Keindahan

1088 Words
“Me..menaklukkan singa? Ah aku rasa aku tidak perlu melihatnya, putri. Singa kan binatang buas, aku takut,” tolak Nayya. Putri ini sepertinya sudah kehilangan akal. Apa yang ada dipikirannya itu sebenarnya? Apakah ia berpikir aku akan menikmati pertunjukan saat ia dan singa itu bertarung, seperti menikmati atraksi sulap? Bagaimana kalau singa itu yang menang dan akan lanjut menyerang dirinya karena sedang berada di tempat itu juga? Aku tidak bisa mengiyakan ajakannya, pikir Nayya. “Loh, tidak perlu takut. menaklukkan singa itu adalah keahlianku. Aku minum darah mereka setiap minggu sekali. Kau ikut ya, aku janji tidak akan terjadi apa-apa padamu,” pinta putri Adora. Ia terlihat sangat ingin Nayya menyaksikan kehebatannya menaklukkan singa. “Ah, tapi apa putri yakin singa itu tidak akan menyerangku?” tanya Nayya. Ia sebenarnya tidak ingin ikut sama sekali, tapi karena tidak tega melihat putri Adora memohon, ia terpaksa meyakinkan keputusannya itu. Apalagi Asyaq pasti akan menjaganya, jadi mungkin tidak ada yang perlu di cemaskan. “Aku sangat yakin, kau tidak perlu meragukan keahlianku. Lagi pula, mana mungkin aku mengajakmu menyaksikan aku menaklukkan singa kalau aku sendiri tidak yakin akan mengalahkannya, aku tidak mau mempermalukan diriku sendiri di hadapanmu, kan?” Nayya tersenyum kecil mendengar ucapan putri Adora. “Baiklah kalau begitu, aku akan ikut,” ucap Nayya pasrah. “Wah benarkah? Terima kasih, ya. aku berjanji akan memperlihatkan kehebatanku dalam menaklukkan singa itu. Kalau kau takut berada di bawah, kau bisa melihatnya dari atas pohon supaya lebih aman. Singa kan tidak bisa panjat pohon, bagiamana?” ucap putri Adora dengan antusias. “Ah, itu ide bagus,” sahut Nayya. “Oke, berarti sudah di putuskan. Besok kita kan berburu singa…!!” seru putri Adora bersemangat. “Ha..ha… iya.” Nayya terpaksa ikut meramaikan tawa dan keseruan putri Adora meski perasannya ragu dan takut. *** Nayya hendak membuka pintu kamar saat mendengar suara Riftan tiba-tiba di dekat telinganya. “Kau sudah mau masuk tapi tidak menyapaku?” ucapnya sambil memeluk pinggang Nayya dengan erat. “Eh, apa yang kau lakukan?” Nayya terkejut. “Apa lagi kalau bukan memelukmu, kenapa terkejut begitu?” ucap Riftan, sambil mengecup bibir Nayya dan menjilatnya dengan nakal. “I..Iya tapi apakah kau harus secara terang-terangan seperti ini? bagaimana kalau ada yang melihat?” Nayya berusaha memberontak, namun tentu saja usahanya itu sia-sia. “Kalau begitu kita masuk saja,” ucap Riftan sambil menarik tangan Nayya masuk ke dalam kamar. “Kau itu sama sekali tidak ada rasa waspada, kita sudah sepakat kan, kalau di luar kamar jangan pernah melakukan hal memalukan seperti tadi.” “Aku tidak melakukan hal yang memalukan, aku hanya merindukan dirimu, apa itu salah?” “Iya, salah karena kau seakan sengaja memperlihatkan kepada orang lain. Aku takut putri Adora akan melihat kita,” ucap Nayya kesal, ia benar-benar takut kalau putri Adora tahu maka dia akan berada dalam bahaya. “Sudah, jangan marah begitu, aku kan sudah bilang tidak perlu mencemaskan hal yang tidak penting seperti ini. Memangnya kenapa kalau dia tahu? Bukankah itu lebih bagus untuk hubungan kita? Dia akan mengerti kalau wanita tang aku cintai itu adalah dirimu,” sanggah Riftan sambil mencium bibir Nayya. “Aku tidak peduli lagi dengan yang lain, selama aku bisa bersamamu seperti ini. Aku akan melakukan apa pun. Aku tidak pernah menyangka kau akan menyiksaku sampai seperti ini. Aku bahkan tidak bisa bertahan sehari saja tidak melihatmu. Aku jadi sedikit menyesal sudah terlalu cepat memberimu tanda, aku jadi tidak bisa fokus dalam pekerjaanku dan terus memikirkanmu. Aku seperti mau mati saja kalau tidak melihatmu, Nayya. Padahal hari ini ada meeting penting dengan pejabat perusahaan tapi aku tiba-tiba membatalkannya karena ingin bertemu denganmu.” Riftan memeluk tubuh Nayya dengan erat. Nayya tertegun melihat Riftan bertingkah seperti anak yang merengek kepada ibunya. Ia tidak pernah melihat sisi Riftan seperti ini. Pria ini terlihat seperti anak kucing lucu yang meminta perhatian, menggemaskan sekali. Nayya menatap mata hitam Riftan dengan dalam, membingkai wajahnya dan mencium lembut bibirnya. “Kenapa kau bersikap seperti anak kecil begini? aku tidak akan kemana-mana. Aku akan selalu berada di sini, di sisimu. Jangan khawatir,” ucap Nayya. “Bagiamana kalau kau pindah ke kamarku saja, agar aku bisa langsung melihatmu tanpa harus bejalan ke kamarmu lagi, aku mohon…” Riftan semakin manja. “Apa?! kau ini apa-apaan, sih? Kita kan bukan suami istri. Enggak ah, aku gak mau,” tolak Nayya. Wajahnya langsung memerah. Tidak satu kamar saja ia sudah kewalahan menghadapi kebuasan Riftan apalagi jika mereka akan berada dalam satu ruangan untuk beraktifitas di dalam ruangan dan tidur di atas ranjang yang sama setiap hari. “Siapa bilang kau bukan istriku? Kau adalah pasangan jiwaku, itu sama artinya dengan seorang istri, Jika dalam istilah untuk manusia. Bahkan hubungan kita lebih dalam dari bubungan suami istri. Hubungan suami istri antar manusia bisa berakhir kapan saja tapi hubungan kita tidak akan pernah bisa berakhir. Jika pun kita berpisah karena kematian, cinta kita akan menghidupkanmu lagi di kehidupanmu selanjutnya kita akan bertemu kembali. Jadi jangan pernah berpikir jika hubungan kita ini dalah hubungan terlarang!” ucap Riftan tidak terima ucapan Nayya. “Iya, terserah kamu. Tapi tetap saja aku belum siap pindah ke kamarmu. Biarkan aku tinggal di kamarku sendiri, ya. Aku sudah sangat betah dan nyaman di kamarku. Aku tidak mau meninggalkan taman indahmu di sana,” tolak Nayya. “Aku bisa menyulap kamar kita nanti persis seperti kamarmu. Bedanya karena ada aku setiap hari yang akan menemanimu tidur di ranjang.” Riftan ternyata tidak kehabisan ide untuk mempengaruhi Nayya. “Benarkah? Kau memang raja m***m” “Iya sayang. Apa pun akan aku lakukan untukmu. Tapi sekarang aku ingin melahapmu dulu, boleh kan?” ucap Riftan sambil merebahkan Nayya dengan perlahan di atas kasur dan mulai menciumnya dengan penuh kelembutan. Mereka pun kembali larut dalam gelora hasrat yang Riftan hadirkan untuk Nayya. Kali ini Riftan tampak lebih lembut. Ia memperlakukan Nayya dengan penuh perasaan. Sehingga Nayya begitu menikmati cinta yang dilimpahkan Riftan untuknya. Mereka menyerap madu cinta dengan penuh gelora menjadikan setiap relung dalam hati penuh dengan keindahan yang tidak akan pernah hilang. Riftan mengisap darah Nayya sambil menyatukan tubuh mereka. Itulah puncak kenikmatan yang mereka rasakan. Desahan dan erangan yang terdengar bagai simfoni indah yang menyatu dalam kesunyian membentuk muara kebahagiaan dan kenikmatan yang mereka rasakan. “Ah.. Nayya, aku sangat mencintaimu,” lirih Riftan di sela erangan dan hentakan tubuhnya di atas tubuh Nayya. Kedua matanya yang merah memancarkan kehangatan dan gelora membara, sedangkan Nayya membalasnya dengan ciuman hangatnya. Merasakan setiap sentuhan lembut Riftan di tubuhnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD