Awal yang Baik

1658 Words
"Hai, Anjani?" jawab si pria yang perlahan mendekat ke arahnya. Jani yang masih termangu melangkah sedikit mundur dan tak sadar ia tersandung dan terduduk di sofa ruang itu. Lalu terdengar derap langkah berat dari lantai dua. Fredy turun dan langsung menghambur pria di depan Jani yang tak lain adalah Desta, sahabatnya. "Wah sepertinya kalian sudah begitu akrab ya..." ujar Fredy membangunkan Jani yang terduduk melongo. "Kakak kenal dia?" tunjuk Jani ragu mengarah kearah Desta. "Tentu Jani, Desta adalah sahabat kecilku. Kita dulu bertemu di London saat orang tua kami mengadakan perjanjian kerja sama perusahaan. Dan sejak saat itu kami bersahabat sampai sekarang. Tapi aku baru tau kalau kau sudah kembali ke Indonesia my bro... setahuku kau masih di London?" ungkap Fredy menceritakan sekilas tentang hubungannya dengan Desta. Belum juga Desta menyahut dan Jani yang melihat itu, Gina datang lalu duduk di sebelah Jani. "Ohh... jadi kau sahabat kakak ku. Kenapa aku tak pernah bertemu denganmu ya?" jawab Gina menyambar. Entah mengapa gadis itu suka sekali menyambar obrolan seperti terkoneksi otomatis saja. "Maaf, aku memang sering bolak balik ke London. Ayahku sendirian disana dan aku harus mengurus perusahaan induk disini. Sepeninggal ibuku, ayah ingin menetap disana, orang tua kalian juga kan. Bahkan mereka satu komplek mansion yang sama" pungkas Desta ramah. Anjani merasa nyalinya nyiut disitu. Ia bersyukur berteman bahkan bersahabat baik dengan Gina. Tapi setelah bertemu Desta dan merasa kalau lingkup keluarga mereka sangat jauh berbeda membuat Jani tidak selevel dengan mereka. "Eh.. Gin, boleh aku pamit saja. Sepertinya aku lupa kalau aku harus membersihkan kamar kos-ku. Mumpung aku libur kerja juga..." pamit Jani hendak pergi. Belum juga gadis itu berdiri Fredy menahannya "Tunggu Jani, apa kau ingin menyiakan kedatangan seseorang yang ingin bertemu denganmu ini?" ucap Fredy sambil melirik kearah Desta. Kedua pasang mata itu bertemu. Desta menyunggingkan senyumnya. Senyum yang sangat menawan di mata Jani. Pria yang datang tak dijemput ini ingin bertemu dengannya? Untuk apa lagi? Bukankah mereka sudah menyelesaikan urusan mereka waktu itu. "Anjani Putri. Aku tidak memiliki nomor kontakmu. Saat tahu kau dekat dengan adik sahabatku, akhirnya aku memintanya untuk mempertemukan kita disini. Kupikir tak ada salahnya kita berteman. Aku tau efek perbuatanku waktu itu masih kau alami kan sampai sekarang?" Desta mengucapkan ajakan berteman dengan sangat tulus. Seakan ia ingin mendapatkan sunrise yang pernah ia lihat minggu lalu. Akhirnya mereka berempat larut dalam obrolan menyenangkan di jumat itu. Bahkan saat Fredy mengajak mereka untuk berlibur ke Bandung, mereka langsung saja setuju, kecuali Anjani. Mana mungkin ia harus bolos kerja di akhir minggu. Cafe nya bekerja bahkan akan ramai sekali di hari sabtu dan minggu. Karena akan banyak keluarga atau pasangan yang berkunjung dan menikmati kebersamaan. Namun saat Jani menolak ajakan Fredy, Desta langsung mengobati kekhawatiran Jani "Kau tak perlu takut dipecat hanya karena tidak masuk dua hari saja. Bukankah kau bisa mengajukan cuti?" "Tak semudah itu Des, aku hanya pelayan biasa. Apalagi sabtu dan minggu, cafe akan banyak pengunjung. Aku tak enak hati dengan teman-temanku yang lain..." "Ikutlah dengan kami, masalah itu bisa aku urus nanti" jawab Desta meyakinkan Jani. Gadis itu sepertinya masih takut tapi melihat kebahagiaan ditengah para sahabatnya itu membuatnya sedikit lega. Desta orang yang berpengaruh dengan kekuasaannya, entah apa yang akan dibuat pasti dia bisa menjamin kalau Jani tidak akan dipecat hanya karena bolos dua hari demi ikut mereka berlibur. "Kalau begitu, bisa kita berangkat sekarang?" ajak Gina senang. "Tunggu!?" Jani mencegah lagi. "Ada apa Jan, kau tak percaya pada Desta?" tanya Fredy bingung. "Bukan kak. Aku hanya belum membawa perlengkapan apapun. Aku perlu pulang ke kos dulu untuk mengambil beberapa pakaian dan perlengkapan kecil..." jawab Jani malu. "Kau bisa memakai punyaku Jani, atau kau ingin kita berbelanja dulu sebelum berangkat ke Bandung?" Gina malah mengajaknya belanja. Mana mungkin Jani rela boros hanya untuk membeli perlengkapan untuk berlibur saja. "Tidak usah Fred, Gin, aku bisa mengantar Jani dalu. Kalian silahkan berangkat semobil nanti aku susul bersama Jani. Sebelumnya aku akan mengantar Jani ke kos nya untuk mengambil pakaian, dan kau Fred, tolong share lokasi villa kalian, nanti kami menyusul, bagaimana?" Desta pun memberi solusi. Lebih tepatnya itu adalah tipu muslihat pria itu agar dia tau dimana tempat Jani tinggal tanpa harus bertanya pada siapapun. Gengsi seorang pria memang tiada dua. "Oh baiklah, jaga sahabatku baik-baik ya Des, jangan sampai kau membuatnya terluka sedikitpun" ujar Gina dan mereka akhirnya beranjak agar segera bisa berangkat ke Bandung. *** Jani merasakan hawa panas di mobil itu. Satu mobil dengan Desta membuat jantungnya seperti berpacu dalam melody rock n roll. Ia tak bisa beringsut bahkan untuk duduk santai sedikitpun. Matanya tak berani menoleh ke kanan, kearah pengemudi mobil nan tampan ini. Desta tak luput dari kegugupan yang ia bisa pastikan sama dengan Jani di sebelahnya. Gadis cantik berambut pirang dengan ikal menggantung itu seperti cerminan panorama pantai yang membuatnya sangat takjub. Dipandang sekilas saja mampu membuat Desta merasakan desiran tak berwarna di hatinya. Ini gugup atau apa? Sejak kapan aku bisa gugup dengan seorang gadis? Seingatnya ia bahkan tak pernah menampakan rasa minder karena ia yakin bahwa ia memiliki standar ketampanan melebihi rata-rata dalam memikat seorang gadis. Hanya ini berbeda saat ia berada bersama Jani. Hening yang berlalu itu akhirnya pecah saat mobil Porsche 718 yang dikemudikan Desta menepi. Membuat Jani terhenyak dari kebisuannya. "Ada apa Desta? Ada yang bermasalah?" tanya Jani segera. Yang ditanya malah nyengir sendiri "Tidak Jani, aku lupa dimana kita harus belok karena kau tadi sepertinya hanya bilang ikuti jalan utama Tugu muda saja" jawab Desta membuat Jani malu. Ia lupa memberitahu alamat lengkap kemana tempat kost Jani berada. Akhirnya Jani menuntun Desta untuk melajukan mobilnya melewati beberapa belokan dan dua lampu merah yang berikutnya nampaklah sebuah bangunan yang sepertinya sudah lama, bertuliskan 'Kost Asmara'. Lucu juga namanya, pikir Desta. Jani beranjak turun sementara Desta masih menunggui di mobil dan melihat tubuh gadis yang dikaguminya itu menghilang di sebalik pintu utama kost. "Khusus putri ya, bagus juga Jani memilih kos seperti ini. Tapi dimana tempat tinggal asli gadis itu" gumam Desta. Kemudian kembali Jani terlihat keluar dengan sebuah totebag agak besar berisi tak terlalu banyak karena terlihat totebag itu hanya menggembung dibagian bawahnya. Sampai di mobil Jani disambut oleh tawa Desta yang ia tak mengerti. "Apa aku terlihat buruk? Atau badanku bau?" Jani menciumi sekitar pundak dan tangannya. Tapi tidak ada yang aneh. Dengan lembut Desta menjulurkan tangannya ke rambut Jani, agak ragu tapi Jani menurut. Ternyata ada kupu-kupu yang hinggap di antara belahan tengah garis rambutnya "Mungkin kupu-kupu ini berpikir kalau rambutmu adalah bunga Lily yang biasa mereka hinggapi untuk menghisap madu" Jani pun tersenyum mendengar ucapan Desta. Dan oh tidak, Desta terkesiap dengan senyum itu. Bisakah ia bungkus dan ia simpan rapat di hatinya. Agar dia bisa terus menikmati indahnya bunga Lily seperti saat ini. "Lepaskan Des, biarkan kupu-kupu itu terbang bebas kembali..." ucap Jani menyadarkan lamunan Desta. "O-oh baik akan kulepaskan lagi" jawab Desta sedikit terhenyak dan mencoba mengendalikan mimik wajahnya. Jani kembali tersenyum. Desta merasa desiran yang sempat ia rasakan tadi ada di dalam darahnya. Mungkin ia perlu mengecek kesehatan gula darahnya, takut melonjak drastis karena asupan senyum gadis rupawan itu. Ia jadi senyum-senyum juga dibuat. Oh Anjani... *** Perjalanan panjang ke Bandung benar-benar melelahkan. Namun perjalanan ini merasa ingin diulang lagi oleh Desta, karena ia bisa menghabiskan banyak waktu bersama Jani. Sekedar mengobrol, bercanda, bahkan bernyanyi bersama dengan dukungan alunan speaker musik yang menyenangkan telinga di dalam mobil. Anjani sungguh bahagia. Jika selama ini ia hanya bisa dekat dengan Gina dan kakaknya, Fredy. Sekarang ditambah Desta memberi warna baru pertemanan mereka. Ia berpikir kalau dirinya tak buruk untuk ikut bergaul dengan mereka. Pukul delapan malam Jani dan Desta sampai di villa keluarga Gina di Bandung. Terlihat mobil Fredy sudah terparkir di pekarangan villa bergaya eropa itu. Jani masih tertidur dan Desta tak langsung membangunkannya untuk turun. Dilihatnya wajah ayu itu. Wajah yang teduh dan hangat, yang bisa membuat pria manapun menyukainya. "Jani... bangunlah, kita sudah sampai" panggil Desta perlahan. Belum juga tersadar, kembali Desta membangunkannya. Ia kembali memanggil nama gadis itu sambil mengusap pelan pipi si gadis. Hmm... pipinya saja lembut seperti bayi. Lalu terdengar suara ponsel Desta. Nama Fredy terpampang disana. "Halo Fred, aku sudah sampai di villa. Tapi sebentar aku masih membangunkan Jani. Ia sepertinya lelah sekali, belum juga bangun sedari tadi" cerocos Desta saat menerima panggilan itu. "Halo Desta, ini Gina. Jangan kau bangunkan si putri tidur itu. Begitulah dia kalau sudah kelelahan. Lebih baik langsung saja kau bawa dia masuk ke dalam. Kabut turun, kalian bisa kedinginan diluar" panggilan pun dimatikan. Pantas saja dari tadi tak juga Jani terbangun. Memang seperti ini ternyata kebiasaan tidurnya. Desta terkekeh pelan. Desta beranjak keluar mobil lalu menuju pintu sebelah dengan sedikit berlari. Dibukanya pintu dan diangkatlah tubuh Jani ala bridal style agar tak membangunkan si gadis dari tidur lelapnya. Tak lupa totebag Jani dan tas selempang sedang yang dipakainya dibawa menggunakan tangan kanannya. Mengunci mobil dengan sekali tombol dan memasuki villa. Membaringkan gadis itu di ranjang kamar lantai dua tempat kamar Gina dan Jani menginap. Desta dan Fredy akan tidur di kamar yang ada di lantai satu. "Sudah... mending kau segera menuju kamarmu dan beristirahat. Aku tau sahabatku ini memang cantik, tapi dia kadang sedikit pemalu..." bisik Gina diakhir kalimatnya disambut kekehan mereka berdua. Jani pun menggeliat. Tangannya melambai pada sisi ranjang seakan mencari sesuatu. Dengan sigap Desta meraih guling dan meletakkannya disisi Jani. Benar saja, gadis itu memeluk guling tersebut dan kembali tidur. Desta melihatnya dan kembali tersenyum. "Apa kalian pernah bertemu sebelumnya?" tanya Gina sambil mencondongkan wajahnya sedikit mendekati Desta. "Mungkin..." jawab Desta singkat yang membuat Gina heran. Desta meninggalkan kedua gadis itu dan menyusul Fredy. Alih-alih tidur mereka malah menyesap kopi sembari menikmati suasana malam di teras balkon lantai dua, sebentar bercanda mengenang cerita persahabatan mereka. Dan akhirnya turun ke kamar masing-masing. ***** AYO READERS KU TERSAYANG... LIKE DAN JANGAN LUPA FOLLOW AKU BIAR BISA SELALU UPDATE CERITAKU DAN JUGA SPAM DI COMMENT NYA YA SPAM LIKE DAN KOMEN KALIAN AKU TUNGGU... LOVE YOU ALL MY READERS... HAPPY READING...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD