m***m

1184 Words
Riftan masih menatap Nayya dengan tatapan bingung. Apa ada pendarahan selama itu? “Dua minggu? Itu berarti kau akan mengalaminya selama itu dan aku tidak bisa menyentuhmu selama itu juga?!” ucap Riftan masih dengan tatapan mata tidak percaya. “Iya, begitulah. Memangnya kenapa?” tanya Nayya, sambil meraih sesuatu dari dalam laci dan memasangnya di celana dalamnya dan Riftan menyaksikan semua itu. “Eh, apa yang kau lakukan? Apa itu?” Riftan menghalangi Nayya saat akan memakai apa yang di pasang di celananya tadi. “Ih, ada apa? kenapa kau menghalangi aku pakai celana? Makanya aku bilang keluar sana dan jangan liat aku berpakaian..!!” Nayya mendorong tubuh Riftan sampai keluar dari ruang ganti. “Hah, dasar vampire m***m. Gak tahu ya kalau aku lagi malu sekali. Mana dia terang-terangan begitu melihatku, menyebalkan!” Nayya menggerutu sambil memakai pakaiannya. Tok..tok..! “Nayya, aku belum selesai bicara…!” seru Riftan dari luar. Pintu ruangan terbuka dan Nayya keluar dengan wajah yang cemberut. “Kau tidak apa-apa? kau tidak sakit perut kan?” tanya Riftan sambil memegangi perut Nayya. “Aku tidak apa-apa, udah agak mendingan.” Riftan menatap Nayya lalu menghampirinya. Lalu menciumnya dengan penuh kelembutan. “Apa yang kau lakukan?” tanya Nayya bingung. “Aku sedang menciummu, apa lagi?” “Iya, tapi kenapa tiba-tiba? hmmpp…!” Riftan kembali menciumnya dan kali ini ia menghembuskan nafasnya ke dalam mulut Nayya beberapa lama sebelum melepasnya. Seketika rasa nyeri di perut Nayya menghilang. Ia tidak merasakan sakit lagi. Riftan tersenyum sambil mengelus lembut pipi Nayya. Nayya menatapnya tanpa kedip, ia memegangi perutnya yang sudah tidak sakit lagi. “Bagaimana kau bisa melakukan ini? perutku sudah tidak sakit lagi!” ucap Nayya dengan girang. “Aku hanya menciummu? Benar perutmi sudah tidak sakit lagi?” “Iya? Nayya mengangguk antusias. “Syukurlah,” ucap Riftan sambil mengelus lembut kepala Nayya lalu mengajaknya duduk di sofa. “Jadi jelaskan padaku, kenapa manusia mengalami pendarahan selama itu? kalau lama begitu mereka akan kehabisan darah,” ucap Riftan. “Sudah aku bilang itu bukan perdarahan, tapi darah haid yang keluar setiap bulan di tanggal tertentu. Dan itu normal, kami tidak akan mengalami kehabisan darah hanya karena itu,” ucap Nayya. “Terus, apa benar kau pendarahan maksudku haid selama dua minggu?” tanya Riftan dengan wajah sedihnya. “Hmm, masa haid setiap perempuan berbeda-beda. Kalau aku paling lama seminggu saja. Memangnya kenapa kau muram begitu?” tanya Nayya. Riftan tidak menjawab, ia hanya menghela nafas dalam. Nayya menghampirinya. “Kau kenapa?” “Tidak apa-apa.” Riftan menggeleng. “Tapi kenapa mukamu jadi murung begini?” tanya Nayya sambil membingkai wajah tampan Riftan. Riftan menatap Nayya dengan wajah memelas. “Aku akan menderita jika menahannya selama itu?” ucap Riftan. “Menahan apa? dan kenapa harus menderita segala?” tanya Nayya masih tidak mengerti. “Kau tidak mengerti juga rupanya, ya sudahlah…” ucap Riftan. “Eh, katakan padaku dulu. Kenapa kau harus menderita kalau aku mengalami haid?” tanya Nayya dengan polosnya. Riftan menatapnya dengan tajam. “Karena aku harus menahan hasratku selama seminggu. Aku akan menderita karena itu, kau sudah paham?” ucap Riftan. Kali ini giliran Nayya yang terdiam, jadi dari tadi yang Riftan maksudkan adalah itu. Astaga, vampire ini benar-benar... Wajah Nayya langsung memerah. “Kenapa kau tiba-tiba diam begitu?” tanya Riftan. “Apa kau sama sekali tidak ada malu-malunya sedikit pun? kau bahkan dengan gamblangnya mengatakan kalau akan menderita hanya karena tidak bisa menyentuhku selama seminggu. Apa kau berencana melakukannya itu setiap hari kalau aku tidak haid lagi?” tanya Nayya mulai curiga. “Iya, bukankah itu sudah jelas?” ucap Riftan dengan enteng. “Tapi bukankah sebelumnya kau bilang hanya akan memberiku tanda?” “Awalnya memang memberi tanda, seterusnya ya memberiku kenikmatan.” Riftan menjawab seenaknya dengan seringainya yang nakal. “Kau memang vampire yang tidak punya rasa malu sedikitpun. Kau tau tidak kalau ucapanmu itu sudah termasuk m***m,” ucap Nayya. “Tidak apa-apa kalau mesumnya denganmu saja, kan? atau kau mau aku juga berbicara seperti itu kepada perempuan lain?” pancing Riftan. “Aw…sakit…!” Riftan meringis. “Awas saja kalau kalau kau begitu dengan putri mahkota itu,” ucap Nayya dengan wajahnya yang masam. “Aku sama sekali tidak berani, nyonya Riftan,” ucap Riftan dengan wajah yang di buat ketakutan. Nayya tertegun mendengar ucapan Riftan. “Nyonya Riftan?” Nayya mengulangi sambil menatap Riftan tanpa kedip. “Iya, kau sekarang telah menjadi seorang nyonya Riftan,” ucap Riftan sambil sambil menyentuh pipi Nayya yang sudah memerah. Nayya langsung memeluk Riftan. “Apa sekarang kau melamarku?” tanya Nayya. “Melamar? Bukannya itu sudah tidak penting lagi? kau dan aku sudah menyatu dalam ikatan jiwa. Itu sangat sakral. Hanya saja kita tidak mengadakan upacara ritualnya, karena ini adalah sesuatu yang sangat intim. Yang merasakan dan menyaksikannya hanya aku dan kamu.” Riftan menjelaskan. “Tapi aku ingin nanti kita mengadakan pernikahan dengan mengundang banyak orang. Aku ingin kebahagiaanku ini disaksikan oleh banyak orang. Aku ingin di akui oleh semua orang jika kau adalah suamiku,” ucap Nayya. “Baiklah, nyonya. Itu akan terjadi jika kau berikan aku sebuah hadiah dulu sebelum aku keluar dari sini,” ucap Riftan dengan sorot mata yang misteriusnya. “Hadiah apa?” Riftan menyeringai, ia lalu berdiri dan langsung membuka celananya. Seketika kitu terlihatlah sesuatu yang membuat mata bulat Nayya melotot syok. “Riftan, apa yang akan kau lakukan? Kau tahu kan aku sedang haid, apa kau sudah gila?” Nayya bersiap kabur tapi dengan cepat Riftan menangkapnya dan membuatnya terduduk di kursi sedangkan ia berdiri di hadapannya. “Sudah aku bilang kalau aku tidak akan bisa menahan gairahku sekali kau memberikannya. Jadi bersiaplah untuk melakukan ini setiap hari selama haidmu belum berhenti,” ucap Riftan dengan sorot mata yang sudah memerah. “Tapi melakukan apa?” Nayya mulai tegang. Vampir ini sudah tidak waras. “Buka mulutmu?” perintah Riftan. “Apa?” Nayya panik. “Aku bilang buka mulutmu.” Riftan mengulangi ucapannya. Nayya menelan ludahnya, lalu membuka mulutnya dengan ragu. “Buka yang lebar Nayya,” Riftan mulai tidak sabar. Nayya menuruti ucapan Riftan. Begitu ia membuka mulutnya, Sebuah benda seketika masuk ke dalam mulut mungil itu. Mata Nayya membola, ia bingung dengan yang sedang terjadi. Riftan terdengar mengerang, lalu mulai menggerakkan tubuhnya membuat benda yang ada di mulut Nayya itu bergerak. “Pertahankan posisimu sayang, ahkk sebentar lagi…” Riftan mulai meracau sambil terus menggerakkan tubuhnya. sedangkan Nayya hanya bisa pasrah menerima perlakuan Riftan. Semakin lama gerakan Riftan semakin cepat, Nayya ingin melepas benda itu dari mulutnya tapi Riftan menahan kepalanya sehingga ia tidak bisa berbuat apa-apa sampai Nayya merasakan sesuatu yang aneh di dalam mulutnya. Riftan mendesah dan mengeram sebelum mengeluarkan benda itu dari mulut Nayya. Nayya langsung berlari masuk ke dalam kamar mandi dan mengeluarkan cairan itu dari dalam mulutnya. Mencuci mulutnya sampai bersih. Ia menatap wajahnya yang memerah di cermin. Aneh, hasratnya pun tergelitik saat Riftan melakukan itu di mulutnya, tapi ia hanya menahannya karena tidak ingin terpancing lebih jauh. “Tadi itu apa?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD