Penyesalan

1232 Words
Keduanya terkejut melihat Riftan tiba-tiba muncul di hadapan mereka, Nayya langsung menghampiri Riftan, takut kalau pria itu kembali melancarkan hipnotisnya kepada Sonia. Sedangkan Sonia sudah tersenyum-senyum sendiri melihat pria super tampan yang sudah lama ia rindukan muncul di hadapannya dengan senyum indahnya. “Hei Vam… maksudku, kau..! kenapa di sini?” ucap Nayya ketus, ia melirik Sonia sebentar lalu kembali menatap Riftan dengan tajam. “Hai, apa aku terlihat seperti penjahat? Ingat aku seorang Dosen di kampus ini dan kau seharusnya bersikap seperti mahasiswa. Jangan galak begitu.” ucap Riftan dengan senyumnya yang sangat menyebalkan di mata Nayya. “Aku tidak peduli kau dosen atau siapa pun. Kau jangan coba-coba menghipnotis Sonia lagi. kalau tidak, aku akan memberitahu semua orang kalau kau telah… kau telah…” Nayya tidak bisa menemukan kalimat tang cocok untuk perbuatan Riftan terhadapnya saat itu, ia masih belum yakin kenapa Riftan bisa menggigit dan menghisap darahnya seperti vampir, pria ini sama sekali tidak seperti vampire. Meskipun kulitnya sedikit lebih pucat dari orang pada umumnya tapi ia sama sekali tidak berefek pada cahaya matahari. Lagi pula Vampir itu hanya sebuah mitos semata yang hanya tertulis dalam buku dan hayalan seorang sastrawan. “Kau mau bilang apa?” tantang Riftan “Kau telah berbuat sesuatu padaku yang pastinya merugikan,” Nayya berbicara asal, ia benar-benar kesal dengan pria ini. Riftan tertawa, ia kemudian menoleh kea rah Sonia yang masih terpesona di tempatnya. "Sonia kemarilah,” ucap Riftan. Dengan patuh dan senang hati, Sonia pun melangkah menghampiri Riftan. “Pak dosen super tampan memanggilku? Wah ternyata Bapak benar-benar datang ke mari dan mengajak kita bicara.” Ucap Sobia heboh. Ia menatap sekeliling dan tersenyum bangga saat mata semua orang tertuju pada mereka. “Lihat Nayya, semua orang melihat kita. Wah…!” seru Sonia kegirangan. “Sonia, tenanglah, kau jangan malu-maluin dong! Kau tidak tahu siapa dosen ini. dia menyembunyikan banyak rahasia. Sebaiknya kita cepat-cepat pergi saja dari sini.” Ucap Nayya sambil menarik tangan Sonia menjauh. Sonia tentu sja menolak. “Heh, apa yang kau lakukan. Kau ini tidak punya sopan santun sedikitpun kepada dosen, ya. biarkan aku bicara dulu dengan beliau, baru kita pulang.” Tolak Sonia sambil mentik tangannya kembali. Nayya semakin kesal. Sonia aku mohon kita pulang sekarang, bukankah kau mau mengantar mamamu kondangan? Beliau bisa terlambat nanti.” Nayya berusaha membujuk sahabatnya itu. “Udah gak apa-apa, mama bisa datang kapan saja. pestanya kan sampai nanti malam. Kau tenang saja, kalau gak mau ngobrol dengan pak Riftan, kau diam aja di tempatmu.” Ucap Sonia. “Tapi Sonia, dia itu…” Nayya tidak bisa lagi mencegah Sonia, sahabatnya itu sudah mulai berbincang dengan sangat akrab dengan Riftan. “Hah… dasar Sonia genit! Kau tidak tahu apa yang pria aneh itu akan lakukan padamu.” Nayya menggerutu sambil memperhatikan keduanya yang sedang asyik berbincang. Ia mendengus kesal, karena tidak ingin Sonia dalam masalah lagi, Nayya terpaksa menghampiri mereka. “Wah ternyata sahabatmu juga ingin bergabung, Sonia. Ayo silakan. Kami hanay berbincang biasa. Jadi bagaimana kelanjutan ceritamu itu Sonia, apa orang itu mati kehabisan darah atau bagaimana?” ucapan Riftan mengejutkan Nayya. “Hei, kalian bicara tentang apa ? kenapa ada darah segala?” Nayya sedikit khawatir. “Oh, aku malam tadi mimpi tentang Vampir penghisap darah. Mungkin ini karena proyek karya ilmiah kita yang membahas tentang mahluk mitologi dan Vampir, jadinya aku terbawa mimpi. Jadi aku ceritakan pak Riftan tentang mimpiku itu, dan kata pak Riftan mungkin Vampir itu datang ke dalam mimpiku karena mengincar darahku,” Jawab Sonia sambil tertawa, Riftan pun ikut tertawa. Tapi berbeda dengan Nayya, wajahnya menjadi kelam. Ia merasa semakin kesal dengan Riftan yang berkata semua omong kosong itu kepada sahabatnya. “Hentikan bicara omong kosongmu dan ayo kita pulang!” bentak Nayya penuh emosi lalu menarik tangan Sonia menuju mobil. “Tidak! Bukan aku yang akan mengantarmu, tapi dia..” tangan Sonia menunjuk ke arah Riftan sedangkan Riftan hanya tersenyum sambil bersandar santai di batang pohon. “Apa?!” Nayya terkejut bukan main, Sonia tampaknya sudah terpengaruh hipnotis dari Riftan. “Sonia sadarlah, Kau sudah terpengaruh hipnotis, Sonia..!” ucap Nayya sambil mengguncang-guncang tubuh sahabatnya. “Apa yang kau lakukan, Nayya? Hipnotis apa? Hentikan aku pusing..!” ucap Sonia, Nayya menghentikan gerakannya dan menatap sahabatnya itu dengan selidik. ‘Kau tidak apa-apa, kau masih sadar?” , “Iyalah sadar, memangnya dari tadi aku pingsan? Ya sudah, aku mau pulang sekarang tapi jangan ikut aku. Kau ikut sama orang tampan ini saja, Oke? Bye…” Sonia meninggalkan Nayya begitu saja sambil melambaikan tangannya. Masuk ke mobil dan melaju. “Dia sudah pergi, sekarang kau bisa ikut aku.” Nayya tersentak mendengar suara Riftan, ia menoleh dan menatap Riftan dengan tatapan tidak mengerti. “Sebenarnya apa yang kau sudah lakukan dengan sahabatku? Kenapa dia selalu bersikap seperti bukan dirinya jika kau ada di sekitarnya. Kau menghipnotisnya lagi?” “Kau jangan berprasangka buruk seperti itu, aku tidak melakukan hal yang bisa merugikannya. Ayo aku antar kau pulang, aku juga sekalian ingin menemui ibumu,” ucap Riftan. “Tidak! Aku tidak mau pergi denganmu.” tolak Nayya sambil melangkah pergi. “Kau jangan membuatku memaksamu Nayya, ikutlah denganku, kau tidak perlu naik bus.” Riftan mencoba menekan tidak sabarnya. Ia tidak biasa bersikap sabar sebelumnya, bahkan saat bersama Adelia. “Apa maksudmu? Apa kau mau menghisap darahku lagi kalau kalau aku tidak mau ikut? Dasar Vampir. Pokoknya kau tidak mau ikut denganmu, aku mau minta Reno saja yang mengantarku.” Nayya melangkah meninggalkan Riftan tapi dengan cepat Riftan menahan langkah Nayya dan membawanya masuk ke dalam mobil. “Nayya tersentak saat tiba-tiba saja ia sudah berada di dalam mobil. ia menatap sekeliling dan melihat Riftan sudah berada di depan setir dan siap melajukan mobilnya. “hah? ka..kapan aku masuk ke sini? Kau… kau siapa sebenarnya? Kau…” “Tidurlah…” Riftan mengusap wajah Nayya dengan lembut, sedetik kemudian Nayya pun terlelap. Riftan menghela nafas dalam lalu menyalakan mesin mobilnya dan melaju. Sesampainya di depan panti asuhan tempat Nayya tinggal, Riftan menggendong Nayya yang sedang tertidur lelap masuk ke dalam rumah. Nura terkejut melihat putrinya berada dalam gendongan Riftan. “Apa yang terjadi dengan putri saya, Tuan Riftan?” tanya Nura dengan cemas. “Tidak usah khawatir, dia hanya tertidur. Di mana kamarnya?” “Oh, sebelah sini.” Nura melangkah mendahului Riftan dan menunjukkan kamar Nayya. Riftan masuk ke dalam dan meletakkan tubuh Nayya di atas kasur. “Apa yang sebenarnya terjadi, Tuan? Kenapa putri saya sampai tertidur? tanya Nura yang masih terlihat cemas. Riftan menatap Nayya dan menghela nafas. “Aku sudah menghisap darah Nayya dan mengembalikan kekuatanku,” ucap Riftan. “Apa? tuan sudah mengambil darah Nayya? Apa karena itu dia jadi tertidur seperti ini? apa semuanya baik-baik saja, putriku tidak ketakutan saat Tuan menggigitnya kan? Oh kasihan putriku, padahal saya baru akan mengambil darahnya besok sore dan menyerahkannya kepada Tuan karena kata dokter tekanan darahnya rendah jadi dia tidak bisa melakukan donor darah. Tapi ternyata Tuan sudah mengambil darah bagian Tuan. Itu berarti, putriku sudah bebas dari tugasnya, kan Tuan?” ucap Nura, ia merasa lega karena akhirnya putrinya ini akan bebas dari bayang-bayangan Vampir ini. Riftan menatap Nura dengan tatapan serius. “Tapi sayangnya, ini baru permulaan. Putrimu harus terus menyediakan darah untukku setiap bulan purnama. Dan putrimu juga harus tetap menjadi perawan suci untuk menjadikan kekuatanku kekal.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD