Menikmati Darahmu

1056 Words
“Pak, tidakkah Bapak sadar kalau kau tersiksa? Kenapa kau selalu menghindariku setiap kali akau akan membantumu? Bukankah kau membawaku kemari karena kau membutuhkan darahku? Tapi kenapa setiap kali kau membutuhkannya kau selalu menolak?” Riftan tidak segera menjawab, ia hanya terus menatap Nayya dengan tatapan tajamnya. Memang benar semua yang dikatakan Nayya. Ia sangat membutuhkan darah Nayya untuk pemulihan energinya yang terkuras, tapi jika ia menghisap darah gadis itu sekarang, Riftan takut ia akan kehilangan kendali dan mencelakai Nayya. Lebih baik, dirinya menunggu beberapa waktu lagi daripada harus mengorbankan gadisnya yang sangat berharga itu. Tapi gadis lugu nan polos ini tidak mengerti, ia terus saja memaksa Riftan untuk menghisap darahnya. Ia bahkan dengan keras kepala menantang vampir yang kehausan itu. “Kau dengar baik-baik, jika kau tetap nekat seperti ini kau akan menyesal. Sekarang keluar dari sini sebelum kesabaranku habis!” Riftan sedikit meninggikan suaranya agar Nayya bisa mengerti jika id benar-benat tidak ingin Nayya bersikap bodoh seperti itu. Diperlakukan seperti itu, Nayya semakin nekat. Ia ingin sekali membantu Riftan tapi pria bodoh ini tidak mau menerima bantuannya. Tidak ada cara lain. Nayya melangkah kearah meja, diraihnya pisau yang tertancap di buah apel dan dengan sekali gores, darah segar pun mengucur dari tangannya. Aroma darah seketika menyeruak ke udara, masuk ke pernapasan Riftan. Riftan tersentak, matanya seketika berubah merah dan tarinya memanjang. ‘Apa yang kau lakukan?” Riftan mengeram keras, berusaha menahan rasa haus dan gairahnya yang membuncah. Dengan cepat ia menjilat darah yang masih menetes dari tangan Nayya, Riftan benar-benar berusaha sekuat tenaga menahan diri. Setalah darah Nayya mengering, Ia membawa Nayya duduk di sofa. Riftan menghela nafas panjang, menormalkan perasaannya yang hampir gila karena ulah nekat Nayya tadi. Untungnya ia menggunakan kekuatan pengendali diri saat kejadian tadi, andai tidak, sudah dipastikan Nayya akan berada dalam bahaya. “Kau ini benar-benar gadis yang keras kepala, apa kau tidak menyayangi nyawamu. Dengarkan aku sekarang, di saat seperti ini, aku tidak bisa memintamu untuk memberikan darahmu karena kebutuhanku akan darah sangat banyak. Bahkan jika darahmu habis sekalipun, itu belum cukup. Jika kau kau melakukan ini, itu sama saja kau membunuh dirimu sendiri, kau mengerti?! Sudah aku katalan aku yang akan datang meminta jika aku menang butuh darahmu, kau tidak perlu datang kemari untuk mengorbankan diri. Aku harap kau bisa memahami apa maksudku, Nayya. Aku tidak tahu lagi apa yang harus kau lakukan padamu agara kau bisa memahami kondisiku saat ini.” Riftan terlihat putus asa, ia tidak tahu lagi dengan cara apa lagi agara Nayya mau mendengarkan ucapannya. “Tapi aku hanya ingin membantumu, aku tidak ingin kau terlihat lemah saat semuanya membutuhkanmu. Situasi di luar sangat genting tapi kau masih berada di dalam kamarmu menunggu pemulihan. Jika seandainya musuh menyerang semua prajuritmu dan berhasil mengalahkan mereka, apa yang akan terjadi. Jika musuhmu berhasil memasuki kastil ini dan menyerangmu sedangkan kau masih lemah seperti ini, apa yang akan terjadi?” Nayya menatap Riftan dengan penuh damba, ia tidak ingin melihat pria yang sangat ia cintai ini hanya terbaring lemas tak berdaya sementara ia bisa membantunya. Ia menyentuh wajah Riftan, mengusap bibir merah pria tampan itu. “JIka memang aku mati setelah kau menghisap darahku, setidaknya aku sudah melakukan tugasku dengan biak. Aku tidak akan menyesal. Aku rela melakukan semuanya untukmu, aku ingin kau menjadi vampir terkuat dan mengalahkan semua musuh yang akan menghancurkan kota ini. Lagipula, bukankah kau memiliki ilmu pengedali diri, kenapa kau tidak memakai itu saat meminum darahku. Atau aku yang akan mengingatkanku saat aku mulai tidak kuat. Aku juga bukan gadis bodoh yan ingin mati sia-sia dibunuh oleh seorang vampir rakus. Aku akan memukul kepalamu dengan keras kalau kau mencoba untuk membunuhku. Jadi, Pak Dosen, hisaplah darahku dan pulihkan tenagamu. “ Mata Nayya yang berbinar penuh harap membuat Riftan tenggelam. Ia pun perlahan mendekatkan mulutnya ke leher Nayya dan mulai menggigit gadis itu dan menghisap darahnya. Bagian seluruh kekuatan di dunia ini seakan masuk ke dalam tubuh Riftan. pria itu memegang tubuh Nayya dan membawanya ke atas ranjang sambil terus mengisap darahnya. Gairah Nayya seketika bangkit. Ia juga tidak mengerti kenapa setiap kali Riftan menghisap darahnya ia tidak pernah merasakan sakit sama sekali. ia malah merasakan gairahnya yang tergelitik setiap kali Riftan menghisap darahnya. Akh…” desahan Nayya terdengar, ia semaki mengangkat wajahnya memberi seluruh akses untuk Riftan melakukan apa yang ia mau tapi, Riftan hanya melakukan satu hal, yaitu menghisap darah. Saat Nayya merasa kepalanya sudah pusing, ia memukul-muluk bahu Riftan agar berhenti tapi Riftan sepertinya belum sadar. Nayya kemudian meronta dan mendorong tubuh Riftan agar berhenti menggigitnya tapi Riftan malah semakin mengisap darahnya. “Berhenti…!!” akhirnya Nayya berteriak keras membuat Riftan tersentak dan serta-serta menjauhkan wajahnya dari leher Nayya. “Ah maafkan aku,” ucap Riftan sambil membersihkan mulutnya dengan tangan dari darah yang masih menempel. “Kau hampir saja membunuhku..” ucap Nayya dengan lemah. “Iya, maafkan aku. Sudah aku katakan aku tidak bisa mengendalikan diri saat meminum darahmu,” ucap Riftan sambil memberikan segelas air kepada Nayya. Nayya menatap Riftan sambil tersenyum. “Tapi aku sama sekali tidak keberatan, aku ingin melihatmu tetap kuat tak terkalahkan. Sekarang cium aku…” ucap Nayya sambil berusaha menggapai wajah Riftan. Riftan pun menunduk dan mendaratkan bibirnya dengan lembut, mereka pun saling membagi kehangatan dengan ciuman. Nayya menikmati gerakan bibir Riftan di mulutnya. Mengisap dengan lembut. Mengulumnya dengan sedikit kasar. Mata Riftan kembali berubah merah, hanya saja taringnya tidak keluar. Ia lalu mendaratkan bibirnya di leher Nayya dan memberikan tanda merah di sana. Nayya semakin b*******h, ia memeluk leher Riftan dengan erat membiarkan pria itu menciumi lehernya. “Riftan,…” Nayya mendesah dan meraba tubuh Riftan. Membuka kancing bajunya satu persatu. Riftan membiarkan Nayya melakukan itu, ia juga tidak mencegah saat Nayya bangkit dan mencium d**a dan tubuh bagian atasnya. “Riftan…” Nayya kembali menyebut namanya. Tangan Nayya semakin tidak terkendali, ia sudah berani menyentuh bagian terlarang Riftan. Saat itulah riftan mengentikan semuanya. “Sudah cukup,” ucapnya . Riftan buka tidak tahu jika Nayya ingin dia melakukan itu padanya. Ia pun merasakan hal yang sama, tapi ia harus menjaga tubuh Nayya agar tetap suci agar darah Nayya tidak ternoda. Wajah Nayya terlihat sangat kecewa. “Sampai kapan kau akan menahannya, pak Dosen?” tanya Nayya “Selamanya, Nayya. Selamanya …” ucap Riftan lalu beranjak dari kasur dan masuk ke kamar mandi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD