Genting

1114 Words
Nafas mereka tersengal setelah keduanya ambruk dengan rasa lelah dalam kepuasan, tangan Riftan masih mempermainkan d**a Nayya tapi sang empu tidak bisa lagi bergerak. Tubuhnya terasa remuk, Riftan benar-benar tidak membiarkannya sedikitpun. “Kenapa kau seperti tidak pernah kehabisan tenaga? Kau mau membunuhku?” ucap Nayya. “Vampir memang tidak akan pernah merasa puas untuk hal seperti ini , sayang. Jadi kau harus terbiasa,” ucap Riftan dengan sangat enteng. Tangannya bahkan sudah menjalar kemana-mana membuat Nayya tergidik. “Riftan…” ucapnya. “Hmm…” “Putri Adora mengajakku ke suatu tempat, ia memintaku menyaksikannya menaklukkan seekor singa,” ucap Nayya. “Oya?” Nayya menatap Riftan, ia pikir Riftan akan terkejut dan melarangnya, tapi tidak di sangka Riftan hanya merespon dengan sikap santai seperti itu. “Katanya besok kami akan berangkat ke tempat itu,” Nayya menimpali. “Hmm, oh. Kalau kau mau pergi, silakan. Tapi hati-hati, Asyaq juga akan menjagamu. Jangan khawatir, putri Adora sangat ahli dalam menaklukkan singa. Ia meminum darah singa sehingga ia hampir tidak pernah gagal,” ucap Riftan. “Kau seperti sangat mengenalnya dengan baik,” ucap Nayya penuh sindiran. “Kau tidak khawatir aku pergi bersamanya?” Nayya akhirnya mengeluarkan isi pikirannya. Sedikit kesal juga karena Riftan tampak tidak memiliki rasa cemas terhadapnya sedikitpun. “Kenapa harus khawatir? Putri Adora tidak akan mencelakaimu. Jangan cemas seperti itu, sayang,” ucap Riftan ambil mencium tangan Nayya. Nayya melepas tangannya dari genggaman tangan Riftan. “Baiklah, aku akan pergi besok,” ucap Nayya lalu bangkit dan memunguti pakaiannya. Wajahnya cemberut, melihat itu Riftan tersenyum. “Kenapa kau tersenyum?” tanya Nayya sewot. “Karena kau lucu dan menggemaskan.” “Terserah kamu…!” ucapnya lalu berjalan masuk ke kamar mandi. *** Nayya menatap wajahnya di cermin, wajah yang sedikit pucat itu menatap kosong. Hari ini putri Adora kan mengajaknya dan ia belum tahu tempat yang putri Itu akan tuju. Ia merasa sangat khawatir, tapi mengingat reaksi Riftan yang biasa saja, mungkin memang hanya perasaannya saja yang berlebihan. Nayya menarik nafas dan meraih tasnya sebelum membuka pintu kamar dan berjalan menuju taman tempat di mana putri Adora menunggunya. “Nona…!” tiba-tiba suara Asyaq memanggil namanya. Ia menoleh ke arah suara itu dan melihat Asyaq berjalan terburu-buru mengejarnya. “ Tuan Asyaq?” tanya Nayya. “JIka nanti ada hal yang mencurigakan, cepat panggil saya, ya. Saya tidak akan jauh dari Nona,” pesan Asyaq kepada Nayya. “Iya…” sahut Nayya sambil tersenyum. Kini ia merasa cukup yakin dengan keamanannya. Ia pun berjalan menuju putri Adora yang duduk di bangku taman sambil melambaikan tangannya ke arah Nayya. “Hai…” sapa putri Adora sambil memeluk Nayya. Ia terlihat sangat senang sekali melihat kedatangan Nayya. Saat Nayya tidak melihat ke arahnya, putri Adora tersenyum sinis. “Sudah siap? Ayo berangkat…!” seru putri Adora sambil memegang tangan Nayya mengajaknya mengikuti langkahnya. “Tu…tunggu sebentar putri, apa tempat itu jauh dari sini?” tanya Nayya yang masih ragu. “Hmm, di hutan ini kan tidak ada hewan seperti singa dan binatang karnivora lainnya, jadi kita kan bergerak ke arah utara untuk menemukan mereka. Jangan khawatir, aku akan membawamu terbang dengan sangat aman,” ucap putri Adora dengan penuh keyakinan. “Apa kau yakin?” tanya Nayya. “Tentu saja, Nayya. Ayo…!” ucap putri Adora. “Baiklah…” Nayya mengangguk Putri Adora mengulurkan tangannya dan menggenggam erat tangani Nayya lalu membawanya melompat dan melayang diantara pepohonan. Berbeda saat bersama Riftan, Nayya sedikit merasa ketakutan karena putri Adora hanya menggandeng tangannya sementara tubuhnya ikut melayang bersama tubuh putri Adora. Namun, setelah beberapa saat merasakan sensasi terbang di atas awan ternyata sangat menyenangkan. Nayya bisa merasakan keindahan cahaya rembulan malam separuh yang redup temaram memberi kesan gemerlap di bagian bumi yang terkena sinarnya. Setelah terbang beberapa saat lamanya, Nayya melihat area hutan yang pepohonannya tidak banyak. Hanya rerumputan tinggi yang ada di sana. Sekilas tempat itu tampak seperti lahan kosong yang luas. “Kamu duduk di sini saja, aku akan turun ke bawah mencari mereka,” ucap putri Adora. Ia pun beranjak dari tempatnya tapi Nayya menahan ya tangannya. “Hati-hati, ya,” ucap Nayya dengan tatapan cemas. Putri Adora tersenyum. “Hmm…” Nayya hanya bisa melihat bayangan putri Adora sekilas sebelum menghilang di balik gelapnya malam. Meskipun cahaya bulan separuh masih menyentuh area hutan tapi pohon tempat ia berada cukup tinggi sehingga ia tidak bisa melihat apa pun dengan jelas di bawah sana. Gemuruh di dadanya semakin terdengar, ia takut ditinggal sendiri di atas pohon tinggi. Ini adalah pengalaman pertamanya. Meskipun putri Adora sudah berkali-kali menyakinkannya, tapi tetap saja ia masih takut. “Asyaq…” bisiknya. Tapi tidak ada satu pun yang membalasnya. Bukannya Asyaq sedang berada di sekitarnya sekarang ini? tapi kenapa ia tidak menjawab panggilannya? “Asyaq kau di mana…?! Nayya mulai sedikit meninggikan suaranya tapi Asyaq juga tidak kunjung membalas panggilannya. “Kenapa Asyaq tidak membalas panggilanku? Bukankah dia tadi bilang kalau akan terus berada di dekatnya? Nayya mulai gelisah di tempatnya. Ia sama sekali tidak berani menatap ke arah bawah, pohon tempatnya berada sangat tinggi dan mengerikan. “Aoummmm….!” Sayup-sayup terdengar suara auman singa . Nayya tersentak. Tubuhnya menggigil ketakutan. Ia benar-benar merasa sendirian sekarang dan tidak ada yang bisa menolongnya. Ke mana putri Adora? Apakah ia masih sedang berusaha mencari mangsanya? bukankan dia bilang kalau ia akan memperlihatkan kehebatannya kepadanya, tapi kenapa sampai sekarang ia belum muncul juga? “Hiks…hiks.. aku takut…” lirihnya sambil terisak. “Riftan… tolong aku…” Sementara itu, Asyaq terus mengamati sekitarnya, ia melihat Nayya sedang berbincang dengan putri Adora di tepi sungai dalam hutan sambil bercengkerama. Mereka tampak begitu akrab, ia pun duduk di tempanya sambil terus mengawasi pergerakan putri Adora. Tapi setelah beberapa jam, mereka masih di sana dan tidak beranjak dari tempat mereka. Kening Asyaq mengernyit saat ia melihat kabut putih yang tiba-tiba muncul. Lama kelamaan kabut itu menutupi keduanya sehingga Asyaq hanya bisa melihat bayangan samar mereka. Ia kemudian menghampiri untuk memperjelas penglihatannya, tapi alangkah terkejutnya Asyaq saat menyadari jika ternyata yang ia lihat dati tadi hanyalah sebuah ilusi dari sihir mata. Belum hilang keterkejutannya , ia mendapatkan telepati dari Riftan. “Apa Nayya baik-baik saja? Aku mendengar ia terisak,” ucap Riftan dari telepatinya. Asyaq semakin terkejut. “Tuan, aku terkena sihir mata, dan kehilangan nona Nayya,” ucapnya dengan suara bergetar. “Apa?! kemana putri Adora?!” “Putri Adora juga lenyap bersama nona Nayya,” jawabnya. “Cepat hubungi Asoka dan cari mereka,” perintah Riftan. Asyaq pun bergegas mengirim telepati kepada Asoka dan melompat meninggalkan tempat itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD