Ritual Penyatu Jiwa

1059 Words
Riftan berjalan masuk ke dalam sebuah ruangan diikuti oleh Asoka yang berjalan tidak jauh darinya. Dua orang pengawal yang mengantarnya berjalan di depannya. Riftan berkali-kali menghela nafas dalam, ia benar-benar tidak suka berada dalam situasi seperti ini. Jika bukan karena keinginan Nayya yang aneh, ia akan langsung memutuskan hubungannya dengan putri mahkota tanpa mengorbankan Asoka. Sesampainya di dalam sebuah ruangan, ternyata sudah banyak orang yang hadir. Ia menatap sekeliling, melihat raja Addan beranjak dari singgasana dan melangkah ke arahnya dengan senyum lebar. “Selamat datang, Riftan. Aku merasa sangat bahagia melihatmu malam ini,” ungkap raja dengan senang. Riftan hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Ia melangkah, mengikuti raja menuju kursi yang sudah disediakan. Asoka juga mengikutinya dengan setia. Tidak berapa lama, putri Adora muncul dengan beberapa dayang yang mengiringinya. Mengantarnya menuju kursi tepat di samping Riftan. Perasaan Riftan seperti seorang pesakitan yang di paksa melakukan hal diluar kemauannya. Situasi ini sungguh memuakkan. Dengan gelisah ia duduk di kursi bersanding dengan putri Adora yang tersenyum lembut ke arahnya. “Tenangkan dirimu atau kita akan ketahuan,” Riftan sedikit tersentak saat mendengar suara Asoka tiba-tiba terngiang di telinganya. Ia tahu kalau Asoka mengirim telepati kepadanya. Riftan menoleh ke arah Asoka yang duduk di antara para tamu. Seorang pria tua berambut panjang dengan warna yang seluruhnya putih semua. Dengan jubah yang menjuntai sampai ke lantai, ia berjalan menuju api unggun berwarna hijau dan duduk di kursi sambil menabur sesuatu ke dalam api unggun itu. Ia bangkit dan mengitari api itu sebanyak 3 kali dan kembali,li duduk. Mulutnya berkomat-kamit membaca mantera. Pria tua itu menoleh ke arah seorang pelayan dan menganggukkan kepalanya. Pelayan menghampirinya dengan membawa nampan perak berisi sebuah keris. Pelayang menyerahkan keris itu kepada pria tua lalu berjalan kembali ke tempatnya. Pria tua itu menoleh ke arah Riftan dan Adora lalu bangkit dari duduknya. “Kedua pasangan harap menghampiri api unggun!” ucap sang pria tua yang merupakan tabib utama kerajaan itu. Putri Adora bangkit dari duduknya dan melangkah, tapi langkahnya terhenti karena Riftan masih berada di tempatnya. “Tuan Riftan…” suara putri Adora mengejutkannya. Rupanya ia tidak mendengar ucapan sang tabib. Ia baru sadar saat melihat putri Adora memberinya isyarat untuk mengikutinya. “Ah, iya!” ucapnya lalu beranjak dari duduknya dan mengikuti Adora berjalan ke arah tabib. “Silakan duduk di antara batu datar itu dan saling berpegangan,” ucap sang tabib. Riftan semakin resah, ia menoleh ke arah Asoka yang juga menatapnya sambil mengangguk. Melihat wajah Asoka yang tenang membuatnya kecemasannya sedikit berkurang. Putri Adora melangkah lebih dulu dan duduk bersila di atas batu datar, Riftan pun mengikutinya dan duduk dengan perasaan gusar. Setelah keduanya mengikuti apa yang tabib ucapkan, sang tabib pun mengambil keris dan memotong kepala seekor ular putih yang sudah di persiapkan. Darah ular mengalir di tangan keduanya dan mengeluarkan cahaya hijau terang. Sang tabib kembali melanjutkan manteranya. Darah itu tiba-tiba berbah menjadi sebuah tali hijau bercahaya yang mengikat kedua tangan mereka. Lama-kelamaan tali itu meresap masuk kedalam kulit mereka dan lenyap. Tapi kening sang pendeta mengernyit karena hanya putri Adora saja yang memiliki tanda di tangannya yang hanya sang pendeta yang bisa melihatnya sedangkan tanda Riftan tidak memilikinya. Seharusnya jika tali kekuatan suci pengikat jiwa sudah terserap sempurna, akan ada tanda yang muncul di tangan pasangan. Tapi yang ia lihat kini hanya tanda putri Adora saja yang muncul, sedangkan tanda pasangannya tidak muncul. Jika tanda itu tidak muncul di tangannya lantas mungkinkah di tempat lain? Sang tabib menatap ke arah Riftan, melihat keseluruh tubuhnya seakan mencari sesuatu. Berungkali tabib mencoba mencari jejak tanda itu tapi tidak ada di tubuh Riftan. Tapi anehnya, keberadaan tanda itu ada di sekitar ruangan ini. mungkinkah tanda itu…. Sang tabib memandang sekeliling, mencoba mencari keberadaan tanda pasangan jiwa putri Adora yang tidak ada di tubuh Riftan. Jika tanda itu akhirnya memilih pria lain berarti Riftan bukan pasangan putri Adora melainkan orang lain yang memiliki tanda itu. Wajah sang Tabib mulai tegang, kejadian ini baru kali ini terjadi. sebenarnya apa yang terjadi, kenapa tanda yang seharusnya muncul pada pasangan putri Adora mallah berada di tubuh orang lain? Tabib lalu beranjak dari tempatnya, berjalan menuju deretan kursi para tamu undangan yang hadir. Semua orang menatap tabib itu bingung, apa yang di cari tabib di tempat para tamu? Bukankan fokusnya hanya pada kedua pasangan itu? Pria tua itu mengedarkan pandangannya keseluruhan tamu, ia merasakan keberadaan tanda itu semakin dekat. Sayangnya hanya ia yang bisa melihat tanda itu. orang lain tidak bisa melihat apa-apa, bahkan pasangan itu sendiri. Asoka yang sudah tahu kejadiannya akan seperti ini, hanya duduk dengan tegang di tempatnya. Ia berusaha bersikap tenang. Pria itu itu ternyata bisa melihat tanda sakral yang tersembunyi tang berada pada lengannya. Ia juga sudah bisa merasakan jika jiwanya dan jiwa putri Adora sudah terikat satu sama lain meskipun putri Adora akan terlambat menyadarinya karena di mata dan hatinya hanya ada Riftan. Pandangan pria tua itu lantas terarah padanya. Asoka semakin tegang. Jika tabib ini membuka mulut, ia tentu saja akan mengelak karena tanda itu tidak bisa dilihat oleh siapapun kecuali tabib itu sendiri. Jadi ada kemungkinan raja dan orang-orang di tempat itu akan percaya kepadanya dan menganggap kalau tabib itulah yang mengada-ngada. Akan tetapi setelah lama menunggu, tabib itu tidak berkata apa-apa. Ia hanya menatap Asoka dengan tajam lalu kembali ke tempatnya. Riftan masih merasa was-was, apakah rencana Asoka berhasil atau malah gagal total dan mengakibatkan ia akan terjebak selamanya dengan putri ini. “Baiklah, ritualnya sudah selesai. Mulai sekarang kalian resmi menjadi pasangan, ucap sang tabib lalu melangkah pergi. Putri Adora menatap Riftan dengan wajah memerah, ia merasa sangat bahagia. sang raja juga tersenyum senang melihat sang putri akhirnya bisa hidup tenang dengan pasangannya. Seseorang yang putrinya cintai dan akan selamanya menjadi pasangan abadinya. Tiba-tiba wajah istrinya yang tersenyum muncul dalam pikirannya. “Putri kita sudah memiliki pasangan, kau pasti sudah bisa tidur dengan damai sekarang, ratu…” gumannya perlahan. “Ritual sudah selesai, tuan Riftan. kita harus kembali ke tempat kita, tapi sebelum itu aku ingin menemui ayahku. Tidak apa –apa kan kalau saya tinggal sebentar?” ucap putri Adora. “Baiklah, putri. Saya juga akan kembali duduk di kursi,” ucap Riftan sambil memaksakan senyumnya. Setelah putri Adora menjauh, Riftan langsung bergegas menuju tempat Asoka. Ia benar-benar penasaran rencana mereka berhasil atau tidak. “Katakan padaku, apa yang terjadi,” tanya Riftan penuh rasa penasaran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD