berkali-kali dengan sangat antusias. Riftan menatap seluruh tubuh Nayya dengan tatapan berkilat. Jantung Nayya semakin tidak terkendali. “Yang sebenarnya adalah, aku sangat ingin menyentuhmu di sini…” Riftan menyentuh d**a Nayya. “Di sini…” tangan Riftan berpindah ke bagian perut Nayya. Gadis itu hanya menahan nafas sambil menggigit bibirnya menahan gejolak perasaannya. “Dan di sini…” Nayya memejamkan mata. Jantungnya seakan ingin keluar saja saat tangan kekar Riftan menyentuh bagian bawah perutnya dengan penuh kelembutan. Saat melakukan itu, mata Riftan semakin berkilat. Rahangnya mengeras. Tapi setelah beberapa saat, wajah itu kembali tenang. Ia tersenyum nakal ke arah Nayya. “Kau menikmatinya?” tanya Riftan. “Ah, hmm…” Nayya tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Jantungnya terlalu berisik untuk memberinya kesempatan berbicara. Riftan lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Nayya. “Jangan sekali-kali kau memancingku, karena jika aku sudah hilang kendali, aku tidak akan melakukannya denganmu tapi dengan wanita lain. Kau mengerti?” bisik Riftan. Nayya membeku mendengar ucapan Riftan yang lagi-lagi membuatnya syok, lalu emosinya tiba-tiba muncul. “Pak doseeeeennn….! Kalau kau melakukan itu pada wanita lain, aku bersumpah akan membunuh diriku…!” teriaknya. Dengan sekuat tenaga ia melepas tangannya dari cekalan tangan Riftan lalu memukul-mukul tubuh Riftan dengan bantal. Riftan hanya tertawa terbahak-bahak. Nayya yang sudah bisa leluasa, sekarang berada di atas tubuh Riftan sedangkan Riftan berbaring telentang di atas kasur. Kali ini Nayya menyatukan tangan mereka berdua dan mendekatkan tubuhnya ke tubuh Riftan membuat pria itu semakin gerah tersiksa. “Dengarkan aku Pak dosen, jika kau berani menyentuh wanita lain, aku tidak akan segang-segan membuka pakaianku di hadapanmu dan membiarkanmu tersiksa. Kau mengerti…” ucap Nayya sambil kembali mengulum bibir Riftan dengan kuat lalu melepasnya. Ia tersenyum sinis dan bangkit dari tubuh Riftan, meninggalkan tubuh sang vampir yang menegang. *** Sonia terlihat sedang mengetik sesuatu di ponselnya. Ia sengaja datang pagi-pagi sekali ke kampus untuk bertemu dengan Reno sebelum Nayya datang dan mengambil semua waktunya seharian. “Aku harus bertemu Reno dulu dan memastikan kapan kami akan bertemu lagi sebelum Nayya tiba,” gumannya sambil mengetik chat untuk Reno. Beberapa saat kemudian ada balasan chat dari Reno. [Temui aku sekarang di taman belakang gedung Seni] Sonia membaca pesan singkat itu sambil tersenyum. Gadis itu pun bergegas menuju tempat yang Reno maksudkan, dan benar saja, saat tiba di sana, dari jauh Sonia melihat Reno sudah menunggunya. Reno melambaikan tangan sambil tersenyum. Sonia berlari menghampirinya. “Maaf karena terpaksa kita harus bertemu sembunyi-sembunyi seperti ini,” ucap Reno sambil menggenggam tangan Sonia. “Iya, tidak apa-apa. Aku juga tidak ingin Nayya sampai tahu kalau aku menemuimu seperti ini. Nayya melarangku mendekatimu, jadi kita memang harus melakukan ini kalau ingin terus berhubungan,”ucap Sonia sambil menatap mata Reno. “Ya baiklah aku tidak masalah yang penting aku bisa terus bersamamu,” sahut Reno. Ia lalu menatap Sonia, mendekatkan wajahnya ke leher Sonia dan menjilatnya dengan lembut. “Ah, ap..apa yang kau lakukan?” Sonia terkejut mendapat perlakuan tiba-tiba seperti itu, meskipun jantungnya sudah berdegup dengan kencang. Reno memejamkan mata menekan rasa haus yang sudah sejak lama tahan, ia sudah hampir mendapatkan sumber darah, yang ia lakukan adalah tinggal meyakinkan gadis polos ini saja. “Ah, maaf, kalau aku terkesan terburu-buru sehingga mengejutkanmu. Hanya saja, kau tahu, aku tidak bisa mengendalikan diri saat berada di sampingmu,” ucap Reno sambil mengelus tangan Sonia. Wajah Sonia memerah, ia tertunduk. Gemuruh dadanya semakin tidak terkendali. Apakah Reno sedang menyatakan perasaan padanya? jika benar demikian, ia akan sangat bahagia tapi juga merasa tidak enak dengan Nayya. Bagaimana ini? “Sonia, apakah kau menyukaiku?” tiba-tiba Reno mengucapkan kalimat itu. Sonia tersentak, ia mengangkat wajahnya dan menatap Reno. “Ah, a..aku…” Reno kemudian menyentuh wajah Sonia dan mengelusnya dengan lembut. Perasaan Sonia semakin tidak karuan, Ia senang tapi juga takut, senang karena Reno menyukainya, dan takut jika Nayya mengetahui perasaannya yang sebenarnya terhadap Reno, sahabatnya itu akan marah dan memusuhinya. Bagiamana ini? “Jangan takut, aku berjanji Nayya tidak akan mengetahui apa pun, asal kau berjanji satu hal padaku,” ucap Reno. “A..apa itu…” tanya Sonia . Reno tersenyum. “Izinkan aku meminum darahmu,” ucap Reno dengan sang lembut di telinga Sonia, begitu lembutnya sampai Sonia terhanyut dan mengangguk tanpa sadar. “Benarkah kau akan memberikan darahmu setiap kali aku butuh, sayang?” tanya Reno sambil mulai mencium pipi Sonia. Sonia benar-benar sudah terbuai dengan perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Sudah lama sejak ia menyukai pria yang ada di hadapannya ini. Tapi, saat itu pria ini sama sekali tidak meliriknya. Ia hanya sibuk menatap ke arah Nayya yang hanya menganggapnya kakak. Tapi sekarang, pria ini membuatnya seperti melayang ke langit yang indah. Apakah ia sanggup menolaknya? “Iya, kau bisa mengambil darahku.” Lirih Sonia. “Terima kasih…” ucap Reno. Reno tersenyum, tiba-tiba matanya berubah merah, Sonia sempat terkejut tapi karena sudah terbuai dengan perasaan seperti di awang-awang, ia sama sekali tidak memikirkan apa pun lagi. Ia pun membiarkan Reno menjilat permukaan lehernya. Taring Reno mulai keluar dan memanjang, siap untuk di tancapkan ke kulit Sonia. tapi tiba-tiba… “Hei… apa yang kalian lakukan di sana…!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD