Menyesal

1125 Words
Dari dalam kegelapan hutan, muncul sesosok bertubuh tinggi bergerak menuju mereka. Suasana semakin mencekam dengan longlongan serigala yang membuat bulu kudu merinding. Pria yang ingin membawa pergi Nayya semakin panik. “Hei, apa yang kau lakukan, cepat nyalakan mobilnya!” bentaknya gusar. “I..ini sedang saya usahakan, Bos,” sahut sang anak buah yang juga mulai ketakutan. “Cepat..!” perintah lagi. Nayya yang tidak bisa berbuat apa-apa karena tangannya masih terikat hanya bisa menatap ke arah sosok itu. Semakin lama, sosok itu semakin tampak. Meskipun hari masih siang, tapi kelebatah hutan yang menghalangi sinar matahari membuat sosok itu susah terlihat jelas. Baru setelah semakin mendekat, Nayya bisa melihat sosok itu. Mata hitam dan wajah tampan yang sangat ia kenali membuat hatinya tenang. Akhirnya penyelamatnya muncul di hadapannya. Nayya lalu berusaha membuka pintu dan berniat keluar dari mobil, tapi sayang, pria yang bersamanya itu tidak memberinya kesempatan untyuk kabur. “Hei, kau mau kemana. Tidak mungkin aku melepaskanmu begitu saja. Aku akan menjadikanmu umpan untuk vampir itu. Jadi diamlah di sini, mengerti?” ucapnya sambil kembali mengeratkan pengikat kaki Nayya agat tidak bisa kemana-mana. Nayya akhirnya hanya bisa terdiam di tempatnya. “Lepaskan gadis yang kau sekap di dalam mobilmu itu!” Riftan mulai perintahnya, tapi pria itu sama sekali tidak mengindahkan ucapan Riftan. “Lepaskan dulu kami, baru kau bisa membawa pulang gadis ini!” ucap pria itu menantang. “Kalian bisa pergi dengan selamat, hanya jika gadis itu keluar dari mobil,” ucap Riftan, masih dengan suaranya yang dingin dan tenang. “Hah! Persetan dengan ucapanmu. Aku tahu kau adalah vampir. Tapi aku tidak akan takut sama sekali karena vampir sepertimu tidak bisa menghampiri mobil ini. Mobilku sudah dilapisi oleh perak murni yang bisa menghanguskan tubuhmu yang menjijikkan itu,” ucap pria itu lagi dengan penuh keberanian. Meskipun tubuhnya sudah gemetar ketakutan, ia sangat yakin, walau vampir itu berusaha sekuat tenaga menyentuh mobilnya, ia tidak akan sanggup. Riftan tersenyum sinis mendengar ucapan penuh percaya diri itu, dasar manusai bodoh, ia tidak tahu kalau justru peraklah yang akan menambah kekuatannya. Entah ia mendapatkan sumber dari mana sehingga ia bisa dibohongi seperti itu. “Perak murni ya?” Riftan lalu berjalan menghampiri mobil itu dan menyentuhnya tanpa merasa sakit seperti yang pria itu katakan. “Aku bahkan akan berterima kasih padamu karena telah memberiku tambahan kekuatan. Apa kau tahu perak murni adalah sumber kekuatan para vampir. Berbeda dengan teori yang entah darimana kau dapatkan itu. Kau benar-benar bodoh…” ucap Riftan. “Hah? ta..tapi bagaiaman mungkin kau bisa menahan hawa panasanya? Tidak…!” pria itu mulai ketakutan. Ia lalu mendorong keluar tubuh Nayya begitu saja dari mobilnnya sehingga lututnya mengenai batu saat tubuh Nayya menyentuh tanah. Darah segar pun keluar. “Akhh…!” Nayya terpekik kesakitan. Riftan tersentak, mencium aroma manis darah Nayya yang tiba-tiba menyengat hidungnya. Matanya yang hitam seketika berubah merah. Taringnya pun keluar. Ia menghampiri Nayya yang terduduk lemas dengan tangan dan kaki terikat serta darah yang mengucur keluar dari lututnya yang membentur batu. Riftan hanya menatap Nayya dengan tatapan tajam, kemarahan terlihat jelas di matanya. Ia lalu mengarahkan pandangan tajamnya ke tiga pria yang ada di dalam mobil yang semakin ketakutan sambil berusaha menghidupkan mesin mobilnya yang mogok. Tiba-tiba mesin mobil menyala, mereka senang bukan main dan dengan hitungan detik, mobil itupun melesat meninggalkan mereka. Riftan hanya menatap kepergian mobi itu dengan menghela nafas dalam, ia lalu mengalihkan pandangannya kepada Nayya yang tubuhnya sudah gemetar. Ketiganya tertawa dan bersorak riang, akhirnya mereka bisa lolos dari vampire itu. Ternyata makhluk itu hanya vampir biasa yang sama sekali tidak memiliki kekuatan apa-apa. Kenapa mereka tidak sekalian melindasnya saja? Mereka pun terus melaju dengan kencang. “Hei, kurangi sedikit laju mobilnya. Kita sepertinya sudah jauh dari vampire itu,” perintah sang Bos. “Iya, baik Bos,” sahut sang sopir lalu mengurangi tekanan pedal gas. Akan tetapi anehnya , laju mobil sama sekali tidak berkurang bahkan semakin kencang. Sang sopir lalu menginjak rem, tapi laju mobil tidak berubah. Bahkan ia sudah menginjak rem dengan sekuat tenaga kerena di depan sana, ada tikungan tajam. “Bos, kenapa remnya tidak berfungsi?” tanya sang sopir mulai panik. “Apa maksudmu remnya tidak berfungsi? Ini mobil baru, tidak mungkin ada masalah. Coba lagi…!” teriaknya mulai kesal. Sang sopir kembali berusaha menginjak rem dengan sekuat tenaga, ia bahkan menggunakan handbrake untuk membantunya menghambat laju mobil, tapi keduanya sama sekali tidak berfungsi. Mereka bertiga semakin panik. Apalagi saat tikungan tajam itu sudah terlihat di depan mata. “Bagaimana ini, Bos? Kita akan mati..” pekik sang sopir ketakutan. “Kau berusahalah, brengsek..! aku tidak ingin mati sperti ini,” cacinya sambil berusaha membuka pintu mobil tapi tidak bisa. Mereka semakin panik. Sopir berusaha sekuat tenaga mengimbangi laju kendaraan dengan kemampuannya berkendara. Pada saat mobil melintasi tikungan itu, sopir membanting setir berusaha mengarahkan agar mobil tetap di jalur, tapi karena kecepatan kendaraan melebihi batas wajar, suara decik ban mobil yang menggerok aspal terdengar memekakkan telinga, mobil pun terpelanting di udara sebelum akhirnya melayang dan jatuh terhempas ke jurang dengan ledakan yang cukup besar. Sementara itu, Riftan menggendong tubuh Nayya dan menghilang. Sesampainya di dalam kamar, Riftan merebahkan tubuh Nayya dengan lembut. Ia menatap luka di lutut Nayya yang masih menyisakan darah. Riftan mengekatkan mulutnya ke luka itu lalu menjilatnya dengan lembut. Nayya bisa merasakan lidah lembut Riftan menyentuh kulitnya, entah kenapa ia merasa darahnya berdesir. Wajahnya memerah dan jantungnya berdetak kencang. Riftan terlihat sangat menikmati apa yang ia lakukan, ia terus menjilat lutut Nayya hingga lukanya benar-benar menghilang. Setelah Riftan menjauhkan mulut dari lututnya, Nayya cepat-cepat menggeser kakinya menjauh. Ia pun tertunduk tanpa berani menatap Riftan. “Jadi apa yang membuatmu menjadi pembangkang seperti ini? apa kau tahu, kalau kau sudah membuatku sangat kerepotan?” ucap Riftan. “Ma..maaf..” hanya itu yang Nayya bisa ucapkan. Kepalanya tetap tertunduk dalam, ia sama sekali tidak berani menatap Riftan. “Apa kau akan terus melakukan tindakan sesukamu setelah itu meminta maaf?” Riftan meninggikan suaranya, membuat nyali Nayya menjadi semakin ciut. Ia menggeleng. “Lantas hukuman apa yang harus kau terima untuk membuatmu menyadari kesalahanmu?” Riftan masih terus bertanya. Nayya hanya terdiam. “Sa..saya hanya khawatir dengan Sonia. Tapi saya berjanji tidak akan melakukan hal seperti itu lagi.” Nayya masih bisa berkilah dengan pembelaan diri. “Aku masih ingat betul bagaimana kau berjanji akan melakukan apapun yang aku ucapkan saat menolongmu dari para serigala itu. Tapi ternyata janjimu itu kosong. Lantas sekarang apakah kau berhak menuntutku mempercayai janjimu lagi?” suara Riftan terdengar dingin. Nayya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia sadar telah melakukan sesuatu yang sangat fatal. Ia sangat menyesali itu. “Sekarang kau diamlah di tempatmu, kau mengerti?” ucap Riftan lalu berjalan meninggalkan ruangan. “Bugkh..!” Riftan membeku saat merasa tubuh Nayya memeluknya dari belakang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD