Pencarian Nayya

1179 Words
Riftan menghentikan langkahnya dan menatap kedua singa jantan itu bergantian. Anehnya, mata kedua binatang itu merah menyala. Ini berarti binatang –binatang ini juga sudah bermutasi. Salah satu singa itu mengaum keras menunjukkan jika ia hendak menyerang manusia yang ada di hadapannya. Riftan tentu saja waspada, tapi ia tidak ingin mencari keributan dan menghabiskan tenaganya hanya untuk berurusan dengan binatang-binatang ini. ia pun menggunakan ilmu transparan untuk menghilangkan jejaknya. Detik kemudian ia pun menghilang, kedua singa itu tampak kebingungan lalu berjalan ke tempat di mana Riftan sebenarnya berdiri. Tapi kedua binatang itu hanya melewatinya tanpa menggangu Riftan sedikitpun. Riftan tersenyum lalu melanjutkan langkahnya. Tiba-tiba ia mendengar suara Asoka menggema di kepalanya. “Pasukan sudah siap di perbatasan,” ucap Asoka. “Tunggu aba-aba dariku,” ucap Riftan membalas telepati Asoka. Riftan lalu melangkah mengikuti instingnya, ia harus segera menemukan Nayya sebelum peperangan pecah. Gonzales pasti akan menyandera Nayya dan membuatnya sebagai tameng dirinya. Tapi ia bingung, kemana harus mencari? Ia pun berusaha memusatkan pikirannya dan mempertajam indera keenamnya untuk menemukan keberadaan Nayya. Dan akhirnya berhasil. Ia tahu kalau Nayya ada di sebuah tempat di dalam kamar Gonzales. Tapi untuk masuk ke dalam ana sangatlah tidak mudah. Gonzales telah memasang tameng gaib untuk menahannya untuk masuk. Sedangkan kondisi Nayya semakin lama semakin lemas, ia tahu karena dadanya tidak berhenti merasa sakit. Jika dibiarkan terus seperti ini, Nayya akan celaka. Hanya dan satu orang yang bisa menanganinya yaitu Asoka tapi. Ia pun kembali mengirim telepati kepada Asoka. “Ada apa?” tanya Asoka setelah mendengar panggilannya. “Apakah kau bisa masuk ke mari?” tanya Riftan. “kau kesulitan di sana?” “Aku sudah tahu keberadaan Nayya, tapi tempatnya tersegel oleh sihir gaib dan aku tidak bisa mendekati temat itu. apakah kau bisa mengatasinya? Aku sudah meninggalkan tanda pada bekas jalanku menuju ke mari, kau tinggal ikuti saja, tapi hati-hati, ada dua ekor singa yang sudah bermutasi menjadi Zombi,” ucap Riftan. “Baik, akan aku coba masuk ke sana,” balsa Asoka. “Kau cepatlah, karena kondisi Nayya sedang sangat tidak baik sekarang,” ucap Riftan tidak sabar. Riftan tidak mendengar balasan dari Asoka lagi, itu berarti sahabatnya itu mengusahakan untuk masuk dan menyusulnya. Sementara itu, Asoka yang sedang bersama dengan putri Adora dan Asyaq masih berjaga di wilayah perbatasan. Asoka yang baru saja mendapat perintah dari Riftan untuk segera masuk ke dalam sedang bersiap. “Asyaq, tunggu aba-aba dari Riftan. pastikan semua pasukan siap kapanpun. Tetap berada di posisi dan bersiaga,” ucap Asoka. “Baik,” jawab Asyaq singkat. “Dan kau putri, tetap di sini saja bersama yang lain. Terlalu beresiko jika kau juga masuk ke dalam sana. Kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi nanti,” ucap Asoka. “Tidak, tuan Asoka. Aku mau menemanimu. Aku tidak ingin membiarkanmu bertarung melawan musuh sendirian di dalam sana, tolong biarkan aku pergi,” tolak putri Adora. “Tapi putri, kau tidak pernah menghadapi kondisi seperti ini sebelumnya. Aku sudah bilang kan kalau kau jangan keras kepal.” Asoka masih tidak setuju dengan keinginan putri Adora untuk mengikutinya ke dalam. “Tuan Asoka, setidaknya aku tahu sedikit banyak dengan bagian-bagian tempat Gonzales karena aku sudah pernah ada di sana. Aku ingin membantumu, aku mohon,” ucap putri beri keras. “Tapi putri kau….” “Asoka, sampai kapan Riftan akan menunggumu di dalam sana? Biarkan putri Adora bersamamu agar semuanya beres.” Asyaq yang tidak tahan mendengar perdebatan pasangan itu akhirnya membuka suara. Keduanya terdiam lalu saling tatap beberapa lama. “Baiklah,” ucap Asoka tanpa membantah. “Ah, terima kasih tuan Asyaq. Kau memang selalu memahami keadaan,” ucap putri Adora dengan senang hati. Ia tersenyum ke arah Asoka sedangkan pria itu hanya menggeleng. “Ayo kita berangkat,” ucap Asoka. Keduanya pun melompat melewati perbatasan dan masuk ke dalam hutan. Sementara Riftan hanya bisa menunggu sambil bersembunyi tanpa bisa terlihat. Ia sudah beberapa kali mencoba untuk mendekati pintu kamar Gonzales, tapi ia sama sekali tida bisa menyentuh apalagi membukanya. Sedangkan Nayya pasti sangat membutuhkannya sekarang ini. Tapi terlihat pintu kamar itu terbuka dan Gonzales keluar. Dengan cepat Riftan menyelinap masuk ke dalam ruangan itu sebelum pintu tertutup. Gonzales berdiri sejenak sambil mengendus beberapa kali lalu berjalan meninggalkan tempat itu. Riftan mengendap masuk ke dalam kamar yang temaram itu sambil mencari keberadaan Nayya. “Nayya. Kau di mana?” Riftan mencoba berteriak, tapi tidak ada jawaban. Riftan mencoba mencari lagi di setiap sudut ruangan Yang sngat luas itu, tapi ia tidak menemukan apa-apa. meskipun demikian, ia ia sangat yakin kalau Nayya ada di ruangan itu. Riftan kembali memusatkan pikirannya dan mencari-cari, tiba-tiba dalam pikirannya ia melihat ada sebuah pintu di yang berada di salah satu sudut ruangan yang luas ini. Riftan membuka mata dan langsung berjalan ke arah sudut tersembunyi yang dihalangi oleh sebuah lemari besar. Lemari ini terlihat sulit untuk di gerakkan, ia pun mencoba mencari-cari sesuatu yang sekiranya bisa membatunya untuk menggerakkan lemari besar itu. ia mencari-cari tai masih belum menemukan sesuatu. Ia mencoba mendorong lemari itu tapi tentu saja tidak bisa bergerak, Rifan mulai kesal dan frustrasi, ditambah dadanya semakin terasi sakit. Terdengar langkah kaki mendekat ke arah tempat ia berada, Riftan menghentikan gerakannya dan berusaha bersembunyi di sudut ruangan tanpa memperlihatkan wujudnya. Tidak lama, Gonzales masuk bersama seorang pria bertubuh sangat besar. “Kau berjaga di sini, aku merasa keberadaan musuh kita sudah dekat. Atau ia sudah berada di dalam tempat ini. Aku akan memastikannya, jadi pastikan wanita itu tetap berada di dalam sana tanpa makan dan minun sedikitpun. Aku ingin mengulur waktu sampai dia mati lemas dan membuat Riftan menderita seperti dulu, ha…ha…ha..ha….!!!” suara tawa Gonzales dan apa yang ia bicarakan sukses membuat emosi Riftan mencuat. Tapi ia sekuat tenaga menahan diri untuk tidak menerjang Gonzales. Ia tetap di persembunyiannya. “Baik, Tuan,” ucap pria besar itu sambil menunduk hormat. Setelah itu Gonzales melangkah pergi meninggalkan kamarnya dan membiarkan pria berotot itu berada di dalam kamarnya . Pria itu melangkah menuju lemari besar dan bediri di depannya. Setelah beberapa lama, tidak ada pergerakan lagi, Riftan perlahan keluar dari tempat persembunyiannya dan melihat seorag pria bertubuh besar dan tinggi berdiri di depan lemari itu. Tubuh pria itu jauh lebih tinggi dari tubuhnya yang mencapai 189 cm, kemungkinan tinggi pria besar itu mencapai dua setengah meter. Kalau ada yang berjaga di depan lemari itu, bagiamana ia bisa menyelamatkan Nayya? Riftan menatap pria tanpa ekspresi itu lalu dengan penuh selidik, dari aura bengisnya, ia juga seorang vampir. Riftan tidak bisa memprediksi setinggi apa ilmu pria ini. ia harus sedikit mengetesnya. Riftan menjentikkan jarinya dan muncul sinar biru di ujung jarinya. Kemudian ia mengarahkan api yang menyala itu ke tangan pria itu, tentu saja ia bebas melakukan itu semua karena ia tidak terlihat Anehnya, pria itu tidak merespon dengan api panas yang ia tempelkan ke kulit pria itu. dari situ lah ia berkesimpulan jika pria itu tidak bisa ia anggap sepele. Riftan pun mencari cara agar ia bisa menggerakkan lemari itu tanpa diketahui oleh sang pria berotot, setelah berpikir keras beberapa saat, ia pun tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD