Rencana Matang

1150 Words
“Aku tidak ingin mengerti apapun jika itu menyangkut perpisahan denganmu, jangan buang waktumu untuk membujukku, Riftan. Lagi pula kau kelihatannya buru-buru, kau harus berangkat, kan? pergilah,” ucap Nayya sambil menatap Riftan dengan tatapan sendu. “Kita akan bicara lagi nanti,” ucap Riftan sambil mencium kening Nayya dengan lembut. Riftan hanya bisa menghela nafas panjang lalu mengangguk pasrah. Ia tidak memiliki banyak waktu untuk benar-benar berbincang dengan Nayya. Ia lalu meninggalkan tempat itu. Nayya hanya bisa menatap Riftan melangkah pergi. Ia menghela nafas dalam. “Bagiamana caraku agar bisa meyakinkan Riftan,ya? ah, bikin kesal saja,” gerutu Nayya lalu melanjutkan perjalanannya. Nayya berada di dalam kamar saat pintunya diketuk, ia tersenyum lalu melangkah ke arah pintu dan membukanya. Sonia masuk saat pintu terbuka. “Apa kau menunggu lama?” tanya Sonia. “Tidak, aku tahu kau kan sedang hamil, seharusnya aku saja yang mengunjungimu,” ucap Nayya. “Eh, janganlah. Apa kau bercanda? Kalau tuan Riftan tahu kan, aku bisa dalam masalah,” ucap Sonia. “Ah, kamu jangan berlebihan. Itu tidak akan terjadi.” “Omong-omong, bagaimana dengan kandunganmu. Eh, coba lihat, perutmu mulai membesar,” ucap Nayya dengan mata berbinar. Ia dengan gemas mengelus perut Sonia yang sudah sedikit membesar. “Sssttt… jangan keras-keras, aku sengaja memakai jubah panjang ini setiap di rumahku agar Reno tidak tahu,” ucap Sonia. “Apa? tapi sampai kapan kau mau menyembunyikannya, Sonia? Reno harus tahu agar kalian bisa merasakan kebahagiaan bersama,” ucap Nayya. “Bukan kebahagiaan yang akan muncul, Nayya. Tapi bencana, aku mengulur waktu tidak mengatakan ini dulu hanya untuk mempersiapkan diriku saja, jika saatnya nanti Reno tahu kalau akau hamil, dia pasti akan meninggalkanku. Apalagi kau tahu, kan, aku dan Reno menjalin hubungan bukan sebagai pasangan jiwa sesungguhnya. Hubungan kami hanya sebatas saling menyukai dan saling membutuhkan, hubungan yang tidak terikat apapun. Apalagi, akhir-akhir ini, Reno sering memimpikan seorang perempuan, sepertinya perempuan yang sering muncul dalam mimpinya itu adalah pasangan jiwanya. Ia selalu gelisah, dan memikirkan perempuan yang ada selalu mengganggunya di dalam mimpi. Jika aku bertanya, ia hanya menjawab tidak apa-apa. tapi aku tahu, ia gelisah.” Sonia menceritakan keluh kesahnya dengan suara sedih. Nayya yang mendengarnya dengan seksama, hatinya lagi-lagi sedih mendengar cerita Sonia. Kenapa sahabatnya ini selalu tertimpa kesulitan dalam hidupnya bersama Reno? belum selesai masalah kehamilannya, kini ia harus dihadapakan dengan masalah pelik yang lain. Bagaimana jika perempuan yang ada di dalam mimpinya itu benar-benar pasangan jiwa Reno? apa yang sahabat ya itu akan lakukan? Padahal ia sedang hamil anak Reno? “Sonia, kau jangan berpikir jelek dulu tentang mimpi Reno itu, mungkin saja, perempuan itu hanya sebatas bunga tidurnya saja. Belum tentu kan, dia pasangan jiwa Reno. Apalagi, Reno mencintaimu, bisa jadi cinta kalian itulah yang akan mengalahkan kuatnya ikatan jiwa. Percayalah akan hal itu, Sonia.” Nayya masih mencoba menghibur hati Sonia. “Aku hanya parah saja, Nayya. Karean jika memang perempuan itu adalah pasangan jiwa Reno, maka aku pasti akan mudur kecuali Reno sendiri yang mempertahankan ku. Tapi kemungkinan itu mustahil, apalagi aku mengandung anak ini. sedangkan dia tidak menginginkannya, makanya aku sudah tahu akhir dari kisahku, Nayya.” “Kau harus meyakini segala hal baik, Sonia. Jangan pesimis begitu. pasti akan ada jalan keluarnya.” Nayya memeluk Sonia menekan, hati sahabatnya itu. “Oh ya, bukankah kau tadi memintaku datang ke mari untuk membicarakan sesuatu?” Sonia merenggangkan pelukannya dan menatap Nayya. “Ah, oh…itu, aku berpikir untuk hidup bersama Riftan selamanya tapi dia tidak ingin hal itu terjadi.” ucap Nayya dengan wajah murung. “Loh, kenapa bisa begitu? Riftan tidak mau hidup bersamamu, begitu?” tanya Sonia bingung. Ia rasanya tidak percaya jika Riftan tidak ingin hidup bersama. “Ia hanya ingin hidup bersamaku sampai umurku habis. Aku menua dan mati. Kamu bisa bayangkan, bagaimana memalukannya nanti kalau aku sudah menua dan dia masih setampan sekarang. Bisa-bisa bukannya bahagia, aku malah menderita karena makan hati. Apalagi kalau kami jalan berdua, orang-orang pasti mikirnya kalau aku ibunya Riftan, aku tidak mau itu terjadi, Sonia,” Nayya menggerutu mengeluarkan uneg-unegnya. Mendengar Nayya mengeluh, Sonia malah menahan tawa. “Nah, kan kau sekarang tertawa. Bagaimana nanti kalau itu benar-benar terjadi.” Nayya bertambah sedih. “Maaf…maaf… tapi memang lucu, kalau aku membayangkan itu. Aku juga akan mengalami hal yang sama, kan? jadi kamu jangan khawatir. Kita akan sama-sama tua dan pasangan kita tetapi awet tampannya. Kalau dipikir-pikir ironis juga nasih kita ini,” ucap Sonia. “Makanya itu aku lagi mencari cara agar bisa meyakinkan atau bahkan memaksa Riftan untuk setuju denganku. Kau bisa berubah menjadi vampir asal kau mau, Sonia. Kata Riftan, kenapa Reno melarangmu hamil, itu karena ia tidak ingin melihatmu mati saat melahirkan anakmu, tapi jika itu terjadi, Reno bisa mengubahmu menjadi vampir dan kalian bisa hidup selamanya. Sedangkan aku, tidak bisa apa-apa karena Riftan memang tidak ingin kalau aku hamil, padahal itulah jalan satu-satunya agar aku bisa bersamanya. Menjadi vampir dan hidup abadi dengan Riftan,” ucap Nayya menjelaskan. “Iya, aku rela menjadi vampir asalkan Reno terus bersamaku,” Sonia bergumam dengan wajah sendu. “Sonia, bagaimana kau bisa hamil anak Reno? bukankah kalian sangat berhati-hati jika berhubungan?” tanya Nayya. “Ah, aku kurang yakin karena saat itu kami memang sangat menikmatinya. Tapi kau tahu kan, saat hampir akan mencapai klimaksnya, vampir akan mengeluarkan cahaya dari mulutnya. Waktu itu, karena penasaran, saat cahaya itu keluar dari mulut Reno aku langsung menciumnya, sehingga cahaya itu masuk ke dalam tubuhku, itu saja yang aku ingat,” ucap Sonia sambil kepada Nayya sambil berusaha mengingat-ingat kembali apa yang telah ia dan Reno lakukan saat itu. “Aku juga selalu melihat cahaya biru keluar dari mulut Riftan saat kami berhubungan intim. Tapi kata Riftan aku tidak boleh menyentuh cahaya itu sama sekali dan membiarkannya terbang dan menghilang. Tapi kalau aku mengikuti caramu, apa aku bisa hamil juga?” ucap Nayya penasaran. “Hmm, coba saja. Siapa tahu berhasil, tapi konsekuensinya kau bisa mati, Nayya. Kehidupanmu sebagai manusia akan berakhir dan kau akan menjadi vampir jika Riftan mengubahmu,” ucap Sonia. Nayya tersenyum mendengar ide cemerlang itu. “Iya, aku akan mencobanya. Aku akan hamil anak dari Riftan,” ucapnya penuh antusias. “Iya, kita akan melahirkan anak kita dan hidup selamanya bersama orang yang kita cintai,” ujar Sonia sambil memeluk Nayya. Mereka pun saling berpelukan dengan mengharapkan satu mimpi yang sama. Malamnya, Nayya sengaja mandi dengan ratusan kelopak mawar yang memenuhi bak mandinya. Wangi semerbak tercium di mana-mana. Ia berencana akan menggoda Riftan untuk berhubungan dengannya dan memuluskan niatnya. Ia merapikan dan memperindah kamar Riftan dan membuat suasana kamar menjadi seromantis mungkin. Ia juga memakai baju malam yang sangat seksi dan terbuka tapi menutupnya dengan jubah. Ia berputar-putar di depan cermin memastikan jika penampilannya bisa membuat Riftan tergoda. Malam ini ia harus berhasil. Nayya menghela nafas dalam dan mengangguk meyakinkan dirinya. Saat pintu kamar terbuka, ia melihat Riftan berdiri terpaku menatapnya tanpa kedip di ambang pintu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD