Pengaruh Ritual

1044 Words
Asoka menoleh dan menatap Riftan dengan serius. “Berhasil, tapi cukup bicaranya dan kembai ke tempatmu. Kita bicarakan ini nanti saja,” ucap Asoka. “Tapi apakah kau baik-bai saja?” tanya Riftan khawatir. “Iya,” jawab Asoka singkat. Riftan menatap lekat Asoka dan menyentuh bahunya sebelum kembali berjalan dan duduk di tempatnya. Adora melangkah menghampiri Riftan dan tersenyum manis ke arahnya. Lalu, tanpa rasa ragu sedikitpun, ia menyentuh tangan Riftan. Di kalangan vampir, ritual penyatuan jiwa bisa diartikan dengan menikah. Saat sudah mendapatkan pasangan jiwa dan memutuskan untuk mengikat jiwa mereka satu sama lain, maka mereka pun bisa dengan bebas berbuat apa pun dengan pasangan mereka termasuk memberikan tanda kepemilikan dengan melakukan hubungan fisik yang intim. Akan tetapi, karena Riftan sudah mengajukan syarat sebelumnya, maka putri Adora tidak bisa menuntut banyak kepada Riftan. Mendapat sentuhan secara tiba-tiba, membuat Riftan terkejut. Ia pun dengan refleks melepas tangannya dari genggaman Adora. Wajah putri mahkota itu terlihat sedih, ia lalu menarik tubuhnya menjauh dari Riftan. “Oh, maafkan saya putri, saya hanya terkejut.” Cepat-cepat Riftan menjelaskan maksudnya. Hah, entah harus berapa lama ia menunggu hingga putri ini menyadari kalau ia bukan pasangannya. Keluh Riftan. “Tidak apa tuan Riftan, aku mengerti. Kau masih belum bisa menerimaku dan aku yang seharusnya lebih bersabar,” ucap Adora dengan suara rendah. Riftan terdiam, tidak tahu apa lagi yang harus ia katakan kepada Adora. Yang ia inginkan sekarang adalah segera meninggalkan tempat ini dan bertemu dengan Nayya. Adora menyembunyikan rasa kecewa hatinya, ia tidak menyangka gerakan refleks Riftan sangat menyakiti hatinya. Entah kenapa untuk sesaat ia merasakan seperti ada sesuatu yang sesak di bagian dadanya saat tangannya menyentuh Riftan dan rasa itu diperparah ketika Riftan menolaknya dengan tanpa sadar melepas tangannya. Tidak ingin air matanya meleleh di depan orang banyak dan membuat Riftan merasa bersalah, Adora meninggalkan tempat untuk menenangkan diri. “Tuan Riftan, saya mau ke belakang dulu,” ucapnya lalu beranjak dari duduknya. “Ah, iya,” ucap Riftan singkat. Ia pun membiarkan putri mahkota itu melangkah pergi. Riftan menghela nafas lega. Orang-orang masih sedang menikmati hidangan. Semuanya seolah larut dan ikut merasakan kebahagiaan seperti yang dirasakan raja. Penguasa itu terlihat sedang berbincang sambil tertawa senang dengan beberapa tamu undangan. Sedangkan Asoka hanya bisa menyisihkan diri di sebuah sudut raungan. Dadanya seketika sakit saat melihat putri Adora menyentuh tangan Riftan. untung saja Riftan dengan cepat melepas tangannya sehingga sakit yang ia rasakan tidak lama. Apakah yang ia lakukan ini adalah tindakan bodoh? Atau apakah ini adalah bentuk rasa tanggung jawab untuk melindungi sahabat dan adiknya dari kemalangan? Atau apakah ini adalah bukti dari rasa kagumnya kepada putri mahkota? “Oh.. aku benar- benar pusing…!” gumannya. Asoka melangkah menyusuri lorong sepi, ia sengaja menghindari Riftan saat bersama Adora. Asoka tidak ingin Riftan menyadari kesakitan yang ia rasakan sekarang. Ia hanya bisa berharap Adora tidak ikut ke kastil dan menyusul Riftan. Akan tetapi, jika hal itu benar terjadi, ia hanya berharap jika dirinya bisa menahan semua rasa sakit itu dan bersabar menunggu Adora menyadari semuanya. entah sampai kapan ia harus menunggu untuk itu. Pada saat ia berbelok dan ingin memasuki area taman hijau indah, ia melihat putri Adora sedang duduk termenung. Hati Asoka berdebar melihat gadis itu terlihat sedih. Entah apa yang terjadi, tapi melihatnya seperti itu, Asoka menjadi merasa sedih. Ia tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Ia tahu kalau apa yang ia rasakan sekarang adalah bentuk pengaruh dari ikatan jiwanya dengan jiwa putri Adora. Sedangkan putri Adora yang masih termenung, tiba-tiba menoleh ke arah Asoka yang sedang berdiri jauh darinya. Tapi sesaat kemudian Ia memalingkan wajahnya. Sesak di dadanya tiba-tiba menghilang. Tadi orang itu bukannya pengawal Riftan yang sering mengikutinya ? Adora bertanya dalam hati. Tapi kemudian ia kembali teringat saat Riftan menolaknya tanpa sengaja. “Kau sangat terburu-buru Adora, tidak perlu sampai seperti itu, bukannya Riftan sudah menjadi milikmu selamanya, ia tidak bisa berpaling lagi darimu karena jiwa kalian sudah menyatu. Biarkan ia beradaptasi dengan perasaannya dulu. Adora mengingatkan dirinya. “Iya, sebaiknya aku mendekatinya perlahan saja. Lagipula kami masih punya banyak waktu,” gumannya meyakinkan hati. Asoka hanya bisa menatap putri Adora dari jauh, entah sejak kapan ia menyukai jika menatap gadis itu lama. Semakin ia menatapnya, hatinya semakin senang. Saat mereka bertemu pandang, sesak di dadanya menghilang, namun setelah itu ia merasa sedikit kecewa karena putri Adora sama sekali belum bisa menyadari sinyal ikatan mereka berdua. Terbukti saat gadis itu memalingkan wajahnya. kau harus bersabar, Asoka. Kau yang merencanakan semua itu tanpa berpikir dampak yang akan ditimbulkan untukmu. Asoka juga bermonolog mengingatkan dirinya jika semuanya harus membutuhkan proses. Terlepas dari semua itu, ia merasa senang karena dirinya berhasil meyakinkan sang raja untuk meminjamkan ribuan prajuritnya untuk menyerbu markas Gonzales setalah perencanaan serangan sudah matang. Semetara itu, Riftan terlihat mencari Asoka, tapi tampaknya Asoka tidak berada di dalam ruangan. Baru setelah ia berjalan ke arah taman, ia melihat sahabatnya itu berjalan lunglai menuju ke arahnya. Riftan tentu saja terkejut dan cemas melihat perubahan Asoka. Seseorang yang sejak dulu tidak pernah menampakkan emosi dan ketidak berdayanya di hadapan orag lain mendadak seperti pria yang mengalami kesedihan mendalam. Apakah hal itu ada hubungannya dengan pergantian jiwa yang ia lakukan? “Asoka… kau tidak apa-apa?!” tanya Riftan cemas. Asoka mengangkat kepalnya yang sejak tadi tertunduk dan menatap Riftan. Ia tersenyum lemas. “Aku merasakan dampaknya, dadaku terasa sesak saat putri menyentuh tanganmu tadi. Hah… tidak kusangka pengaruh ikatan itu akan sekuat ini,” Asoka mulai mengeluh. “Kau tidak perlu risau, aku akan berusaha menjaga jarak dengan putri Adora,” ucap Riftan menenangkan. “Kau tidak bisa terus-terusan menjaga putri itu untuk tidak menyentuhmu. Ia sudah mengangapmu sebagai pasangan jiwanya. Ia pasti berpikir jika kau adalah miliknya. Tidak ada yang bisa kita lakukan selain menunggu putri Adora menyadari jiwanya terjebak dalam jiwa pria lian. Aku juga menjadi sedikit khawatir, bagiaman responnya nanti jika ia sudah mengetahui semuanya.’” kembali Asoka mengeluh tidak berdaya. Riftan menatapnya selidik, kalimat Asoka barusan membuatnya sadar sesuatu. “Asoka, apakah kau menyukai putri Adora?” tanyanya. “Apa?! kau gila. Mana mungkin kau menyukai putri Adora. Tidak!” sanggah Asoka dengan tegas. “Baiklah kayak jawabanmu begitu. Tapi tidak perlu khawatir, jika tidak bisa menyadarkannya dalam waktu cepat, kita akan membuatnya sadar secara alami,” ucap Riftan sambil menyeringai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD