Mimpi Buruk

1092 Words
Gonzales menyerigai dan kembali meraup bibir merah sang wanita. Mereka kembali berbagi ciuman panas sangat lama hingga akhirnya Gonzales menghentikannya. “Aku harus bersiap malam ini,” ucapnya sambil bergegas masuk ke kamar mandi, wanita itu hanya tersenyum sambil menjilat dan membersihkan bibirnya yang penuh dengan darah. *** Sonia terlihat mencari keberadaan seseorang, suasana kampus sudah lengang. Sebagian basar mahasiswa sudah pulang ke rumah masing-masing. Hanya tampak satu-dua orang yang masih tinggal termasuk dirinya. Perlahan ia duduk di sebuah kursi sambil menatap poselnya, ia tampak menunggu seseorang. Beberapa kali dia mengedarkan pandangan ke seluah arah sembari sesekali menatap ponselnya. Setelah beberapa lama, ia melihat Reno berjalan sambil tersenyum ke arahnya. Sonia bangakit, ia terlihat tegang sambil melihat ke sana-kemari. “Kenapa, tegang begitu? santai saja. Aku pastikan Nayya tidak akan mengetahui kalau kita bertemu sembunyi-sembunyi di sini,” ucap Riftan. “Tapi tetap saja aku merasa tidak nyaman bertemu denganmu di tempat ini,” ucap Sonia masih terlihat tidak tenang. “Kalau begitu, lain kali kita akan bertemu di tempat lain,” ucap Reno memberi ide. Sonia hanya terdiam. “Oh ya, kau bawa mobil?” tanya Reno. “Iya, kenapa?” “Bagus, kita naik mobilmu saja. Mobilku aku simpan di sini saja suapay tidak ketahuan kalau kau belum pulang,” ujar Riftan. “Terus, kau bagiamana?” “Tidak usah memikirkan aku, kita bicara di mobil sajam,” Reno meraih tangan Sonia lalu membawanya menuju parkiran. Sonia tidak menolak, ia hanya menatap tangannya yang di genggam Reno sambil terus melangkah mengikuti pemuda itu. Sementara Reno hanya tersenyum sinis sambil terus menggenggam erat tangan gadis itu. Sesampainya di mobil, mereka pun melaju meninggalkan area kampus. “Reno…” panggil Sonia. “Iya?” sahut pemuda itu sambil terus fokus menyetir. “Kenapa kau terlihat sangat berubah, aku dan Nayya bahkan sampai mengira itu bukan dirimu. Terutama Nayya, dia sangat tidak menyukai perubahanmu,” ucap Sonia. “Tapi mesekipun begitu kau masih mempercayaiku, kan? Kau masih yakin jika aku Reno yang dulu?” “Iya…” ucap Sonia mengakui. Tangan Reno bergerak menyentuh Jemari Sonia dan mengelusnya dengan lembut. Wajah Sonia memerah menerima perlakuan itu. “Terima kasih Sonia karena kau masih memiliki keyakinan seperti itu, aku tidak tahu lagi akan kemana jika kau juga tidak mempercayaiku lagi. Aku memang punya beberapa teman aktivis, tapi untuk seseorang yang bisa di ajak berbagi cerita itu hanya kau dan Nayya. Sayangnya Nayya sudah tidak mempercayaiku lagi hanya karena perubahan yang ada pada diriku. Aku sama sekali tidak mengerti kenapa Nayya bisa membenciku? Apa yang pernah aku lakukan kepadanya? Sonia, apakah aku pernah menyakitinya atau membuatnya malu, tidak kan? Tolong jawab aku?” Reno terlihat sangat sedih, sambil menyetir ia terus saja menggenggam tangan Sonia membuat hati gadis itu luluh dan merasa kasihan. “Aku tidak pernah melihatmu melakukan hal di luar batas. Yah, mungkin karena cara bersikap mu saja yang membuatnya syok . Tapi menurutku itu hal yang tidak perlu di besar-besarkan,” ucap Sonia menenangkan Reno. “Benarkah? Oh aku sangt lega. Entahlah, mengingat Nayya, aku menjadi sangat sedih. Tapi untungkah ada kau yang bisa menerimaku, sekali lagi terima kasih, ya,” ucap Reno. Sonia mengangguk dan tersemyum. Semetara itu, Nayya tampak sibuk dengan poselnya. Beberpa kali ia tampak menghubungi seseorang tapi tidak menadapatkan jawaban. “Duh, di mana Sonia? kenapa tidak di angkat, sih? Aku kan mau menanyakan masalah tugas tadi,” gerutunya kesal. Ia menghela nafas panjang lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk. Nayya memejamkan mata tapi sejurus kemudian ia kembali membuka mata dan bangkit dari rebahanya. “Hmm, Pak Dosen sedang apa, ya? sudah beberapa hari ini dia tidak terlihat. Padahal aku ingin sekali melihat wajhnaya yang semaskin tampan itu. kenapa sih dia begitu tampan, aku jadi ingin mencium pipinya terus. Meskipun dia penghisap darah dan bukan manusia sepertiku, dia melebihi klesempurnaan manusia biasa. Belum ada yang bisa menadingi ketampanan Vampirku ini meskipun di sandingkah dengan semua aktor tampan di duania ini. Hmm..kenapa aku memikirkannya sampai seperti ini sih, aku jadi malah tambah merindukannya kalau begini,” celotehnya sambil tersenyum-senyum sendiri. Ia lalu bangkit dari ranjang dan melangkah keluar kamar. Ia menatap sekeliling dan berjalan ke arah kamar Riftan. Akan tetapi sekelabat bayangan hitam tiba-tiba terlintas. Nayya menatap sekeliling tapi tidak ada seseorang pun terlihat. Ia jadi teringat pesan Riftan, bagaimana kalau sosok itu adalah sosok vampir yang berencana ingin memiliki darahku? Ternyata darah Nayya adalah darah istimewa untuk para vampir. Semua vampir bahkan menginginkan darahnya. Jika bukan karena Riftan adalah pemimpin mereka yang sangat mereka takuti dan segani, Nayya pasti akan menjadi rebutan empuk para makhluk penghisap darah itu. Untuk itulah, Riftan sangat mewanti-wanti Nayya agar tetap berada di kamarnya saja. Akan tetapi, lihatlah sekarang, Nayya bahkan tidak pernah bisa mendengarkan ucapan Riftan, ia kini hanya bisa berdiri ketakutan melihat seseorang menghampirinya. “K..kau siapa?” ucapnya gemetaran. Sosok itu hanya menyeringai dengan taring yang sudah memanjang keluar. Nayya bisa melihat warna merah di matanya. “Kau tidak takut mengancam ku seperti ini? ji..jika Riftan tahu, kau akan di bakar hidup-hidup.” Nayya mencoba mengancam sosok itu tapi bukannya gentar, ia malah semakin mendekati Nayya. “Aku sudah sangat lama mengincar darah suci ini, aku bahkan rela di bakar hidup-hidup demi merasakan kenikmatan darahmu itu. Beri aku seteguk saja, aku tidak akan meminta lebih dari itu,” ucap sosok menakutkan itu sambil terus mendekati Nayya. Tentu saja Nayya tidak tinggal diam, ia berlari sekencang-kencangnya menjauhi vampire itu. Tapi dengan mudah makhluk itu mengikutinya. Nayya terus berlari tanpa henti dan anehnya vampir itu terlihat membiarkannya lari meskipun ia bisa dengan mudah menagkap Nayya. Sampai akhirnya Nayya kehabisan tenaga. Tolong jangan gigit aku, aku tidak mau di gigit oleh siapa pun kecuali Riftan. Tidak.. jangan dekati aku.. pergi..! Riftan tolong aku. Aku berjanji tidak akan pernah meninggalkan kamarku lagi, aku mohon, aku tidak mau disentuh oleh siapa pun. Tidak..!!” Nayya terus berteriak meminta tolong tapi tidak ada siapa pun yang datang menolongnya. Bahkan vampir itu sudah memegang tangannya dan bersiap untuk menancapkan taringnya di leher Nayya. “Jangan dekati aku.. Riftan..Riftan…” “Nayya… Nayya…” Di sela-sela ketakutannya, Nayya sayup-sayup mendengar seseorang memanggilnya , tapi ia tidak bisa melihat orang itu. “Riftan..Riftan…” Ia terus berteriak . “Nayya sadarlah…” Nayya membuka mata dan melihat Riftan ada di hadapannya dengan wajah penuh kecemasan. Nayya terhenyak beberapa saat sebelum menyadari jika ia tadi bermimipi dan Riftan yang ada di hadapannya ini adalah nyata. “Riftan… aku sangat takut…aku takut…!” Nayya langsung memeluk erat Riftan dan menangis ketakutan. tubuhnya masih gemetar membayangkan sosok mengerikan itu ingin menggigitnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD