Di Sudut Ruang

2229 Words
Desta dengan langkah gontai menyusuri tangga menuju lantai dasar mansion megah itu. Masih terdengar jelas Gina yang terisak menemani Anjani di kamar tidur tamu lantai 2 rumahnya. Ingatan Desta seakan memecahkan semua isi kepalanya. Bagaimana ia dan Gina bersama Ricko menemukan Anjani di kamar hotel dengan kondisi tak berbusana lagi. Bayangan wajah pria b******k yang telah membuat Desta seketika murka itu seakan mengecoh emosinya terus menerus. Remuk hati dan perasaannya benar-benar bercampur malam itu. Fredy dengan berlari memasuki mansion Desta dan menemukan sahabatnya terduduk di sofa ruang tengah. Tatapan pria yang biasanya selalu tersenyum itu kosong, membenamkan segala kearifan yang selama ini ia tunjukkan. Saat Fredy menengok ke arah tangga terlihat Gina yang berjalan cepat menuju kakaknya lalu menghambur ke pelukan Fredy. "Gina, apa yang terjadi? Jelaskan pada kakak Gin..." Fredy masih memeluk erat adiknya yang terisak itu. Mereka mendekati Desta yang masih dengan tatapan kosongnya. "Seharusnya kami tidak ke pesta itu kak..." ucap Gina masih berderai air mata. "Apa maksudmu? Mana Anjani, apa dia baik-baik saja?" Fredy berusaha tenang untuk meredam kesedihan di wajah adik dan sahabatnya. "Tidak" jawab Desta tiba-tiba. Fredy dan Gina sontak menatap pria yang masih tertunduk lesu itu. Desta membalas tatapan Fredy dan tak disangka bulir air matanya menetes," Aku gagal Fred, ini semua karena kesalahanku. Apa yang harus kukatakan pada Anjani nanti..." tangis Desta meluap dan berusaha ditahan bersama emosinya yang tak kunjung reda. Gina kembali terisak di pundak Fredy." David menculik Anjani dan kami menemukannya di kamar hotel dengan kondisi.." ucapan itu tak bisa Gina lanjutkan lagi. Fredy terkejut, bukan lagi, dia marah. David? Ini sudah melewati batasnya. Pria itu terkepal dan sangat geram mengetahui kenyataan yang menimpa Anjani. Pantas Desta begitu frustasi. "Apa kalian sudah memanggil dokter?" Tanya Fredy kemudian. Gina dan Desta sontak terdiam. Bagaimana mungkin mereka melupakan ini? "Kalian sudah memanggil dokter?" Tanya Fredy sekali lagi. Raut penuh kekhawatiran tak bisa disembunyikannya. "Kak Fredy ada benarnya Des, biar dokter memeriksa kondisi Anjani kalau perlu dengan visum. Ini bisa jadi bukti kejahatan" timpal Gina membenarkan. "Aku akan menghubungi dokter keluargaku dulu" dengan cepat Desta meraih ponselnya dan sekitar 30menit kemudia dokter yang ditunggu tiba. Dengan cemas mereka bertiga menunggui dokter yang memeriksa kondisi Anjani. Ada beberapa luka memar di bagian leher lengan bahkan pelipis gadis itu. Dan yang membuat Desta marah lagi, ada beberapa memar yang ada di sekitar paha dan kaki Jani. "Saya akan memberikan rujukan untuk visum karena kondisi ini tidak bisa dibiarkan, dari peristiwa yang nona Anjani alami bisa dipastikan ada tindak kekerasan yang terjadi, serta memastikan bagaimana kondisi selanjutnya besok saya atur pertemuan dengan dokter ahli yang akan menangani nona Anjani" jelas dokter. Fredy dan Desta sempat berpandangan. Gina duduk di sebelah Anjani yang tiba-tiba membuka mata. "Jani..." Gina memastikan, sontak Desta, Fredy, dan dokter yang masih disana menoleh kearah Anjani. "Sayang, mana yang sakit? Bilang padaku" Desta merunduk mendekati Anjani yang dipapah Gina untuk bersandar di punggung ranjang. "Karena nona Anjani sudah sadar, saya akan menanyakan beberapa pertanyaan, apa boleh?" Tanya dokter melihat Anjani mulai memenuhi kesadarannya. "Silahkan dok" jawab Anjani lemas. "Maaf nona, apa yang dirasakan sekarang? Dan apakah ada makanan dan minuman yang anda konsumsi sebelum tak sadarkan diri?" "Nyeri dok, saya rasa yang paling sakit disini" tunjuk Jani dengan telapak tangan yang menempel pada selimut yang menutupi pahanya. Yang ada di kamar itu masih diam, dan geram dengan pemikiran masing-masing. "Saya hanya minum jus, lalu lampu di hall padam, dan..." ucapan Anjani berhenti. "Jani..." Gina tak kuat mendengar ucapan Anjani. Anjani mulai gelisah, mendadak kepalanya sangat sakit dan Desta merengkuh gadisnya dalam pelukan," Sudah sayang, jangan diucapkan. Tenang ya, aku disini. Aku akan menjagamu" Desta menguatkan hati menghadapi Anjani yang mulai menangis dan memukul kepalanya sendiri. "Maaf tuan Desta, saya akan atur pemeriksaan besok dan akan segera saya kirim datanya setelah ini. Untuk malam ini saha resepkan obat penenang dosis rendah dan penghilang nyeri agar nona bisa beristirahat" lalu dokter menyerahkan sebuah kantung obat yang diterima oleh Fredy. Fredy dan Gina memutuskan untuk menginap di rumah Desta. Sementara Desta sedikitpun tak beranjak dari sisi Anjani. Ia masih memeluk gadisnya meskipun Jani sudah tertidur dengan bantuan obat. "Maafkan aku sayang, maaf..." tak tertinggal ia menciumi puncak rambut Anjani. Gadis di pelukannya masih sesekali menggeliat gelisah dalam tidurnya. Desta dengan setia mengusap pelan rambut Anjani yang tergerai menyalurkan perlindungan. *** Gina dan Fredy jalan beriringan menuju sebuah ruang psikiater, dibelakang mereka ada Desta dengan Anjani yang dibantu dengan kursi roda. Bukan tanpa alasan Desta melakukan itu, karena sedari pagi saat Gina membantu gadis itu bersiap, Jani sering mengeluh badannya yang nyeri dan memar yang makin menghitam. Setelah melakukan pemeriksaan oleh seorang psikiater dan dipastikan Jani bisa di visum, sekali lagi gadis itu merengek di genggaman Desta. Dengan sabar Desta meyakinkan bahwa dia akan baik-baik saja. Entah apa yang Anjani pikirkan sekarang. Gadis itu jadi murung dan tak terlihat banyak bicara seperti biasanya. Melewati beberapa prosedur visum sampai akhirnya mereka bertolak untuk pulang. Fredy dan Gina pamit untuk kembali ke rumah. Meninggalkan Desta dan Jani yang akhirnya dipercayakan untuk tinggal dirumah Desta. "Sayang, apa kamu lapar? Mau makan makanan jepang?" Ucap Desta membujuk kemurungan kekasih hatinya. Yang ditanya masih diam, hanya menoleh sebentar lalu kembali menatap pemandangan di sekitar jalan yang mereka lewati lewat kaca mobil. Desta tak memaksa namun pria itu tak kehabisan ide. "Hmm aku akan memutar musik, coba kita lihat apa list lagu kita sekarang..." jari Desta terulur menyentuh layar di dalam mobil yang menampilkan beberapa fitur mobil, dan salah satunya adalah musik. Baru sekali Desta men-scroll layar Jani menghentikan gerakan Desta. "Aku ingin makan di restoran western kesukaanmu" lalu dengan sedikit menyunggingkan senyum di bibir manisnya. Desta hanya membalas dengan senyuman yang tak kalah manis, lalu menggenggam tangan kekasihnya. Siang itu restoran cukup ramai pengunjung. Desta membawa Jani memasukin ruang vip karena takut Jani akan tidak nyaman dengan ramainya pengunjung. Hidangan siang itu mereka habiskan dengan tidak terlalu banyak obrolan. Hanya saja Desta bisa membuat situasi yang tidak perlu canggung. Anjani yang masih diperlakukan istimewa seperti biasa oleh pria tampannya itu terlihat ingin menangis. Beberapa kali ia mencuri pandangan untuk menghapus air mata yang ingin menetes. "Sayang..." panggil Anjani setelah mereka selesai menyantap makan siang. Desta yang senang Anjani mulai mau banyak bicara tersenyum lalu menggenggam lembut tangan kekasihnya," Iya sayang, ada lagi yang kamu inginkan?" "Bagaimana dengan hasil pemeriksaanku tadi?" Tutur gadis itu sedikit terbata. "Dokter bilang hasilnya akan keluar dua hari lagi. Memang kenapa, tenang saja jangan khawatir aku akan mengurus semuanya" jawab Desta mencoba menjelaskan tanpa harus menyinggung kejadian lalu. "Bagaimana dengan dirimu?" Kali ini Anjani memberanikan diri. "Aku?" Desta heran akan pertanyaan Anjani. "Aku disini, memang kenapa sayang..." dengan lembut Desta menanggapi. "Apa aku masih pantas disini bersamamu?" Ucap Anjani tertunduk. Matanya sudah basah berlinang. Desta langsung berdiri dan merengkuh Anjani dalam pelukannya. "Sayang, jangan pernah mengucapkan itu lagi. Aku mencintaimu, tulus sepenuh hati. Aku tidak akan mempermasalahkan apapun sayang. Bagiku, kamu masih Anjani ku. Tidak adabyang berubah" ucap Desta dalam kemampuannya menyelami kesedihan sang kekasih. "Sudah berapa kali ini terjadi, dan aku tak tau apakah berikutnya aku masih bisa berdiri disampingmu lagi. Aku tidak pantas Desta..." tangis Anjani makin menggelegar. Desta menangkup wajah gadis cantik itu. Memahami perasaan yang sedang tak menentu. Sebenarnya Desta tidak terpikir untuk meninggalkan Anjani. Bahkan sebaliknya, kekalutan dan kemarahan yang ia simpan sampai hari ini karena ia sangat ingin menghukum tingkah b***t David. "Sayang, apapun itu aku tidak akan peduli. Secepatnya aku akan menikahimu. Tenang saja, semua ini akan berlalu. Dan aku pastikan siapapun yang menyakitimu akan mendapatkan ganjaran yang setimpal" akhirnya Desta mengungkapkan pemikiran yang sejak semalam mengganjal. Ya, dia ingin segera menikahi Anjani. Seperti yang pernah ia ucapkan bahwa setelah Anjani lulus, ia akan segera menikahi gadis itu. *** "Bagaimana hasilnya?" "Aku merasa ini terlalu kejam untuk Anjani pa..." David mengerutkan kedua alisnya. "Sudah sejauh ini, dan kamu tidak bisa mundur. Dengan bukti foto-foto ini kamu bisa memaksa untuk menikahi gadis itu. Dan jangan lama untuk mengambil sisa kepemilikan keluarga Atmaja" tersungging senyum menyeringai dari pria paruh baya itu. David memandang kosong hamparan gedung bertingkat yang membentang di depannya. Di lubuk hati terdalam ia menaruh hati pada Anjani. Namun yang dilakukan orang tuanya selama ini tentu saja melibatkan dia. Bahkan saat dulu Anjani membutuhkan biaya kuliah, dialah yang mengajukan ke pihak direktorat yayasan. Demi Anjani, dan rasa bersalahnya pada gadis itu selama ini. "Setidaknya kamu menang atas Anjani sekarang dibanding putra Ronald Barack itu. Bukankah alasanku ini menarik untukmu?" David seakan mendapat dukungan semu dari ayahnya. *** "Siang boss. Ini adalah data yang anda inginkan" ucap Ricko lalu menyerahkan sebuah map yang agak tebal pada Desta. Desta tidak langsung membukanya. "Sampaikan pada para penyidik kita untuk tetap mengawasi pergerakan mereka. Untuk sementara sampai disini dulu" tegas Desta kemudian. "Baik boss. Oh ya, untuk persiapan pernikahan anda sudah dipersiapkan. Hanya hari ini anda dan nona Anjani perlu melakukan fitting baju dan cincin nikah" jelas Ricko. "Oke, siapkan semua hari ini dan bawa ke rumah. Aku tidak mau Anjani akan kelelahan. Dan sebelum pulang aku perlu ke rumah sakit mengambil hasil visum" "Akan saya kerjakan sesuai perintah anda boss" dan Ricko pamit undur dari ruangan. Desta membaca dengan teliti berkas yang sudah dilaporkan sekretarisnya. Dan ia terpaku pada kebenaran siapa seorang Anjani Putri. Ya, dialah gadis masa kecil yang dulu pernah ditemuinya di danau rumah lama Desta sebelum kematian sang mama. Apa ayahnya juga mengenal keluarga Anjani? Atmaja. Itulah nama keluarga gadis kesayangannya. Desta masih kembali membalik halaman demi halaman map di tangannya. Dan ini, akuisisi sebagian kekayaan Atmaja pada Daniel Wijaya. Tangan Desta seketika menggenggam bahkan hampir menghancurkan berkas di tangannya mendengar nama itu. Apa yang telah dilakukan keluarga David pada Anjani selama ini. Kepala Desta mendadak pening. *** Mobil Desta terparkir rapi di halaman mansion. Saat memasuki pintu utama ia sudah mencium wangi sedap masakan dari dapur lantai dasar. Kakinya melangkah senang menuju dapur dan mendapati Anjani disana bersama dua orang maid yang sepertinya mereka sedang asyik memasak bersama. Melihat kedatangan Desta, para maid itu mundur selangkah dan menyapa hormat yang dibalasi anggukan oleh Desta. "Apa kau lapar? Sampai langsung mendatangiku kesini?" Anjani menyunggingkan senyum manisnya. Setelah kejadian beberapa hari lalu gadis itu mulai berangsur pulih. "Wangi masakanmu tidak bisa membuatku diam saja menunggu di meja makan sayang..." balas Desta dengan rayuan justru membuat Anjani tertawa senang. Melihat senyum merekah kekasihnya Desta merasa kalau Anjani sudah bisa melupakan kejadian kemarin. "Apa sudah selesai?" "Tinggal menyajikan, kau perlu sesuatu?" "Aku membawa hasil pemeriksaan dokter, kamu mau membacanya?" Sejenak Anjani memantapkan hati lalu mengikuti Desta menuju ruang tengah. Meninggalkan para maid yang menggantikan tugasnya menyajikan makanan. Desta menyodorkan amplop hasil pemeriksaan dan visum. Anjani membuka amplop itu dengan d**a berdebar. Berharap semuanya baik-baik saja. Setelah membaca beberapa menit mencoba menerima yang terjadi kepadanya, Desta melihat mata gadisnya mulai berlinang. Dengan lembut pria itu mendudukkan diri di sebelah Anjani dan mengelus pundak gadisnya menenangkan. "Kenapa sayang, hmm? Ceritakan dulu jangan menangis..." Anjani melabuhkan diri dalam pelukan hangat Desta. "Aku mengingat yang aku alami malam itu, tapi setelah melihat hasil ini aku sedikit lega karena apa yang kujaga selama ini masih bisa kupertahankan untukmu..." kembali air mata Anjani berderai. Tak lama ada seorang maid datang dan menyerahkan sebuah paket dokumen. Desta bingung, terlebih Anjani. Selama ini semua dokumen yang dibutuhkan biasanya akan dikirim ke alamat perusahaan. "Siapa yang mengirimnya?" Selidik Desta pada maid itu. "Maaf tuan, tadi seorang pengantar paket yang menyampaikan ke alamat ini" jawab maid itu lugas. Desta kembali bingung. Setelah maid itu pergi, Desta masih saja membalik balik amplop coklat besar berisi dokumen yang entah apa itu. Sedikit tergesa ia membukanya dan sangat mengejutkan mereka berdua bahwa amplop itu berisi foto Anjani bersama David dalam keadaan yang tidak semestinya. Anjani berusaha meraih foto-foto itu dan segera merusaknya. Gadis itu berteriak histeris sampai akhirnya Desta harus mendekap Anjani sangat erat demi menenangkan gadia itu. Sebuah panggilan menginterupsi dan segera diterima oleh Desta, "Bagaimana kejutanku Mr. Desta Barack? Jangan bilang sekarang kau sedang memeluk gadis pujaanku karena dia menangis melihat potret dirinya sendiri" suara di seberang sana yang membuat Desta benar-benar ingin menghajar orang tersebut. "Apa maksudmu David!! Kau mulai mempermainkan Anjani sekarang! Kalau kau ada masalah denganku jangan coba-coba mengganggu calon istriku!" Bentak Desta penuh emosi. David tertawa di seberang sana," Calon istrimu? Kau masih nekat menikahi gadis yang jelas sudah pernah tidur dengan pria lain? Apa yang akan ditulis para media kalau mereka mengetahui ini ya" jelas ini sebuah ultimatum untuk Desta. Sekilas Desta menatap gadis di sampingnya. Mata Anjani masih sembab dan kemerahan. Benarkah ia mulai ragu hanya karena ucapan omong kosong David? "Kau pikir aku bodoh hah! Anjani masih milikku, selamanya dia akan bersamaku. Jangan kau pikir aku akan ragu untuk tetap menikahinya!" "Baiklah... tapi seorang pewaris B&G Group yang terkenal bahkan dengan rela hati menikahi seorang gadis yang entah bagaimana asal usulnya dan jelas sudah pernah bersama pria lain, sungguh miris..." kesekian kali David mengucapkan hal yang menyayat hati Desta. Tak terima kekasihnya dihina Desta pun naik pitam," Aku akan melaporkan hal ini sebagai tindak kriminal, kau akan menerima balasan karena coba mengganggu kami!" "Coba saja Mr. Desta Ronald Barack. Besok pagi foto-foto itu akan menjadi headline news di setiap portal berita nasional bahkan internasional" terbit senyum smirk di kedua sudut bibir David. Desta tak membalas. Dia terpojok, dalam dua pilihan yang pastinya sama-sama merugikan dirinya apalagi Anjani. Anjani yang melihat raut wajah Destabyang berubah setelah menerima panggilan seperti menerima intuisi akan hal buruk yang akan terjadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD