Sunrise
Pagi yang cerah. Anjani dengan langkah setengah berlari segera menuju koridor ruang kelasnya karena dia yang terlambat masuk kelas kuliahnya. Perkuliahan yang ia jalani cukup membuatnya sibuk mengatur waktu, bagaimana tidak, selain kuliah dia juga harus bekerja sambilan sebagai pelayan di cafe tak jauh dari tempat dia ngekos.
Sampailah Anjani di kelasnya pagi ini saat sang dosen baru saja akan membuka benda lipatnya dan seketika ia kikuk karena jadi sorotan dosen dan teman-teman mahasiswa yang hadir pagi itu.
"Kesiangan lagi ya cantik? Aduh... kebiasaan ini kan telat mulu, ambil kelas karyawan aja biar gak capek badannya sayang..." suara Gina meledek dari bangku belakang.
"Sssttt... udah jangan bawel. Mana mampu aku bayar uang semester kelas karyawan yang pastinya lebih mahal. Lagian kalo aku masuk kelas karyawan, kalian akan kesepian nggak ada toa mushola di kelas ini" jawab Jani sambil membuka buka tumpukan buku di dalam tas nya. Entah kenapa mengambil buku catatannya saja terasa sangat sulit padahal dia hanya memasukkan 4 buku hari itu.
Perkuliahan Jani selesai tepat di jam sebelas siang. Berangkat pukul tujuh, menikmati dua mata kuliah dan selesai pukul sebelas cukup membuat perutnya keroncongan. Kembali ia mendekati Gina berharap gadis itu berkenan diajak makan siang bersama.
"Gin, mau makan bareng nggak?"
" Boleh. Tapi tunggu sebentar aku ke toilet dulu. Oh ya titip tugas untuk besok ya, rencananya aku akan absen besok. Biasalah, bosan aku kalo harus mengikuti kelas dosen Bapak botak itu..."
"Baiklah..." jawab Jani malas yang sudah paham kebiasan Gina. Setiap hari rabu memang ada perkuliahan manajemen bisnis yang diajar oleh dosen separuh baya dengan ciri khasnya berambut plontos alias botak.
Gina berlalu ke toilet dan Jani masih menunggui sambil duduk di bangku sekitar toilet. Tak sengaja tugas Gina terjatuh dan Jani hendak mengambilnya. Saat dia menunduk tiba-tiba ada yang menubruknya dari samping "Aduhh!!" seketika Jani mengaduh bukan hanya karena sakit tapi juga kaget tergoyang oleh tubuh yang menubruknya.
"Ohh maaf?! sakit ya?" lalu terdengar suara riuh tak jauh dari situ.
Entah angin apa yang membuat pria itu, ya.. yang menubruk Jani seorang pria, langsung duduk dan merangkul pergelangan tangan Jani seketika menariknya berdiri
"Ehh... apa ini?" Jani masih heran dan kaget.
Tak lama Gina keluar dan ikut kaget karena ada beberapa gadis yang berlari ke arah Jani. Dan dia sedang merangkul seorang pria? Siapa? batin Gina heran.
"Stop!" teriak pria itu."Jangan kejar aku lagi ladies. Maaf aku sedang bersama kekasihku jadi jangan sampai dia memarahiku karena kalian mengejarku seperti ini" tegasnya pada para gadis itu.
Yahh.... para gadis yang tadi bersemangat mengejar pria itu tentu saja kecewa karena pria yang mereka gandrungi ternyata sudah memiliki tambatan hati. Lalu mereka pergi dengan masih menyesali kenyataan yang mereka dapat saat ini.
Jani seperti tertembak jepang. Hanya bisa melongo dan mematung menyaksikan apa yang ada di hadapannya. Dan siapa pria ini? Bahkan dia mengaku sebagai kekasihnya? Kekonyolan apa ini?
"Jani? Kau sudah punya pacar?" tanya Gina mengagetkan Jani yang wajahnya terlihat seperti kepiting rebus. Antara malu, kesal, marah, dan apalah itu.
"Kekasih? Pacar?" Jani menolehkan wajahnya ke arah Gina, lalu kembali ke pria itu dengan tatapan sadis."Heh!! Siapa kau? Kenapa mengaku sebagai kekasihku!!" tak taha lagi Jani ingin menelan pria ini hidup-hidup saking kesalnya.
Menyadari situasi tidak baik, tiba-tiba pria itu langsung berlari tak lupa menarik lengan Jani untuk mengikutinya. Meninggalkan Gina dengan masih termangu dan mereka pun juga tak jadi makan siang bersama.
Pria itu spontan membawa Jani ke parkiran dan memasukkannya ke dalam mobil. Melajukan sampai mereka di sebuah cafe, dan itu cafe tempat Jani bekerja.
"Heii!! Jangan menarikku terus! Sakit!" Jani melemaskan lengannya. Seketika telapak tangannya kebas karena terus saja digenggam oleh pria aneh yang mengaku kekasihnya itu.
"Hai nona, tolong jangan marah dulu. Maaf aku sudah merepotkanmu dan sebagai permintaan maafku, siang ini kau bisa makan siang sepuasmu.."
Jani kembali melongo dan akhirnya mengambil duduk di salah satu meja di sudut cafe dekat dengan kolam ikan mini yang ada di cafe itu. Wajahnya terlihat dongkol sekali. Untung saat ditubruk tadi tugas Gina tak sempat terinjak jadi dia masih bisa selamat dari kegarangan teman akrabnya itu dan menjaga tugas itu untuk diserahkan besok.
Pria itu duduk berhadapan dengan Jani. Jarak mereka hanya sebuah meja kayu berukuran 80x80 cm. Pria itu bingung bagaimana caranya menyampaikan maaf pada gadis yang sudah dongkol tak karuan itu.
"Oh ya kenalkan, aku Desta. Desta Ronald Barack lebih tepatnya" jawab si pria sambil mengulurkan tangan tak lupa senyum manisnya.
"Anjani!" oh rupanya gadis cantik berambut pirang kecoklatan itu masih kesal pada Desta."Eh tunggu, siapa tadi kau bilang? Siapa namamu?"
" Desta.."
"Bukan... nama panjangmu, Ronald, Ronald siapa tadi.." tanya Jani mencoba menerka.
"Barack?" ganti Desta yang heran dengan pertanyaan gadis di depannya.
"Oh tidak!!" wajah Anjani terkesiap segera mendengar jawaban itu. "Kau narasumber seminar di aula lantai 3 hari ini? maksudku seminar ekonomi bilateral hari ini kan?"
"Rupanya kau up-to-date juga sebagai seorang mahasiswi. Ya aku tadi selesai mengisi seminar di aula lantai 3 gedung kampusmu, dan tak tahu tiba-tiba beberapa gadis mendatangi dan berebut foto serta minta tanda tangan. Padahal kan mereka bisa mengantre satu persatu, sampai saat aku keluar pun mereka masih mengejarku, dan..." Desta menatap Jani lalu tersenyum malu akan apa yang dia lakukan tadi.
"Oh tidak... Bapak Desta apa harus seperti itu kau menghalau segerombol gadis saja. Apa yang mereka pikirkan nanti jika mereka percaya bahwa aku benar kekasihmu" protes Jani di puncak kekesalannya. Lalu disandarkan punggungnya kebelakang dan bersedekap malas.
"Maaf ya aku harus seperti itu. Tadinya aku ingin menolak undangan seminar itu karena pasti ada saja kejadian seperti tadi yang sebenarnya aku sendiri tidak suka. Tapi mau bagaimana lagi, sudah terjadi..." jawab Desta bermaksud meminta maaf dan memahamkan tentang perdebatan mereka.
"Ah sudahlah... aku tak mau memikirkannya lagi. Asal kau tahu, karena dirimu aku tidal jadi makan siang dengan temanku dan melewatkan satu jam bersamamu sedari tadi. Bahkan sekarang perutku terasa nyeri karena kelaparan" jawab Jani yang tak peduli lagi akan malu mengatakan kalau dia memang benar-benar lapar.
Desta malah terkekeh mendebgar jawaban gadis itu lalu melambaikan tangan bermaksud memanggil pelayan untuk menuju meja mereka. Tapi sekejap Jani meraih tangannya lalu berkata "Mau apa kau?" ucap gadis itu.
"Memanggil pelayan, mau apa lagi?"
"Hei... jangan membuatku malu dengan memanggil temanku untuk melayani kita disini..."
Desta pun bingung dengan jawaban Jani "Maksudnya?" jawab Desta sambil menaikkan satu alisnya.
Jani mendengus lalu seketika beranjak dari kursi, dan kembali dengan nampan nasi bakar tak lupa ikan gurame goreng dipadu sambal matah dan segelas jus wortel. "Kau mau makan apa?" tanyanya pada Desta.
Desta yang sebenarnya masih bingung hanya menjawab beef steak dengan segelas air putih untuk makan siangnya.
Tak lama Jani kembali membawakan pesanan Desta dan mereka makan bersama.
Disela makan siang mereka, Desta mencoba mencari jawaban dari kebingungannya.
"Bagaimana kau bisa mengambil pesananmu sendiri disini? Apa cafe ini milikmu?"
"Bukan" jawab Jani datar sambil terus melahap ikan guramenya yang sangat menggoda.
"Lalu?"
"Aku bekerja disini"
"Kau? kuliah sambil bekerja?"
Seketika Jani menoleh ke arah Desta "Kenapa? Ada yang salah?" lalu kembali menyantap makanannya tanpa peduli ekspresi dan respon Desta terhadapnya.
"Hmm... tidak, hebat. Ya kau gadis hebat, semangat ya..." dan pria itu kembali melahap daging steaknya yang sudah terpotong jadi beberapa bagian.
Dalam hati Anjani sedikit senang karena sebenarnya dia ingin sekali hadir di seminar hari ini. Tapi karena jam acaranya berbenturan dengan jam mata kuliah, dia mengurungkan niatnya untuk hadir. Hanya saja dia masih kesal karena Desta sukses membuatnya shock dadakan karena tingkahnya demi menghindari para gadis-gadis tadi. Siapa gadis yang tidak mengejarnya, badan tinggi berdada bidang yang mungkin sixpack juga, wajah tampan dengan aksen yang sedikit mirip pria eropa ini pasti membuat gadis yang melihatnya meleleh.
Belum lagi dia berkulit putih dan oh tidak, iris matanya berwarna biru terang berkulit putih bersih dan mulus, terawat sekali hingga membuatnya insecure sendiri. Aduh... dan apa yang dia lakukan tadi? memarahi pria tampan ini? Anjani... kau memang gadis yang tidak tahu bersyukur atas nikmat di depanmu sekarang.
Desta melihat Jani yang terbengong melihatnya. Melambaikan telapak tangannya beberapa kali mencoba membangunkan lamunan Jani sampai gadis itu tersedak. Anjani lalu meneguk jus wortelnya sedikit tergesa.
"Hei... kau melupakan ini" ibu jari Desta menjulur dan mengusap air jus yang membekas sedikit di ujung bibir Jani.
Untuk sekejap dua pasang mata itu saling memandang. Anjani yang mendapat perlakuan manis itu merasa jantungnya bak ombak laut yang tengah bergejolak di bawah cuaca siang hari yang cerah. Indah, dan... apa ini oh Tuhan.
Desta memandang mata bulat itu. Gadis yang cantik, batinnya berkata. Gadis yang memiliki tinggi sedikit dari rata-rata gadis Indonesia dengan kelebihan bentuk wajah oval dan bulu mata yang sangat lentik. Bahkan sempat bergerak gerak cantik saat desiran angin di sekitar tempat itu menerpa membuat wajah itu sangat menawan dalam pandangannya. Siang hariku berasa pagi hari dan kulihat sunrise menyembul dengan anggunnya. Mata yang mampu membiusnya untuk sesaat, mata lebar dengan iris hitam. Tanpa sadar ia membelai rambut gadis itu, membuat mereka berdua akhirnya terjaga dari tatapan mengesankan itu.
*****
AYO READERS KU TERSAYANG...
LIKE DAN JANGAN LUPA FOLLOW AKU BIAR BISA SELALU UPDATE CERITAKU DAN JUGA SPAM DI COMMENT NYA YA
SPAM LIKE DAN KOMEN KALIAN AKU TUNGGU...
LOVE YOU ALL MY READERS...
HAPPY READING...