Persaingan

1167 Words
“Kau tidak pernah berubah, Nayya. Selalu saja keras kepala dan tidak mau tahu. Kali ini aku tidak akan membiarkanmu seperti itu lagi. Jika kau tidak ingin meminum cairan ini, aku akan memaksamu dengan cara lain sampai nyawa janin itu keluar dari tubuhmu. Apa kau mau tahu bagaimana caraku melakukannya?” tatapan Riftan yang berkilat misterius membuat Nayya menjadi merinding. Ia menggeleng untuk menolak apa yang Riftan katakan kepadanya, karena ia tahu jika yang akan Riftan katakan itu adalah hal yang akan menyusahkan dirinya. “Aku akan menggagahi tubuhmu sampai kau memohon untuk memilih meminum cairan itu saja. Aku ingin lihat sampai di mana kau bisa menahannya karena aku akan melakukannya sesuka hatiku. Aku tidak peduli bahkan jika kau memohon untuk berhenti. Apa kau mengerti? Jadi pikirkanlah matang-matang. Aku akan memberimu waktu selama 1 hari untuk memikirkannya. Besok malam di jam yang sama, aku akan datang ke mari untuk mendengar keputusanmu,” ucap Riftan dengan ancamannya. Setelah itu, ia pun melangkah keluar kamar meninggalkan Nayya yang membeku. Nayya hanya bisa menelan ludahnya gugup. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Riftan sangat yakin jika ancamannya kali ini akan berhasil, ia melihat jelas di wajah Nayya yang tegang dan pucat itu. Sebenarnya, Riftan juga tidak sampai hati memberikan pasangan jiwanya itu ancaman yang bisa membuat jiwanya terguncang, tapi Riftan lebih memperdulikan hidup Nayya dibandingkan apapun di dunia ini. Meskipun begitu, hatinya sempat bergetar saat tahu jika gairah yang berwujud cahaya biru ternyata tertelan oleh Nayya yang nantinya akan berunah menjadi nyawa makhluk di perut Nayya. Akan tetapi dibandingkan dengan itu semua, ia lebih memilih Nayya tetap hidup sebagai seorang manusia, ia tidak ingin Nayya merasakan penderitaan menjadi seorang makhluk pengghisap darah. Dan dirinya yakin jika Nayya sebentar lagi akan berubah pikiran. * Asyaq terlihat bersiap untuk mengunjungi pesta perayaan ulang tahun anak dari salah satu prajuritnya. Ia datang memenuhi undangan khusus. Dengan sebuah kado kotak segi empat yang ia bawa, Asyaq berjalan ke arah balkon kamar dan melompat keluar dari jendela kamarnya. Asyaq terbang menuju kediaman salah satu prajuritnya. Sebenarnya kedatangannya ini bukan hal yang baru, karena ia sering mengunjungi prajurit-prajuritnya jika mereka menghadap acara makan-makan atau pesta, Asyaq senang berbaur dan mengakrabkan diri dengan para prajurit. Karena itulah, ia banyak disukai oleh prajurit. Berbeda dengan Asoka yang sedikit dingin dan tetutup dengan parajurit, dan di bandingkan dengan Riftan, Asoka sangat sentimentil, dan tertutup, sehingga para prajurit sangat segan dan cenderung takut jika mereka berhadapan dengan Asoka. Asyaq turun ke permukaan tanah setelah terbang beberapa lama di atas udara. Ia pun berjalan menuju sebuah rumah yang terlihat sudah dipenuhi oleh orang-orang. Acaranya terlihat meriah, selain para vampir, manusia juga ikut dalam pesta perayaan tersebut. “Oh, silakan tuan Asyaq. Mari, silakan masuk, Tuan,” sambut seorang pria yang merupakan ayah dari anak yang sedang ulang tahun. Asyaq mengangguk dan tersenyum lalu melangkah menuju seorang gadis kecil yang sedang tertawa bersama teman-temannya yang lain. “Sayang, coba lihat siapa yang datang?” ucap sang ayah kepada putrinya. Sang anak lalu menoleh dan menatap ayahnya dan seorag laki-laki tampan yang sedang berdiri tersenyum ke arahnya. “Paman tampan ini siapa, Ayah?” tanya sang anak dengan polosnya. “Kamu pasti terkejut saat tahu siapa beliau,” ucap ayahnya. “Hai, Carol, saya paman Asyaq, temannya ayah. Oh ya, selamat ulang tahun,” ucap Asyaq sambil memberikan kado yang ada di tangannya kepada Gadis kecil itu. Gadis kecil itu tertegun untuk beberapa saat, ia hanya memandangi Asya tanpa kedip seakan memastikan jika orang yang ada di hadapannya ini adalah seseorang yang ia selalu impi-impikan. “A…Ayah, dia tu..tuan Asyaq yang sering ayah ceritakan itu? tuan Asyaq idolaku, kan Ayah? apakah paman ini orangnya, Ayah?” sang anak bertanya kepada ayahnya untuk meyakinkan apa yang ia lihat. “Iya, sayang. Beliau ini adalah orang yang sama, yang selalu kau kagumi. Jadi, sesuai janjimu, kau harus belajar dengan rajin karena Ayah berhasil mempertemukannya dengan tuan Asyaq,” ucap sang ayah. “Wah… asyiiik…!! Akhirnya aku bisa melihat paman secara langsung. Aku sangat senang, terima kasih Paman sudah datang,” ucap anak kecil itu lalu mengambil kado yang Asyaq bawa. “Paman memberiku kado juga, yeeeiy…!!” Gadis kecil itu langsung melompat riang, ia lalu memegang tangan Asyaq dan terus menempel seolah Asyaq adalah seseorang yang telah ia rindukan. “Sayang sudah, jangan bersikap tidak sopan kepada tuan Asyaq. Biarkan beliau makan dulu,” tegur sang ayah saat putri kecilnya itu terlihat menempel terus pada Asyaq. Sepanjang pesta, Carol tidak sekalipun ingin berpisah dengan Asyaq, ia terus menempel degan pria itu walaupun sang ayah sudah menegurnya berkali-kali. Sampai pada acara tiup lilin dan potongan kue pertama, Carol memberikannya kepada Asyaq. Asyaq pun menerima potongan kue itu dan memakannya. Hal itul membuat Carol merasa jika dirinya sangat spesial di mata Asyaq. Sedangkan Asyaq sendiri hanya berusaha membuat gadis kecil itu senang . Tamu satu persatu berdatangan. Sampai akhirnya Asyaq tiba-tiba merasakan kehadiran Nilam diantara para tamu undangan. Dan benar saja, ia melihat Nilam berjalan masuk bersama kedua orang tua angkatnya serta seorang anak laki-laki yang menggandeng tangannya. Carol yang melihat sahabatnya baru tiba, langsung berlari menyambut Nilam dengan penuh kebahagiaan. “Nilam, kemari. Aku akan memperkenalkanmu dengan orang yang selama ini aku ceritakan kepadamu. Ayo ke sini,”ajak Carol dengan penuh semangat. Nilam tersenyum senang dan mengikuti langkah Carol menuju ke arah Asyaq yang berdiri tegang di tempatnya. “Nah, Nilam, kenalkan ini paman Asyaq yang selalu aku ceritakan itu. Dia tampan, kan?” ucap Carol bangga. Sedangkan Nilam hanya menatap Asyaq tanpa berkomentar. Asyaq pun demikian. Mereka hanya saling menatap tanpa ada dialog sedikitpun. “Paman juga ada di sini? paman sudah akrab dengan Caroline?” dengan polosnya Nilam mengutarakan isi hatinya. Jelas sekali kalau Nilam tidak suka Asyaq bersama Carol, sedangkan Carol hanya menatap mereka kebingungan. Asyaq yang menyadari keadaan dengan cepat mengembalikan situasi. “Ah, iya. Paman datang kemari karena ayah Carol yang mengudang. Kalau kita diundang, kan harus datang. Kalau tidak datang nanti kita di anggap tidak sopan,” Asya berusaha membujuk Nilam yang sudah cemberut. “Omong-omong, Nilam apa kabar” imbuh Asyaq lagi. “Nilam baik-baik saja, Paman. Tapi setiap hari Nilam selalu merindukan paman. Meskipun Nilam tahu kalau paman tidak akan datang lagi. Padahal kan paman sudah janji kepada Nilam kalau paman akan selalu datang untuk menemani Nilam main,” ucap Nilam panjang lebar. “Kalian sudah saling kenal?” tanya Carol kebingungan. “Iya, paman Asyaq ini sering bermain denganku di hutan saat aku masih tinggal besama mama Nura. Dia pamanmu yang sangat baik, Carol,” ucap Nilam. Ia terlihat menegaskan kepada Carol jika Riftan hanya miliknya . “Tapi, Paman Asyaq ini juga idolaku, Nilam. Aku sangat mengagumi paman Asyaq. Jadi aku juga bisa kan, menjadi teman Paman?” Carol merengek dengan manja, ia memegang lengan Asyaq. “Iya, ten…tentu saja, Carol. Kalian semua adalah teman-teman Paman. Baiklah, ayo sekarang kalian main, ya. Paman harus berbincang dengan ayahmu dulu,” ucap Asyaq. Tapi, tiba-tiba Nilam berseru. “Aku benci paman…!!” ucapnya sambil berlari meninggalkan pesta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD