Menyembuhkan

1125 Words
Asoka berusaha menggapai tangan Riftan di lehernya tapi tangan Riftan yang satu menahan gerakan Asoka. Riftan terlihat benar-benar ingin membunuh Asoka. “Rif…Riftan…lepas…kan…a..aku..ti…dak bisa ..akhk…!!” dengan segala kemampuannya, Asoka berusaha menyadarkan Riftan, ia terlihat seperti iblis yang sedang berusaha menghilangkan nyawa mangsanya. Ini tidak bisa dibiarkan, Asoka benar-benar merasa terdesak dan nyawanya terancam. Jika diam saja, Riftan akan membunuhnya. Ia segera membaca mantera, mata hitamnya bahkan sudah lenyap, yang terlihat hanya mata putihnya. Ia terus membaca mantera hingga seluruh tubuhnya berubah memerah. Merasakan panas yang teramat sangat menyengat tangannya, dengan cepat Riftan melepas tangannya dari leher Asoka. “Uhuk..uhukk..!!!” Asoka terbatuk-batuk berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya. Ia benar-benar hampir mati. Tatapan geram Riftan belum reda, ia masih terlihat sangat buas menatap murka ke arah Asoka. “Riftan dengarkan dulu penjelasanku,” Asoka berusaha meredakan emosinya. “Mendengarkan apa lagi, hah!!?Penjelasanmu selalu membuatku berada dalam kesulitan. Gara-gara idemu yang konyol itu, aku menerima putri mahkota. Tidak kusangka raja ternyata punya niat akan membuat kami tidak terpisah. Ini tidak masuk akal! Sekarang sudah cukup! Aku tidak akan menghadiri ritual sialan itu besok. Jika utusan raja datang, aku akan langsung membunuhnya,” ucap Riftan penuh emosi. “Riftan tenanglah dan tolong dengarkan dulu apa yang akan akan aku sampaikan, setelah itu kau bisa mengambil keputusan apa pun sesukamu!” ucap Asoka. Riftan menatap Asoka dengan tajam. “Cepat katakan, omong kosong apa lagi yang akan kau bicarakan!” tuntut Riftan. “Begini, kau tetap harus mengikuti ritual itu tapi bukan jiwamu yang akan dikunci,” ucap Asoka memberi ide. “Apa maksudmu?” suara Riftan masih terdengar dingin. “ Aku yang akan menggantikan jiwamu untuk dikunci dengan jiwa putri Adora…” ucap Asoka. Riftan tertegun mendengar ucapan Asoka. Sebenarnya apa yang sahabatnya ini rencanakan? “Apa yang bicarakan itu?” “Ini semua adalah karena rencanaku, aku tidak bisa melihatmu menderita dan berpisah dengan Nayya. Terlebih gadis itu sudah banyak menderita. Jika jiwamu dikunci dengan jiwa putri Adora maka tidak ada satu mantera atau benda ajaib yang bisa memisahkan kalian dan pasangan jiwamu yang lain akan mati sia-sia. Karena itu, aku yang akan menggantikan jiwamu untuk dikunci dengan putri Adora,” ucap Asoka memberikan penjelasan. “Apa kau yakin? Lalu, bagiamana denganmu? jika seandainya kau menemukan pasangan jiwamu suatu saat nanti padahal jiwamu sudah terkunci, kau juga pasti akan merasakan sakit,” ucap Riftan. “Kau jangan memikirkan hal yang belum terjadi, sebaiknya kau menemui Nayya sekarang karena dia terlihat tidak enak badan. Kata Asyaq, tadi Nayya kesakitan di bagian d**a. Mungkin jiwanya ikut terpengaruh saat kau menyetujui menjadi pasangan jiwa putri Adora, aku sangat khawatir, baru seperti ini saja, Nayya sudah kesakitan, apalagi jika jiwamu terkunci dengan jiwa putri Adora. Nayya pasti akan tersiksa seumur hidupnya,” ucap Asoka dengan khawatir. Riftan tersenyum, dia langsung memeluk Asoka dengan erat. Ia benar-benar sangat beruntung memiliki sahabat seperti Asoka. “Terima kasih Asoka,” ucap Riftan . “Iya, baiklah sudah cukup kau memelukku,” ucap Asoka. Riftan melepas pelukannya dan tersenyum. “Aku akan mengikuti semua rencanamu mulai dari sekarang.” “Sebaiknya memang begitu, karena aku tidak akan membiarkan apapun terjadi padamu. Terutama dengan Nayya yang merupakan reinkarnasi Adelia, adikku. Sudah cukup aku menderita melihatnya pergi untuk selamanya dan aku tidak bisa melakukan apapun untuknya. Kali ini tidak akan kubiarkan musuh mengalahkan kita lagi. Semua ini akan terbayar jika Gonzales mati,”ucap Asoka penuh ambisi. “Iya, kita harus menjalankan misi ini dengan baik, dan mengakhirinya sesuai rencana. Baiklah, aku mau menemui Nayya dulu. Dadanya pasti masih sakit sampai sekarang. Aku akan menyembuhkannya dulu,” ucap Riftan lalu bergegas meninggalkan Asoka yang hanya menatapnya dengan senyuman. Asoka terdiam lama di tempatnya, terbayang wajah putri Adora yang tersenyum indah. Ia tersenyum lalu melangkah pergi. Riftan membuka kamar Nayya dengan perlahan. Ia masuk diam-diam ke dalam dan melihat kekasihnya itu sedang mengetik sesuatu di laptop. Riftan mendekat dan langsung menutup mata gadisnya dengan tangannya. “Akhhh….!” Nayya menjerit, ia terkejut. “Pak Doseeeen…!” serunya dengan riang. Riftan melepas tangannya dari kedua mata Nayya dan membalik tubuh gadisnya itu. Nayya memeluk Riftan dengan erat. “Kau datang? Cepat sekali, kata Asyaq kau akan tinggal di istana beberapa hari, jadi aku sibukkan diriku dengan menulis naskah novelku yang masih belum selesai,” ucapnya sambil mencium wajah tampan Riftan dengan lembut. “Hmm, kau tidak senang aku datang? Atau kau ingin aku tinggal di istana saja dan meninggalkanmu sendiri di kastil ini?” tanya Riftan sambil mendekatkan wajahnya ke bibir Nayya. “Tidak, aku ingin kau selalu ada di sisiku untuk selamanya. Memelukku seperti ini, menciumku seperti ini. Aku ingin memilikimu seutuhnya,” ucap Nayya tanpa ragu. Riftan menatap lekat mata Nayya yang berbinar indah, Nayya menyentuh bibir merah Riftan dengan lembut. Riftan memegang tangan Nayya lalu mencium bibir lembutnya dengan dalam. Keduanya pun larut dalan keindahan perasaan. Cinta yang terus bersemi di hari mereka masing-masih terlihat membara seiring berjalannya waktu. Riftan mengangkat tubuh Nayya dan membawanya ke ranjang. Merebahkan dengan lembut dan menggerayanginya . “Nayya, izinkan aku menyentuh ini,” ucap Riftan sambil menunjuk d**a Nayya. Wajah Nayya tiba-tiba memerah. Ia menggeleng tidak setuju meskipun ia sangat ingin Riftan menyentuh bukan hanya dadanya saja, tapi seluruh tubuhnya. “Tapi kan Pak Dosen tidak boleh melakukannya,” sanggah Nayya. Ia dengan refleks menutup dadanya dengan tangan. Melihat itu Riftan malah semakin tergoda. Nayya terlihat sangat menggemaskan berada di bawah tubuhnya. Ia seperti kelinci imut yang terjebak dalam cengkeraman singa yang siap melahapnya. “Tapi aku ingin sekali menyentuhnya, aku mohon sekali saja.” Riftan merengek dengan tatapan mata berbinar yang siapapun pasti akan luluh meski sekuat apapun pertahanannya.. “Kau curang, Pak. Kau memintanya dengan wajah dan tatapan seperi itu, aku tidak bisa menolak,” ucap Nayya. Riftan menyeringai. “Jadi, apa aku bisa menyentuhnya sekarang?” kembali Riftan bertanya. Nayya hanya bisa mengangguk malu, wajahnya memerah. Ia tidak bisa menatap mata tajam Riftan yang sudah berubah merah. “Nayya, buka matamu. Aku ingin melihat binar matamu saat aku menyentuhnya,” ucap Riftan dengan berbisik. Perlahan Nayya membuka mata dan menatap Riftan yang sudah menatap bagian dadanya dengan penuh minat. “Pak…” “Iya?” “Apakah kau harus menatap tubuhku dengan tatapan m***m seperti itu?” ucap Nayya tiba-tiba. “Memangnya aku terlihat m***m sekarang?” “Iya, aku jadi takut…” “Jangan takut, aku akan menyenangkanmu,” Tangan Riftan bergerak membuka kancing baju Nayya satu persatu. Nafas Nayya bagai terhenti setiap kali Riftan melepas kancing bajunya. Pada saat tangan Riftan menyentuh kedua d**a indahnya, seketika warna biru terang terpancar dari tangan Riftan membuat perasaan Nayya menjadi lebih nyaman. Ada semacam energi sejuk yang masuk ke dalam tubuhnya melalui tangan Riftan. “Akh…” Nayya mendesah saat tangan Riftan mulai bergerak di atas dadanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD