Hampir Ketahuan

1192 Words
“Ah, kau tidak apa-apa Nona?” Asoka berjongkok menghampiri Nayya yang masih terduduk di lantai sambil memegangi kakinya yang sakit. “Ah, i..iya. Saya tidak apa-apa,” ucap Nayya sambil berusaha berdiri tapi kemudian tubuhnya kembali terhuyung. Untungnya gerakan refleks Asoka membantunya sehingga tidak terjatuh. “Te… terima kasih,” ucap Nayya dengan kikuk. Asoka melepas pegangannya dan menatap Nayya dari kaki sampai kepala. Nayya menjadi salah tingkah di perhatikan seperti itu. “Maaf Tuan, saya harus segera pergi,” ucap Nayya, ia tidak boleh ketahuan Riftan karena sudah berkeliaran di sekitar tempatnya. Mau menahan diri sampai di manapun, Nayya tidak bisa jika tidak melihat sosok Riftan dalam sehari. Ia bahkan rela di hukum oleh pria itu asalkan bisa melihat sosoknya walau sebentar saja. Maka dari itu ia kembali mengendap sembunyi-sembunyi keluar dari kamarnya hanya untuk melihat Rifat, setidaknya dari jauh saja. Tapi siapa sangka ia malah berbenturan dengan pria berambut emas yang dingin ini. “Tunggu.” Langkah Nayya terhenti, jantungnya mulai berdetak kencang, takut kalau pria berambut emas itu curiga. “Iya?” “Apakah kau gadis itu?” tanya Asoka dengan tatapan menyelidik. “Apa maksud ucapanmu, Tuan?” “Kau adalah gadis yang memiliki darah yang di butuhkan Riftan.” Asoka melangkah menghampiri Nayya dan mengamatinya seksama. Nayya hanya tertunduk diam. “Jika benar, seharusnya kau tidak boleh berkeliaran di tempat ini. Sebaliknya kembali ke kamarmu dan tunggu tugasmu saja,” ucap Asoka dengan nada memerintah. Ia cukup terkejut melihat gadis yang darahnya Riftan butuhkan ini, penampilannya sangat jauh berbeda dengan pasangan jiwa Riftan yang mati beberapa ratus tahun yang lalu. Jika Adelia memiliki wajah yang cenderung kalem dan penurut, gadis yang ada di hadapannya ini terlihat seperti pembangkang yang suka menantang. Dan Asoka tidak menyukai itu. Lihat saja, gadis ini bahkan tidak menyadari jika ia sudah melakukan pelanggaran dengan berkeliaran di sekitar kastil. Ia bisa saja menjadi santapan vampir lain jika tidak berhati-hati, untung saja, seluruh tubuhnya sudah diselimuti oleh bau Riftan, sehingga para penghisap darah lain yang ada di kastil ini tahu kalau gadis ini adalah milik tuan mereka. Akan tetapi, bau Riftan saja tidak cukup ampuh untuk melindunginya selamanya, bau itu kapan saja bisa hilang karena Riftan belum memberinya tanda kepemilikan untuk gadis ini. Untuk memberikan tanda, Riftan harus berhubungan jauh lebih intim dengan gadis ini dan itu mustahil terjadi. Darah suci perawannya tidak akan ampuh untuk tubuh Riftan lagi jika Riftan menyentuhnya. Jadi, keselamatan gadis ini memang sangat riskan. “Kenapa kau malah diam saja di situ? Ayo kembali ke kamarmu sekarang juga,” ia kembali memerintah Nayya. Ia sengaja memasang wajah dingin untuk memberi Nayya efek jera agar ia tidak seenaknya melakukan apa yang ia mau di tempat ini. “Baik, maafkan saya,” ucap Nayya sambil berjalan terpincang. “Tunggu dulu, apa kakimu kesakitan karena jatuh tadi?” Asoka bertanya dengan perasaan khawatir. “Oh saya tidak apa-apa. Sedikit sakit, tapi saya bisa berjalan, kok. Jangan khawatir,” ucap Nayya lalu melanjutkan langkahnya. Asoka hanya bisa menatap Nayya hingga ia menghilang di balik dinding. Ia pun kemudian melanjutkan langkahnya menuju kamar Riftan yang sudah tidak jauh lagi. Sepanjang perjalanan ia terus memikirkan Nayya, kenapa gadis itu ada di sekitar kamar Riftan? Apakah dia tersesat atau hanya sekedar melihat –lihat, atau ia memang berniat melakukan sesuatu? Asoka mengetuk pintu kamar Riftan beberapa kali. Saat pintu terbuka, Riftan terlihat tidak suka kedatangannya. “Kenapa wajahmu kusut begitu, apa kau mengharapkan kedatangan orang lain?” pancing Asoka. “Apa maksudmu berkata begitu, aku hanya tidak suka kau datang saat aku ingin istirahat,” sanggah Riftan kesal. “Sudah cukup istirahatnya dan dengarkan aku.” Tanpa dipersilakan masuk, Asoka menyelonong masuk seenaknya dan duduk dengan nyaman di sofa. “Sebaiknya perbaiki etikamu dulu sebelum datang kemari,” gerutu Riftan sambil menutup pintu dan berjalan menuju sofa. “Kau jangan terlalu sinis seperti itu, aku datang kemari tentu saja karena sesuatu yang sangat penting,” bela Asoka. “Dengarkan, aku sudah menelisik siapa wajah sebenarnya di balik pria yang ada di foto itu dan aku meyakini kalau dia itu adalah Gonzales Vladimir,” ucap Asoka penuh keyakinan. “Apa? itu mustahil,” bantah Riftan. Ia sangat yakin kalau orang yang ada di salam foto itu bukanlah orang yang dimaksudkan Asoka. “Apa kau mulai tidak meyakini kemampuanku? Aku memang hanya melihat dari gambar saja tapi jika memang bukan, aku sangat yakin kalau dia itu adalah pria yang berhubungan dengan Gonzales,” ucap Asoka kemudian. Riftan terdiam lalu menatap Asoka dengan tajam. “Jadi maksudmu, kau datang ke mari dan menggangguku hanya untuk mengatakan jika kau sudah memastikan foto itu dari kemampuanmu menelisik gambar? Padahal aku memintaku untuk pergi mencari tahu kebenaran pria yang ada di foto itu,” Abizar terlihat sangat kesal, sahabatnya ini memng selalu membuatnya kesal sampai ke ubun-ubun. Dan kali ini ia kembali dibuat naik pitam olehnya. Bisa- bisanya ia bercanda dengan mengatakan hal mustahil tanpa bukti seperti itu? “Oke, baik. Kau tenanglah dulu. Dengarkan aku, aku memang akan men….” “Sebaiknya kau keluar dan cari tahu keberadaan pria itu sekarang juga!” Riftan membuat Asoka berdiri dengan mencengkeram kerah bajunya dan menyeretnya keluar ruangan. “Tu..tunggu dulu Riftan. Kau tahu…? aku bertemu gadis darah perawanmu di sekitar tempat ini,” ucapnya dengan cepat. Riftan menghentikan gerakan tangannya untuk menutup pintu. Ia menatap ke arah Asoka dan melihat pria itu mengangguk dengan penuh keyakinan. “Kau tahu dari mana kalau dia adalah gadis itu?” tanya Riftan masih tidak percaya. “Kau jangan menjadi bodoh, Riftan. Dia sangat mudah dikenali karena baumu sudah menyelimuti seluruh tubuhnya. Aku tidak yakin dia hanya melihat-lihat atau memang sengaja mengumpankan dirinya untuk di sampat oleh penghuni kastil lain. Tapi jika baumu hilang, sudah pasti dia tidak akan bisa selamat,” ucap Asoka mengingatkan. Mendengar hal itu, Riftan menarik nafas panjang. “Aku akan mengurusnya, sekarang enyahlah dari hadapanku,” usir Riftan. “Hei, tu…tunggu. Kau tega sekali….” Asoka hanya bisa pasrah di usir oleh Riftan, ia lalu berjalan dengan lesu meninggalkan tempat itu. *** Reno tampak sangat kesakitan, ia memegangi kepalanya yang terasa mau meledak saking sakitnya. Ia bersandar di sebuah batang pohon besar, nafasnya tersengal menahan sakit. Sebenarnya ia ingin kembali ke rumah orang tuanya, tapi ia takut akan menyakiti mereka. Dirinya yang sudah berubah menjadi makhluk lain hanya bisa pasrah saat mengetahui jika ia ternyata bukan lagi seorang manusia melainkan seorang makhluk penghisap darah. “Uhgghh… kenapa kepalaku tidak mau berhenti sakit, dan aku sangat haus, ” gumannya sambil menahan sakit. Ia benar-benar tidak beruntung kar karena telah mendapatkan serangan dari lawannya tadi. Ia merasa benar-benar malu, apalagi itu terjadi dihadapannya Nayya. Nayya, gadis yang ia cintai itu sudah menjadi semakin jauh darinya. Ia sudah dikuasai oleh vampire sialan itu. Reno sangat ingin menghabisi vampir itu dan merebut Nayya kembali. “Aku harus merebut Nayya kembali, akggrrhhh… !” Reno mengeram kesakitan. Tiba-tiba sekelebat sosok berhodi menghampirinya, ia membuka masker yang menutupi sebagian wajahnya dan menyeringai ke arah Reno. “Si..siapa kau?” ucap Reno sambil menahan sakit. “Kau tidak perlu setegang itu denganku. Ketahuilah, aku adalah penciptamu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD