Jangan Lepaskan Genggaman Ini

1883 Words
Suara kucuran air dari dalam kamar mandi menandakan adanya aktifitas disana. Anjani yang memang bangun pagi sekali sengaja bersiap lebih awal setelah kemarin Desta mengatakan memberinya pekerjaan. Tidak sulit bagi Jani untuk meminta tapi rupanya gadis itu memilih untuk mengikuti prosedur perusahaan. Ya walaupun sebenarnya Desta sudah mengatur segala sesuatu di bagian HRD. Langkah kaki Desta yang masih mengumpulkan kesadaran, membawa dirinya menuju kamar Anjani yang berada di lantai atas. Bagaimanapun ia memutuskan untuk berbeda kamar dengan kekasihnya. Saat membuka pintu pria itu tidak menemukan siapapun. Ia mencari ke walk in closet, juga tidak ketemu. Baru akan membuka handle kamar mandi Desta menyadari ada suara dari dalam sana. Tepat ia melepas gagang, pintu pun terbuka dan menampilkan Anjani yang hanya mengenakan bathrobe pendek diatas paha. Jani yang terkejut hampir saja terpeleset dan jatuh jika tidak ditahan oleh Desta. Desta sontak membelalak karena keterkejutannya. Apalagi sekarang posisinya yang tepat menghadap gundukan indah Anjani yang memperlihatkan belahan dadanya. Oh tidak, apakah si 'adik' disana juga menyadarinya? Desta segera membantu Anjani untuk kembali berdiri dan benar saja 'adiknya' telah tegak sempurna. Desta yang hanya mengenakan boxer sadar kalau itu bukan pemandangan yang tepat di pagi hari seperti ini. "Kamu! Kenapa masuk kamar sembarangan Desta!" Kesal Anjani yang masih meredam keterkejutannya. "Aku?" Kikuk mendera Desta. Dia harus mengatakan apa? Otaknya yang biasa selalu siaga dalam segala situasi mendadak tidak bisa bekerja sama. "Aku, kenapa?" "Iya kamu Desta!" Namun Anjani mendapat ide untuk mengerjai pria tampannya itu. Saat dia tau kalau si 'ganteng' itu masih saja di posisi yang sama. "Aku cuma mau bilang selamat pagi, ya selamat pagi sayang..." jawab Desta asal. Anjani berjalan gemulai mendekati Desta. Bukannya menerima, Desta malah bergerak mundur mencoba menjauh. "Selamat pagi juga sayangku..." balas Jani kemudian dengan seringai yang dibuat nakal. Tanpa disadari Desta dia sudah sampai di tepi ranjang dan jatuh telentang disana. Dadanya berdebar tak karuan. Antara berpacu dan menahan. Sungguh ini bukan situasi yang baik untuknya. Anjani masih saja mencoba merayunya. Apa ini, haruskah ia berolah raga pagi bersama Anjani? Bisa jadi schedule hari ini tergantikan dengan seharian bersama Anjani. "Kamu kenapa sayang?" Anjani mendekatkan telinganya di d**a Desta. "Sayang, detak jantungmu seperti... apa kamu kena serangan jantung?" Mata Anjani berkedip genit. Bahkan ia sudah berada diatas Desta bertopang di kedua tangannya yang mengukung Desta di bawah. Desta gemas sekali melihat tingkah kekasihnya itu. Rasanya ingin memulai tapi hatinya bertindak lain. "Jani sayang, bisa kita selesaikan ini? Aku ada jadwal meeting pagi jadi seharusnya aku bersiap sekarang..." Desta mulai mengkerut. "Oh... bukannya kamu bilang mau mengucapkan selamat pagi untukku..." makin dekat Jani menempel hingga dadanya tepat bergesekan dengan d**a bidang Desta. Benar saja, keduanya mulai merasa ada sesuatu yang berdesir kuat. Anjani pun merasa karena gesekan di kedua ujung dadanya menimbulkan perasaan yang makin lama bisa saja meledak. Desta membalik keadaan dan berganti mengukung tubuh Anjani di bawahnya. Wajah mereka bahkan hanya berjarak tak lebih dari sepuluh senti. Hidung mancung Desta menempel di ujung bibir Anjani. Mencium hembusan mint gadis itu di pagi hari bahkan wangi sabun aroma blossom sangat menyejukkan di pagi hari. Desta seakan terlena akan wewangian hingga kepalanya mulai menelisik ke ceruk leher Anjani. "Sa..yang..." ucap Anjani mulai terbata seiring helaan nafas Desta yang terasa di leher dan dadanya. Desta masih berkelana mencari kesegaran itu. "Aku sepertinya menginginkanmu pagi ini sayang..." mata pria itu kini terpejam, hanyut dalam kedamaian yang ia dapatkan dari sang pujaan hati. Anjani mencoba membangunkan kesadaran Desta. Namun yang terjadi malah bibir merah pria tampan itu kini menempel di bibirnya yang masih polos tak berpulas apapun. Awalnya sangat lembut. Anjani membalas ciuman itu sama lembutnya. Lalu Desta bergerak hingga Jani merasakan keberadaan 'adiknya' dibawah sana. Itu membuat miliknya ikut berdenyut. Ciuman itu berubah dalam dan Desta terus memaksa. "Ahh..." desah Anjani pun keluar tak bisa dibendung. Membuat keduanya tersadar. "Aku, maaf sayang aku sudah kelewatan" tutur Desta sambil bangun lalu duduk di tepi ranjang. Anjani mengikuti kekasihnya. Menatap wajah Desta yang merasa bersalah. "Sayang, itu bukan salahmu tapi aku. Maaf..." Anjani menyenderkan kepala di pundak kekasihnya. Desta menangkup pipi kenyal Anjani, " Cepat pakai bajumu atau tidak kau benar-benar akan membuatku bersalah" senyum lebar terbit di bibir Desta. Pria itu pun kembali ke kamarnya untuk bersiap. *** Suasana kantor di hari jumat cukup meriah. Kebanyakan karyawan akan segera menyelesaikan pekerjaan yang tersisa agar tidak menumpuk di awal senin nanti. Anjani berjalan menuju ruang HRD bersama Ricko. Setelah bertemu Diana, wakil kepala departemen tersebut ia diantarkan menuju sebuah ruang. Ruangan itu cukup privat meski tak terlalu luas. "Anjani, ini ruanganmu sekarang. Kamu bekerja sebagai salah satu staf Departemen Perencanaan Konstruksi sesuai pengalaman dan spesialisasimu. Kalau ada pertanyaan silahkan menghubungi Eva, dia wakil kepala departemen ini" Lalu datang seorang wanita cantik dengan setelan dress selutut dan sepatu heels yang lumayan tinggi. Cara berjalannya sangat anggun ala kaun sosialita. "Perkenalkan saya Eva. Kamu staf baru di departemen perencanaan konstruksi. Semoga kamu bisa bekerja sama dengan baik" ucap wanita itu tegas dan dingin. Anjani memberikan senyum ramahnya. Berbeda dengan Eva yang masih saja menatap dingin kedua perempuan itu. Lalu Eva berlalu begitu saja meninggalkan Anjani dan Diana yang berjalan duduk mendekati meja kerja. "Anjani, mungkin ini diluar urusan pekerjaan. Tapi sepertinya sebelum ini aku pernah melihatmu bekerja disini juga..." tanya Diana setelah mereka duduk berhadapan. "Iya benar, aku dulu magang disini. Karena Desta, eh, maksudku Tuan Desta memberiku kesempatan magang" Anjani malu atas tindakan bodohnya. Mana bisa ia memanggil nama Desta begitu saja di wilayah kantor. "Jangan sungkan Anjani, kami semua tau kok kalau kamu ini calon istri bos kami" jawab Diana diikuti senyum lebarnya. "Benarkah? Wah malu sekali aku, apa kata karyawan yang lain jika aku berpapasan dengan mereka..." pikir Anjani akan sungkan sekali kalau identitasnya terekspos begitu saja. "Siapa yang akan berani mencibirmu Anjani, Bos kami itu orang yang dingin. Tak tersentuh oleh wanita manapun, termasuk Eva yang asal kau tau saja dia pernah mengajak Tuan Desta untuk makan malam tapi ditolak mentah-mentah. Miris bukan..." tutur kata Diana sudah seperti paparazi pembawa berita. Anjani menelan ludah. Apa benar sikap Desta seperti itu. Ini sangat berbanding terbalik dengan yang selalu ia terima. "Miss Di--" "Ehhh!? Panggil saja Diana, begini juga aku maish muda Anjani..." sela Diana. "Iya maksudku Diana, aku senang di awal masuk kerja aku merasa sudah diterima apalagi bisa berteman dengan karyawan baik sepertimu..." lugas Anjani seakan berterima kasih. "Aku juga senang, ternyata kau memang gadis yang baik dan cantik. Seperti yang aku dengar dari karyawan lain. Dan juga, aku senang akan mendapat Nyonya Bos yang ramah seperti dirimu..." mereka berdua pun tergelak karena kelakar Diana. "Kamu memang pintar merayu Di..." kegembiraan itu rupanya disaksikan sepasang mata. Pemiliknya tidak suka melihat tawa Anjani yang begitu sumringah. "Aku tidak akan menyerah!" Ucapan dingin itu seperti sebuah peringatan tanda bahaya. *** Di ruangannya Desta sibuk berdiskusi dengan Ricko. Proyek yang mereka kerjakan bersama perusahaan Wijaya sudah sepenuhnya selesai tinggal menyelenggarakan pertemuan untuk membahas laporan sesuai kesepakatan yang sudah ditanda tangani dari awal. "Usahakan ini selesai dengan cepat, setelah ini jangan pernah menyentuh perusahaan itu lagi. Kita masih punya rekanan atau anak perusahaan kita sendiri" tegas Desta memberi titah. "Baik Tuan..." Ricko hanya patuh menuruti. "Oh ya, bagaimana Anjani. Apa dia sudah ditempatkan di ruangan yang kuminta untuk kau siapkan tadi?" "Sudah Tuan. Nona Anjani sudah berada di ruangannya" "Oke pastikan ruangan itu aman dan diawasi dengan baik. Aku tidak mau kalau dia kenapa napa" helaan nafas Desta terdengar merdu sesuai suasana isi hatinya. Baru saja Ricko akan keluar ruangan Desta memanggilnya kembali. "Bagaimana persiapan pernikahanku. Jangan terlalu mewah dan tidak terlalu sederhana juga. Karena aku tidak mau membuat Anjani tidak nyaman" "Apa Tuan masih ingin melanjutkan rencana ini? Bagaimana dengan--" "Aku tau Rick, akan kubicarakan dengan Papa tentang ini. Kau kerjakan tugasmu saja" "Baik Tuan, tinggal menyelesaikan menyebar undangan dan apa Tuan mau memilih sendiri menu makanannya nanti?" Tanya Ricko memastikan. "Aku rasa tidak perlu. Hanya pastikan semua makanan aman, dan terjamin" Desta menyenderkan punggung di kursi kebesarannya. "Oke bos, semua akan segera beres" senyum lsbar Ricko sembari berlalu dari ruang kerja. *** Anjani melangkah menuju pantry karyawan untuk membuat kopi. Rupanya di awal masajya bekerja, berbagai tugas seakan bertumpuk menghiasi mejanya. Bukan hal yang aneh karena perusahaan sebesar B&G akan banjir dengan berbagai proyek. Desta yang selalu melayangkan protes karena gadis itu nekat untuk memilih lembur daripada menunda pekerjaannya saja tidak dihiraukan. Sudah dua minggu berjalan dan Anjani terlihat menikmati setiap kesibukannya. Suasana kantor yang sepi dan beberapa ruang yang sudah gelap tak menjadi halangan Anjani untuk menyelesaikan laporan pembangunan salah satu gedung pemerintahan yang bekerja sama dengan perusahaannya. Saat hendak melangkah keluar pantry tiba-tiba Anjani mendengar bunyi seperti ada yang jatuh. Pandangannya berbalik melihat ke arah jendela ruang itu yang memang langsung tembus ke luar gedung. Tidak ada apa-apa. Hanya saja hordengnya sempat berhembus sebentar. "Apa ada orang yang masuk lewat jendela?" Gumam Anjani, "Tapi ini di lantai 10, pasti susah kan kalau masuk lewat jendela?" Gadis itu masih menggerutu. Merasa tidak perlu lagi Jani hendak keluar ruang pantry, tapi langkahnya dicegah oleh seorang pria. Anjani kaget bukan main dan jelas berteriak hingga gelas kopi di tangannya terjatuh dan pecah. "Aaahhh!!!" Pekik Anjani lalu mundur beberapa langkah ke belakang. "Tenang Anjani! Aku tidak ingin menyakitimu!" Pria itu berbicara. "Kenapa kau bisa masuk?! Kenapa! Mau apa lagi hahh!!" Jani mencoba menguatkan dirinya sendiri. Pikirnya akan sulit meminta bantuan saat kondisi kantor sedang sepi. "Tenang dulu jangan berteriak Jani, aku hanya ingin bicara denganmu.." pinta si pria. Jani sampai di ujung meja pantry. Ia memperhatikan pria yang tak lain adalah David, dia duduk di salah satu kursi bar di dalam pantry. "Kau tau foto yang aku kirim ke alamat rumah Desta? Dan pesanku yang akan menyebarkan foto aib kita jika dia nekat menikahimu?" "Aku tau! Tapi jangan pikir kalau Desta terpengaruh dengan itu!" Anjani masih membalas dengan bersungut. "Pasti. Desta tidak akan mungkin meninggalkanmu. Tapi apa kamu pikir kamu bisa melihatnya hancur jika kalian menikah nanti?" Anjani bingung. Sebenarnya apa maksud yang David ucapkan itu. "Kami memiliki perasaan yang sama, kami saling mencintai. Jangan kira kau bisa menghancurkanya dengan alasan aku atau apapun itu. Mendengar yang diucapkan Anjani membuat David tertawa pongah. "Anjani Putri... kau gadis yang sombong ternyata. Selama ini kau selalu berada di belakang seorang Desta Ronald Barack. Coba kau ingat kembali, kalian berdua tak lain dari pasangan yang tidak sengaja bertemu dan kau hanya merasa balas budi dengan apabyang dilakukan Desta untukmu" "Apa kau sedang merendahkan aku?" "Oh tidak. Hanya saja kau harus sadar bahwa apa yang akan dikatakan banyak orang tentang Desta yang menikahi gadis sembarangan. Aku masih menahan niatku untuk membeberkan foto-foto itu untuk memberimu satu kesempatan lagi. Bahkan Om Ronald Barack belum tau pasti siapa dirimu. Perlu kau ingat siapa Desta dan bagaimana keluarganya sangat terpandang. Dia bisa saja mendapat perempuan yang jauh lebih baik dari dirimu ini..." senyum menyeringai menghiasi sudut bibir David. Wajah Anjani mulai sendu. Apa yang David ucapkan bukan merendahkannya, tapi memperlihatkan kenyataan tentang dirinya dan bagaimana seharusnya dua mengambil sikap. Air mata berlinang di sudut mata gadis itu. Seperti sebuah tamparan bahwa kenyataan ini begitu menusuk hati. "Ingat Jani, menikahlah denganku dan tinggalkan Desta. Atau aku akan menghancurkan seluruh hidup pria kesayanganmu itu" David melangkah pergi dan Anjani hanya bisa terpaku sendiri. Apa benar dia seharusnya menjauh dari Desta? Tapi saat otaknya berpikir seperti itu jantungnya terasa berdenyut seakam berkata tidak untuk pergi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD