Pengakuan

1284 Words
Nayya berjalan gontai kembali ke kelasnya, di tengah jalan ia berpapasan dengan kedua sahabatnya. “Loh Nayya, kau dari mana?” tanya Reno, karena khawatir, ia refleks memegang tangan Nayya. “Deg!” Riftan merasakan hawa panas tiba-tiba muncul dari tubuhnya, ini membuatnya gelisah dan tidak nyaman. ‘Apa yang telah gadis perbuat kali ini?’ gumannya sambil memegangi dadanya yang terasa panas. Sementara itu Nayya hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Aku tadi habis dari toilet, kalian kenapa sih sampai menyusul begini?” jawab nayya beralasan, ia tidak ingin kedua sahabatnya itu kalau ia sudah bertemu dengan Riftan. “Ini dia nih pelakunya. Dia khawatir sekali, sampai mengira kau akan terkena masalah kalau tidak bersamaku. Padahal aku suruh menunggu di kelas saja.” seloroh Sonia sambil menunjuk Reno. “Kan aku khawatir sama kamu Nayya, Siapa suruh tidak bilang mau ke toilet tadi, jadinya kita mikirnya yang tidak-tidak,” ucap Reno. “Ya sudah, yuk kita ke kantin. Laper.” Ucap Nayya. “Ayo,” sahut Sonia lalu berjalan di depan. Reno dan Nayya berjalan di belakangnya sambil bergandengan tangan. Reno terlihat sangat bahagia bisa menjadi lebih dekat dengan Nayya, sedangkan Nayya hanya terdiam sambil membiarkan tangannya di pegang Reno. Begitu tiba di kantin, Mereka bertiga memesan makanan. Reno terlihat tidak ingin jauh-jauh dengan Nayya, ia duduk tepat di dekat Nayya. Sedangkan Sonia di biarkan duduk di hadapan mereka. hal ini membuat Sonia hanya mendengus kesal dengan sikap Reno. “Hei Reno! Kamu pindah sana. Aku mau duduk di dekat Nayya,” ucap Sonia. “Kenapa aku harus pindah dari sini, di sinilah tempatku yang sebenarnya. Di samping Nayya. Kamu jangan menghalangi kedekatan kami berdua, dong,” sanggah Reno. “Memangnya kau sudah jadian dengan Nayya?” tanya Soni. “Belum soh, tapi aku yakin, Nayya tidak akan menolakku.” Ucap Reno dengan yakin, ia kembali menggenggam tangan Nayya sambil tersenyum manis ke arah Nayya. Sedangkan gadis itu hanya tersenyum kecil. “Kau jangan terlalu yakin dulu, kalau Nayya menolak pasti hatimu akan patah. Aku tidak mau ya, melihatmu menangis.” Ejek Sonia sambil mulai menikmati makanannya. “sudah dong, kalian jangan bertengkar terus. Nanti bisa saling sayang, loh,” ucap Nayya membuat keduanya mem,bulatkan mata. “ih, enggak bakal aku sayang sama dia, aku kan sayangnya sama kamu, Nayya.” Ucap Reno dengan cepat. “Siapa juga yang suka sama kau, Nayya pun pasti juga nolak cintamu, kok. liat saja.” balas Sonia tidak mau kalah. “Itu tidak benar, Nayya pasti akan menerima cintaku. Aku sangat yakin.’” Ucap Reno dengan tegas. “Pede…!” cibir Sonia. alih-alih berhenti saling mengejek, mereka malah semakin rebut. Nayya yang ingin menikmati makanan yang ada di hadapannya itu hanya menggeleng. "Kalau kalian bertengkar terus seperti ini, kita kapan makannya, aku sudah lapar sekali.” Protes Nayya mulai kesal. Keduanya pun terdiam, saling pandang sekilas lalu mulai menyantap makanan mereka. Beberapa hari berlalu, Nayya seperti biasa menjalani aktifitasnya yaitu kuliah dan menulis. Semenjak hari itu, dia tidak pernah bertemu Riftan lagi. pria itu juga tidak pernah muncul lagi ke kampus. Hati ini tepat seminggu, ia tidak bertemu Riftan, tapi sedikitpun ia tidak pernah mengingat ataupun memikirkannya. Waktunya cukup terkuras dengan kesibukan kesehariannya. Reno yang tidak pernah jauh darinya dan tidak pernah berhenti memberikan perhatian kepadanya membuat Nayya melupakan Riftan. Seperti sore ini, setelah menuntaskan tugas menulisnya, ia dan eno berencana bertemu. Akhir pekan di sore hari yangh cerah adalah waktu yang tepat untuk menghabiskan waktu berdua. Meskipun Nayya belum memberikan jawaban pasti, tapi sikap Nayya yang tidak menolak atau jika Reno menunjukkan perhatiannya, membuat pemuda itu semakin yakin jika Nayya juga sudah menaruh hati padanya dan sebentar lagi gadis idamannya ini akan menjadi miliknya. “Ma, Nayya keluar dulu, ya. dah…” pamit Nayya. “Sayang, tunggu..!” seru Nura berjalan terburu-buru dari dalam dapur. Mendengar teriakan ibunya, Nayya menghentikan langkah. “Kenapa, Ma?” tanyanya sedikit bingung. “Kau mau keluar kemana sayang?” tanya sang ibu. “Mau jalan baren Reno, tapi dia mengajakku keluar.” Jawab Nayya. “Oh, apa kau tidak bisa menundanya lain waktu? Tuan Riftan berkunjung hari ini dan dia menanyakanmu.” Ucap sang ibu. "Kalau dia mau berkunjung ya sudah, kan ada Mama di rumah. Tolong bilang saja sama tuan Riftan itu kalau aku ada kesibukan di luar. Nayya pergi dulu ya, Ma. Reno sudah ada di luar.” Ucap Nayya sambil mencium tangan sang Ibu. Nura akhirnya hanay bisa menatap putrinya melangkah pergi, dalam hati dia cemas karena Riftan sudah berpesan untuk tidak membiarkan Nayya kemana-mana hari ini karena ia akan datang. “Vampir itu pasti akan marah,” gumannya kembali masuk. Nayya melangkah keluar pekarangan, ia melihat Reno tersenyum manis berdiri sambil sandaran di mobilnya menunggu dirinya . “Hai…” sapanya sambil tersenyum. melihat Reno menatapnya dalam, jantung Nayya berdebar-debar. “Yuk masuk..” sambut Reno sambil membuka pintu mobil untuknya. Nayya mengangguk lalu masuk ke dalam mobil. begitu di dalam, Reno langsung mendekatkan tubuhnya ke arah Nayya. “A..apa yang kau laku…” ucapan Nayya terhenti saat dengan penuh perhatian, Reno memasang sabuk pengaman untuk Nayya. “Terima kasih, padahal kan aku bisa melakukanya sendiri.” ucap Nayya tersipu. Reno tersenyum, “Tidak apa-apa, aku senang melakukannya untukmu, Nayya.” Ucap Reno dengan lembut. Reno tersenyum sambil terus menatapnya membuatnya Nayya semakin malu-malu. “Berhenti menatapku seperti itu, Reno.” Nayya mendorong tubuh Reno, pemuda itu hanya tertawa. “Aku suka melihatmu tersipu seperti ini, Nayya.” Reno masih menatapnya. “Reno, ayo sekarang kita jalan. Kalau kau mau diam di sini lebih baik aku turun lagi,” ucap Nayya. “OKe, baik tuan putri. Kita kan segera melaju. Bersiaplah…!” seru Reno penuh semangat, sesaat kemudian, mobil mewah itu pun melaju bersama kendaraan lain yang memenuhi jalan. “Memangnya kita mau ke mana? Sonia gak di ajak? Pasti lebih seru.” tanya Nayya yang tiba-tiba teringat Sonia. “Aku hanya ingin berdua dulu denganmu hari ini,” ucap Reno sambil terus fokus menyetir. “oh, jadi kita mau ke mana?” tanya Nayya lagi. “Menurutmu tempat yang bagus sore begini, di mana?” Reno balik bertanya. “Hmm, di mana ya?” Nayya berpikir sejenak. “Oh, gimana kalau ke pantai saja.” imbuhnya memberi ide. “Ide bagus, kalau begitu kita ke pantai sekarang.” Ucap Reno antusias. Pantai indan dengan pasir putih yang membentang di depan mata, Reno menghentikan mobilnya dan mengajak Nayya turun. Nayya terlihat sangat senang menginjakkan kakinya di pasir putih dengan riak ombak yang penuh dengan buih berwarna putih yang berkumpul dan hilang seketika di garis pantai. Reno tersenyum memandangi Nayya yang berlarian dengan riang. Rambutnya yang terurai sepinggang, membuatnya semakin indah bagai lukisan. Hati Reno semakin mantap akan mengulang pernyataan cintanya, setelah selama ini Nayya tidak pernah menunjukkan penolakan kepadanya. Ia sangat yakin jika cintanya akan di terima. “Nayya tunggu…!” teriaknya saat sambil berlari kearah Nayya yang sedang asyik sendiri bermain di pantai. Saat melihat Reno berlari mendekatinya, Nayya langsung berlari menjauh. Reno semakin mempercepat larinya, mereka pun saling berkejaran. Sampai pada akhirnya Reno bisa meraih tangan Nayya dan menghentikan larinya. Nayya tentu saja meronta, tapi Reno dengan cepat menangkap tubuh Nayya dan membawanya berguling di atas pasir. Sementara itu, Riftan tampak berdiri kaku sambil menatap tajam ke arah Nura yang tertunduk. "Jadi kau tidak bisa menahan putrimu untuk tetap tinggal di dalam rumah? padahal kau sudah berjanji padaku, Nura.” Suara Riftan terdengar biasa saja tapi justru membuat Nura ketakutan. “Maafkan aku Tuan Riftan, anak itu benar-benar tidak mendengarkanku hari ini.” Nura masih berusaha memberi pembelaan. “Kalau begitu jangan salahkan aku kalau Nayya aku bawa bersamaku.” Ucap Riftan dengan suara dingin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD