Mimpi Buruk Nayya

1101 Words
Riftan terlihat sedang duduk di kursi menatap ke arah raja Addan yang juga duduk di atas singgasananya. “Jadi kedatanganmu untuk meminta pasukan kerajaan?” ucap sang raja sambil menatap Riftan lekat. “Benar, Yang Mulia,” ucap Riftan singkat. Raja menghela nafas panjang. “Berapa banyak yang kau butuhkan?” tanya sang raja. Riftan menelan liurnya dengan gugup. “Sekitar 200 orang, yang Mulia.” “Kau akan mengambil semua pasukan di istana ini kalau begitu,” ucap Raja. “Apa? kenapa bisa seperti itu? bukankah prajurit penjaga di istana ini hampir mencapai seribu orang?” Riftan terkejut. “Kerajaan telah mengirim lima ratus pasukan ke kerajaan Kilian, dan sampai sekarang pasukan kami belum kembali dari peperangan. Dan selebihnya menyebar ke berbagai wilayah kerajaan untuk pengawasan. Hanya tersisa dua ratus orang prajurit saja, itu sudah termasuk para pengawal yang menjaga istana. Aku hanya bisa meminjamkan prajurit untukmu sebanyak lima puluh orang,” ucap raja Addan. Riftan menghela nafas panjang, ia tidak menyangka akan seperti ini jadinya. Pasukan yang sangat ia butuhkan adalah sebanyak seratus orang, itu sudah cukup untuk menghadapi pasukan Gonzales nanti. Tapi sekarang, ia hanya bisa memiliki lima puluh orang? “Baiklah, yang Mulia. Berapa pun itu, saya akan tetapi menerimanya dan juga berterima kasih atas bantuan yang Mulia,” ucap Riftan. “Tidak perlu berterima kasih, cukup bahagiakan putri mahkota di kastilmu,” ucap raja. ‘”Baik, Yang Mulia, kalau begitu saya pamit udur diri,” ucap Riftan lalu beranjak dari duduknya dan keluar dari ruangan itu. Riftan berapa kali menghela nafas , lima puluh pasukan itu tidak akan cukup untuk melawan pasukan Gonzales. Apalagi mereka terus mencari pasukan di wilayah yang jauh dari pengawasan, sehingga sangat sulit untuk mendeteksi keberadaan mereka dan berapa banyak korban yang mereka kumpulkan untuk dijadikan sebagai pengikut mereka. “Hah…” Riftan kembali menghela nafas panjang. “Apakah kau sudah mendapatkan pasukan yang di janjikan raja?’ telepati Asoka terdengar saat Riftan terbang menuju kastil. ‘Dapat, tapi tidak sesuai yang kita harapkan,’ jawabnya. ‘Apa maksudmu?’ ‘Kita hanya dipinjamkan lima puluh pasukan saja.’ ‘Apa? apa kau tidak membujuknya atau sedikit mengancam menggunakan nama putri Adora?’ “Apa kau sudah gila, mana mungkin aku melakukan hal itu?!” Riftan tanpa sadar berteriak. Dasar menyebalkan, awas saja kalau dia ada di depanku,” pikirnya dengan emosi. ‘Kenapa? kau takut memakai putri Adora sebagai ancaman untuknya? Raja sombong seperti dia harus di beri sedikit pelajaran,” Asoka tidak berhenti berceloteh, membuat Riftan bertambah frustrasi. Dia lalu memutus telepati mereka. “Hah… semuanya membuat pusing, kalau seperti ini aku jadi merindukan darahku,” gumannya sambil menjilat bibirnya yang kering. Ia pun masuk ke kastil dan melompat ke arah jendela kamar Nayya lalu masuk ke dalamnya. Riftan melihat Nayya lagi-lagi tertidur di kursinya. Laptopnya masih menyala. Ia kemudian menggendongnya ke ranjang dan membaringkan dengan lembut. Ia memberikan tubuhnya di sisi Nayya sambil mengelus hidung kecil gadis itu. “Kau tampak tidak berdaya seperti ini kalau tertidur, jika saja aku sidah bisa memberimu tanda. Aku tidak akan sekhawatir ini,” gumannya. “Hmm…” Nayya berguman. Merasa ada sesuatu yang mengganggu tidurnya. “Kau lucu sekali gadis nakal.” Riftan terlihat senang sekali mengganggu Nayya jika sedang tidur. Dan ia tidak berhenti sebelum Nayya membuka matanya. Tapi kali ini Nayya tidak terbangun dengan mudah, ia hanya mengernyitkan keningnya dan terlihat ketakutan. “Nayya…” Riftan mulai cemas, ia memanggil nama Nayya tapi tetap saja, Nayya tidak terbangun. “Tidak… pergi…! Jangan ganggu aku! jangan hisap darahku… pergi kau… pergi…!” Tiba-tiba Nayya berteriak, meronta-ronta seakan berusaha melepaskan diri dari jeratan. Ia bermimpi buruk. Riftan semakin cemas, ia mengguncang lembut tubuh Nayya untuk menyadarkannya. “Nayya, bangunlah… Nayya…!” Riftan menepuk-nepuk wajah Nayya dengan harapan kekasihnya itu akan terbangun tapi rupanya usahanya tidak berhasil. Nayya terlihat semakin ketakutan, tubuhnya sampai berkeringat dingin, wajahnya pucat pasi. “Nayya, aku mohon, bangunlah…!” ucapnya sambil berusaha membangunkan Nayya. Tapi sama sekali tidak ada respon dari Nayya, Riftan lalau mendekatkan bibirnya ke bibir Nayya dan menghisapnya dengan kuat. Tidak membiarkan udara masuk ke dalam paru-parunya dan memberikan udara dari tubuhnya untuk gadis itu. Tidak berapa lama, Nayya membuka mata dan mendapati Riftan sudah berada di atas tubuhnya. “Kau tidak apa-apa?” ucap Riftan sambil membelai rambutnya yang basah karena keringat. “Riftan aku takut…” Nayya memeluk Riftan dengan erat. Ia menangis. Dielusnya punggung kekasihnya itu dan membelai rambut memberinya ketenangan. “Sudah , kau hanya bermimpi buruk. Aku ada di sini, tenanglah,” ucap Riftan. “Orang itu berhasil membawaku pergi dan aku di sekap di suatu tempat yang gelap. Dia datang dan langsung menghisap darahku. Aku takut sekali…” Nayya semakin mempererat pelukannya. Tubuhnya sampai gemetar. “Itu tidak akan terjadi, karena aku akan selalu berada di dekatmu. Kau mengerti kan?” ucap Riftan. “Tapi aku benar-benar takut, Riftan. Dia menyeringai ke arahku dan kau hanya bisa menatapku tanpa bisa berbuat apa-apa. Kau hanya menatapku tanpa melakukan apa-apa. Kau hanya membiarkanku.” Nayya semakin menangis. “Itu tidak mungkin, Nayya. Itu hanya mimpi yang tidak akan terjadi. Bukannya manusia selalu bermimpi? Dan apa mimpinya itu pernah menjadi kenyataan? Tidak akan? Jadi kau tidak perlu risau dan khawatir,” ucap Riftan sambil memeluknya dengan lembut. “Aku tidak tahu, yang jelas aku sangat takut,” ucap Nayya. “Ya sudah, malam ini aku akan menemanimu di sini. Tidurlah lagi,” ucap Riftan. “Kau tidak akan meninggalkanku saat aku tidur , kan?” Nayya masih ragu. “Tidak, mana mungkin aku melakukan hal itu, sekarang tidurlah. Aku akan tetap berada di sini sampai kau terbangun lagi,” ucap Riftan. “Hmm…” “…” “Tapi aku tidak bisa memejamkan mataku lagi, aku takut mimpi itu akan kembali lagi kalau aku tidur,” rengek Nayya. “Jadi kau maunya apa sekarang, hmm…?” “Aku mau kau memelukku seperti ini saja sampai kantukku datang lagi,” ucap Nayya. “Ya baiklah, apapun maumu,” jawab Riftan. “Pak Dosen.” “Iya?” “Tadi kau bilang manusia selalu bermimpi, apa vampir tidak pernah bermimpi?”tanya Nayya sambil terus memeluk erat tubuh Riftan. Ia merasa sangat nyaman, tubuh Riftan yang dingin berpadu dengan kehangatan tubuhnya membuatnya ingin terus memeluknya. “Vampir juga bermimpi saat tidur, tapi kami menyebutnya pertanda. Karena kapan pertanda itu muncul dalam tidur, apa yang terlihat dalam tidur akan benar-benar terjadi suatu saat nanti,” ucap Riftan menjelaskan. “Apa kau sudah melihat pertanda tentang hubungan kita akan seperti apa kedepannya?” tanya Nayya. “Belum,” jawab Riftan. “Pak Dosen, bagaimana kalau aku menjadi vampir juga?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD