Part 4

1735 Words
Sahabat terbaik; berani mengajakmu berpetualang dalam kejamnya dunia, namun tak menakutimu dengan segala rintangannya. Yang sering mengajakmu berlari, namun tak pernah lupa menggenggam tanganmu agar tak jatuh. •••• Usai membersihkan badan, dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim, Adela turun ke lantai bawah. Tepatnya menuju dapur. Cacing-cacing dalam perutnya sudah melakukan demo besar-besar, meminta segera diberi asupan makanan. Adela melirik jarum jam dinding, sebentar lagi masuk waktu maghrib. Gadis itu menghela napasnya. Untung saja dirinya sempat melaksanakan salat asar. Tidak seperti biasanya yang selalu mepet waktu, bahkan meninggalkannya tanpa rasa bersalah. Sedang dia tahu itu akan mendapat ganjaran dosa. Alasan Adela keseringan meninggalkan salat asar sendiri tak lain tak tak bukan adalah ketiduran. Ketika gadis bermulut pedas itu sudah tertidur, maka akan susah sekali bangunnya. Zafina sering sekali mengatai Adela mayat atau tidur ke alam sebelah. Meski gempa atau kebakaran sekalipun mungkin saja Adela masih terlelap dengan nyenyak. "Sore, Mbok Jum," sapa Adela pada Mbok Jum, asisten rumah tangga keluarga Adela. Mbok Jum tersenyum ramah. "Sore, Neng Adel. Wah ... sudah cantik ternyata," goda Mbok Jum ketika melihat wajah fresh Adela. Adela terkekeh. "Mbok Jum bisa aja. Oya, malam ini masak apa, Mbok? Masih ada gak makanan sisa tadi siang? Adel laper banget, gak kuat kayaknya kalau nunggu sampai jam makan malam dulu." "Ada kok, Neng. Mau Mbok siapin sekarang?" Adela mengangguk semangat. Mata Adela berbinar menerima uluran piring yang sudah diisi nasi dan lauk pauk oleh Mbok Jum. "Makasih, ya, Mbok. Adel sayang banget sama Mbok Jum." Kemudian melahap makanannya dengan lahap. Mbok Jum yang sedang memotong-motong sayuran, tersenyum melihat tingkah laku Adela yang begitu manja kepadanya. Wanita tersebut sudah menganggap gadis itu seperti putrinya sendiri. "Suami Neng Adel sudah makan. Dari tadi Mbok gak lihat Den Rayhan masuk ke dapur?" tanya Mbok Jum, membuat Adela tersedak dan langsung meminum minumannya. "Gak tau. Adel gak peduli, Mbok, dia sudah makan apa belum. Bukan urusan Adel! Lagian dia udah gedhe, bisa nyiapin makannya sendiri," balas Adela tidak ambil pusing. Kemudian kembali melanjutkan suapannya. "Bodoamat! Mau makan atau enggak itu urusan dia, bukan urusannya!" gerutu Adela dalam hati. Mbok Jum menghela napas, sambil geleng-geleng kepala. Rupanya Adela yang dikenalnya masih sama. "Huts! Gak boleh ngomong kayak gitu, Neng Adel. Berdosa jika seorang istri mengabaikan suaminya. Menikah itu ladang pahala, apapun yang Neng Adel lakukan hingga menyenangkan hati suami, akan mendapat pahala." Adela mengerucutkan bibir. Mbok Jum sama saja seperti Zafina, selalu saja menceramahinya. Mabok kalau diceramahi setiap hari begini! batinnya jahat. Gadis itu kemudian menghela napasnya. "Hmm ... iya, Mbok." "Sebenarnya kita sebagai wanita gampang sekali ingin masuk surga, bahkan bisa memilih ingin masuk pintu mana saja yang kita sukai." Adela menaikkan sebelah alisnya, sedikit penasaran namun tetap terlihat biasa saja. "Caranya?" tanyanya sedikit ogah-ogahnya. "Di dalam hadits disebutkan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga k*********a (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih) Adela terdiam beberapa saat. Hatinya menjadi pilu mendengar hadits tersebut. "Adel takut, Mbok Jum. Adel takut--" "Mbok paham betul apa yang Neng Adel rasakan. Tapi setidaknya berusaha untuk mengurangi rasa takut itu, Neng. Gak mungkin kan Neng Adel selamanya takut dan gak siap menjadi seorang istri?" Mata Adela berkaca-kaca, dia menatap Mbok Jum dengan tatapan yang sulit diartikan. Kemudian tanpa diduga gadis itu mengangguk pelan. Mbok Jum menyunggingkan senyum. "Mbok selalu mendoakan yang terbaik untuk Eneng Adel." Mbok Jum membawa Adela ke dalam pelukannya. Wanita itu begitu menyayangi putri sematawayang majikannya tersebut. "Selalu berada dalam lindungan Allah." Adela mengangguk, mengeratkan pelukannya. Adela bersyukur, dia dikelilingi orang-orang baik, tulus, dan selalu peduli padanya. Orang-orang yang selalu mengingatkan dan tak segan menegur jika dia melakukan kesalahan, yang paling penting dengan cara yang baik pula. **** Adela berbaring di salah satu sofa ruang keluarga, menyalakan televisi. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, namun pria yang telah berstatus suaminya tersebut belum juga menunjukkan batang hidungnya. Ah, jangan mengira Adela tengah mengkhawatirkannya, tidak sama sekali. Hanya saja, Adela ingin membicarakan hal yang menurutnya penting pada pria itu. Ketika mendengar pintu terbuka, Adela segera mengubah posisinya menjadi duduk. Matanya menatap tajam pada seorang pria yang nampak sedang melangkah ke arahnya tersebut. Mata Adela terbelalak ketika Rayhan menganjurkan tangan kanannya pada Adela, agar gadis itu bisa mencium punggung dan telapak tangannya. Rayhan tersenyum ketika reaksi sang istri lebih memilih mendiamkannya. Tidak sama sekali berniat untuk mencium punggung dan telapak tangannya sebagai tanda ketaatan dan kasih sayang kepada suaminya. Rayhan memakluminya, dia mengusap puncak kepala Adela dengan sayang. Kemudian duduk bersebelahan dengan sang istri. Seperti paham betul ada yang ingin dibicarakan oleh Adela. Menerima perlakuan seperti tadi dari Rayhan, membuat d**a Adela berdetak lebih cepat dari biasanya. Segera Adela menepis segala pemikiran aneh yang tiba-tiba memenuhi kepalanya. "Gue mau bicara!" ucap Adela sedikit menaikkan volume suaranya. Lebih tepatnya karena masih ada rasa sedikit gugup. Rayhan terdengar sedang menghela napasnya. "Kalau ngomong sama suami itu sebaiknya direndahin volume suaranya. Berdosa seorang istri yang meninggikan suaranya hingga terdengar seperti membentak suami," tegurnya kemudian. Adela memutar bola matanya malas. "Gue gak suka diatur. Terserah lo mau marah atau gak senang sama kelakuan gue! Dan beginilah seorang Adela," balas gadis itu semakin menjadi-jadi. Rayhan ber-istighfar dalam hati. Semoga Allah memberi ampun atas sikap istrinya tersebut. "Ya sudah. Mau ngomong apa?" Adela menatap tajam Rayhan. Lantas kemudian menutupi kedua pahanya yang terbuka dengan bantal sofa. Entah kenapa dia merasa risih dengan pakaiannya. Kaos oblong dengan celana pendek. Lebih tepatnya tidak nyaman dengan tatapan Rayhan padanya. "Lo boleh tidur di kamar gue malam ini." Rayhan menyunggingkan senyum, kemudian mengangguk. "Jangan senang dulu. Ada batasan-batasan yang gak boleh lo lewatin!" Adela melipat kedua tangannya di depan d**a. "Gue ngelakuin ini cuman gak mau diceramahin sama Ayah." "Saya mengerti." "Bagus!" balas Adela sedikit lebih tenang sekarang. Gadis itu kemudian beranjak dari tempatnya menuju kamar, meninggalkan Rayhan seorang diri. "Mbok Jum, siapin makan malam buat Mas Rayhan, ya," ucapnya lantas berniat balik kanan, menuju tujuan awalnya--kamar. "Eh tunggu dulu, Neng Adel!" cegah Mbok Jum. "Bukannya Mbok gak mau, tapi kan istrinya Den Rayhan, Eneng. Masa Mbok yang nyiapin makan malamnya." Adela menatap datar Mbok Jum. "Jangan buat Adel ngambek sama Mbok Jum cuman gara-gara hal sekecil ini. Adel lagi malas ngelakuin tugas Adel sebagai seorang istri. Kalau Mbok Jum gak mau, biar dia nyiapin makan malamnya sendiri aja," putusnya tanpa berdosa sedikitpun. "Nah pas banget. Lo mau makan malam kan?" tanya Adela pada Rayhan yang kebetulan tiba di dapur, tadinya pria itu berniat mengambil air minum. Rayhan mengangguk. "Bisa kan nyiapin makan sendiri? Gue malas, lagi banyak kerjaan." Mbok Jum melebarkan matanya, menyenggol pelan bahu Adela. Benar-benar antik putri majikannya tersebut. Rayhan membalas dengan senyum, kemudian mengangguk lagi. "Saya bisa sendiri. Kamu istirahat saja." Adela tersenyum puas dengan respon Rayhan. Lantas beranjak menuju lantai dua, kamarnya. "Walah, Neng Adel ... Neng Adel. Harap dimaklumin ya Den Rayhan kelakuan Neng Adelnya. Emang suka aneh gitu," ucap Mbok Jum merasa tidak enak dengan kelakuan Adela yang sekehendak hati pada suaminya. Rayhan terkekeh. "Iya gak pa-pa, Mbok." **** Setibanya di kamar--usai makan malam seorang diri, Rayhan sedikit merasa canggung berada dalam satu kamar bersama sang istri--Adela. Baru beberapa langkah masuk, pintu kamar mandi terbuka menampilkan sosok seorang gadis yang nampaknya baru saja selesai mencuci wajah dan menggosok gigi. Gadis itu sudah mengganti pakaiannya. Keduanya sama-sama merasa canggung. Namun Adela lebih memilih mengabaikan dan duduk di depan meja riasnya. Adela berdehem. "Kalau mau cuci muka sama gosok gigi ... handuk, pasta sama sikat giginya sudah gue siapin di dalam," ucapnya memecah keheningan. Rayhan mengangguk, kemudian langsung melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Sebelum Rayhan keluar dari dalam kamar mandi, Adela segera menata tempat tidur mereka. Meletakkan sebuah guling di tengah-tengah tempat tidur mereka, sebagai pembatas agar Rayhan tahu batasan dan tak berniat melewati batasan yang telah dia buat. Rayhan yang baru saja keluar dari kamar mandi lantas menatap bingung pada Adela yang nampaknya tengah sibuk. Pria itu menaikkan sebelah alisnya ketika tatapan mereka bertemu. "Lo tidur di sebelah sana, gue di sebelah sini. Dan guling ini sebagai batasan, jangan sampai lo melewati batas ini!" katanya sedikit mengancam. "Kalau saya melewatinya?" Adela melebarkan matanya. "Coba aja kalau berani!" dengusnya kesal. "Jangan coba-coba melewati batasan ini. Lo tau gue ini kayak Singa, dan gue rasa lo udah bisa bayangin gimana kalau Singa ini marah!" Rayhan terkekeh. "Apa lo ketawa-ketawa. Jangan mulai deh!" Mendengar itu, Rayhan langsung menghentikan tawa kecilnya. Anggukan kecil dia berikan. "Oh iya, saya juga ada permintaan buat kamu. Mulai dari besok saya gak mau dengar kamu ngomong pakai lo-gue. Pakai bahasa yang lebih sopan, saya ini suami kamu bukan sahabat kamu Zafina!" Kali ini Rayhan lebih tegas dengan ucapannya. Adela mendengus kesal. "Jangan menga--" "Saya gak menerima menolakan, Adela. Sekarang tidurlah!" Adela berdecak, bisa-bisanya pria itu mengaturnya! Dengan perasaan amat kesal, gadis itu menurut saja untuk merebahkan tubuhnya sedikit kasar dengan posisi membelakangi Rayhan. "Kamu sudah berwudhu sebelum tidur?" tanya Rayhan ingat akan sesuatu. Adela tidak menyahut. "Dalam hadits dikatakan, hendaknya kita senantiasa menjaga diri tetap suci dengan berwudhu. Jadi alangkah baiknya ... sebelum tidur menyucikan diri terlebih dahulu." "Diam! Gue mau tidur. Lagian tadi gue sudah wudhu kok pas mau shalat isya, dan insya Allah belum batal." Rayhan mengusap puncak kepala Adela. Membuat gadis itu berdecak kesal. Dan dengan sangat terpaksa kembali bangun dari posisi nyamannya. "Iya, iya Pak Ustadz yang cerewetnya naudzubillah!" Sebelum Rayhan menceramahinya lagi, segera Adela menutup pintu kamar mandinya--sedikit keras. "Bener-bener nyebelin!" teriak Adela dari dalam. Rayhan hanya terkekeh. Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ”Jika engkau hendak menuju pembaringanmu, maka berwudhulah seperti engkau berwudhu untuk shalat, kemudian berbaringlah di rusukmu sebelah kanan lalu ucapkanlah, “Ya Allah sesungguhnya ku menyerahkan jiwaku kepadaMu, kuhadapakan wajahku kepadaMu, kuserahkan segala urusanku hanya kepadaMu, kusandarkan punggungku kepadaMu semata, dengan cemas dan harap kepadaMu, aku beriman kepada kitab yang Engkau turunkan dan kepada nabi yang Engkau”. Dan hendaklah engkau jadikan doa tadi sebagai penutup dari pembicaaraanmu malam itu. Maka jika engkau meninggal pada malam itu niscaya engkau meninggal di atas fitrah.” (HR. Bukhari & Muslim) **** TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA CERITA RAYHAN DAN ADELA:) JANGAN LUPA TAP LOVE DAN KOMENNYA;) SALAM MANIS, NOVI❤
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD